“anak orang miskin!”
“gadis
beasiswa!”
“cewek salah
alamat!”
Begitulah
cemoohon teman-temanku padaku,tunggu! Apa aku mengatakan ‘teman-temanku’?
sungguh bodoh! Bukan tapi anak-anak itu. Aku tau mungkin aku telah salah
memilih jalan untuk mengambil beasiswa itu. Mengambil beasiswa di sekolah elit,
di sekolah anak-anak orang kaya, di sekolah orang-orang sombong. Awalnya, aku
memikirkan bahwa aku hanya akan belajar di sana. Dan tidak akan kupedulikan
segala macam kata-kata yang keluar dari mulut anak-anak itu. Tapi,nyatanya ?
ternyata aku tidak bisa melakukannya. Telingaku sudah cukup panas mendengar itu
setiap hari. Seperti kata orang-orang “kesabaran setiap orang ada batasnya” dan
kesabaranku saat ini sudah mencapai puncaknya. Tapi,apa yang harus kulakukan?
Aku tidak punya uang untuk pindah ke sekolah ini dan itu. Aku tidak sekaya
anak-anak ini. Dan aku harus belajar keras untuk tetap mempertahankan
beasiswaku ini. Jika tidak, pupuslah harapanku untuk menjadi seorang dokter.
Entah , siapa
yang akan menolongku. Jika kutemukan lampu ajaib aladin, akan aku keluarkan
jinnya dan akan kumohon untuk bisa pindah sekolah ataupun mengubah watak
anak-anak ini menjadi baik kepadaku. Sayangnya,itu tidak mungkin. Aku hanya
menunggu keajaiban.
****
Pelajaran
sedang berlangsung,tiba-tiba ada yang memanggilku ke ruang kepala sekolah.
Segala macam dugaan dari anak-anak itu sudah dikeluarkannya. Yah! Dan dugaan
itu pasti negativ.
****
Hatiku
berdegub kencang, hari pertamaku di sekolah baru. Ternyata kepala sekolah
memanggilku karena menyampaikan berita bahagia ini. Aku terpilih untuk mewakili
sekolahku dalam program pertukaran pelajar dengan siswi di Australia. Dan kau
tahu bagaimana respon teman-temanku?. Meskipun aku juga tidak bisa membaca yang
ada di fikirannya,tapi entahlah mungkin mereka senang karena aku telah
pergi,atau mungkin juga mereka iri dan semakin benci kepadaku karena program
ini. Entahlah! Dan aku tidak peduli. Keajaiban itu ternyata datang sekarang.
Kuberharap sekolah baruku lebih baik dari sekolah yang sebelumnya.
****
Ku melangkah
masuk. Dan kulihat tatapan semua orang-orang yang ada di sini. Sekolah ini juga
sekolah elit,dan dari cara mereka berpakaian pasti semuanya orang-orang kaya.
Tapi kuberharap mereka tidak sombong! Ku masuki kelasku. Ku mencoba tersenyum
ramah kepada mereka tapi ternyata hanya beberapa yang membalas senyumanku.
***
Setelah
pelajaran tadi,ku tahu bahwa aku sedang berhadapan dengan anak-anak pintar yang
super duper dingin dan hanya memikirkan pelajaran semata tanpa memikirkan
pergaulan. Mereka sangat dingin! Saling memberikan tatapan-tatapan tajam tanda
persaingan sedang dimulai. Tanpa ada satu pun yang mau mengalah. Semuanya harus
menjadi yang nomor satu. Ternyata sebulan tinggal di sini tanpa teman tidak membuatku
betah. Di sini seperti di Jakarta. Bahkan lebih parah,di Jakarta hanya
membullyku,dan disini . persaingan yang begitu ketat! Tuntutan dari para
pengajar yang menginginkan lebih! Dan tatapan-tatapan persaingan dari sekelasku
jika aku mendapat nilai lebih dari mereka dan tatapan mengejek jika aku
lebih rendah. Sungguh penderitaan batin.
Aku fikir
akan lebih baik di sini,ternyata tidak. L.
Mungkin
keajaiban itu tidak datang sekarang,tapi aku menunggu teman di masa depanku
nanti. Menunggu keajaiban itu yang ternyata buah dari kerja keras. Di saat
segala cita-citaku telah tercapai,akan aku buktikan kepada mereka semua bahwa
aku akan lebih baik dari mereka. Dan tugasku sekarang,hanyalah BELAJAR. Tanpa
mempedulikan mereka. J .
Komentar
Posting Komentar