Sehari tanpa Zul… Sesuatu yang
dari dulu menjadi angan-angan, sesuatu yang hampir jarang ditemukan kecuali
jika ia sibuk menghadiri berbagai lomba untuk mengharumkan nama sekolah. Dulu,
ia pernah berkata
“bayangkan, sehari tanpa saya. Pasti
kalian akan merasa kesepian……”
Tidak. Kami akan menjawabnya
demikian. Sehari tanpa dia? Tentu suatu hal yang membahagiakan. Itu berarti
sehari tanpa kata “O”. Sehari tanpa muka
juteknya. Sehari tanpa wajah misterius itu. Sehari tanpa rayuan gilanya. Sehari
tanpa bimbang antara diperhatikan atau dicuekkan olehnya. Sehari tanpa ada yang
takut mengajaknya berbicara. Sehari tanpa mata elangnya. Sehari tanpa senyum
khasnya. Sehari tanpa majasnya. Sehari tanpa pembagian permen di kantin. Sehari
tanpa nasihat yang hanya dibibirnya. Sehari tanpa kalimat mutiara copypastenya. Sehari tanpa tas beratnya.
Sehari tanpa Zul. Tentu akan sangat membahagiakan hal tersebut. Sungguh
angan-angan luar biasa. Sehari tanpanya, sehari jumlah siswa dalam kelas hanya
32, takkan ada yang hilang.
***
Hari ini, 11 November 2014,
tepatnya ia resmi berusia 17 tahun. Usia yang ditunggu-tunggu remaja. Usia
tanda kedewasaan. Usia yang satu-satunya diberi gelar “Sweet”. Usia tanda kepemilikan kartu SIM yang sah. Usia tanda
telah memiliki kewarganegaraan jelas. Usia yang seharusnya mendapat perayaan
istimewa.
Namun, saat waktu itu tiba, saat
umur itu bertambah, ia tak datang. Semua telah bersiap di kursi masing-masing.
Semua ekor mata mengerling ke pintu masuk atau ke jendela. Semua telinga
terpasang lebar menanti derap kakinya. Semua mulut telah bersiap menyanyikan
lagu keagungan itu. Namun, langkah kaki itu tak terdengar hanya bunyi bel yang
meninggalkan tanda Tanya dalam benak kami.
Kemana ia?
Tak biasanya ia seperti ini,
makhluk pertama yang menginjakkan kaki di sekolah itu hari ini terlambat? Tak
mungkin. Lalu kemana ia? Apakah ia sakit? Apakah tubuhnya masih mengenal kata
itu? Derap kaki berjalan cepat mendekati kelas, semua menarik nafas tertahan.
Semua mata menapat lekat-lekat ke arah pintu bersiap untuk berteriak. Sebelum
semua terlambat, pemilik langkah itu tiba. Terdengar embusan napas lega.
Untungnya kami belum berteriak sambil bernyanyi hingga dapat membuat kami
dikirim ke ruang sebelah, BK. Pemilik langkah itu memasuki kelas dengan senyum
khasnya, membuat kami merasa mual. Namun apa yang harus dilakukan kecuali membalas
senyumnya?
“baik anak-anak kita lanjutkan
pelajaran kemarin”ia mulai menyerukan berita buruk kepada kami. Menyatakan
bahwa besok kiamat akan datang.
***
Hari ini,
ia benar-benar tak datang dengan alasan sakit. Sakit? Entah kapan terakhir kali
hal itu menyerang tubuhnya. Ya.. hari ini kami merasakan sehari tanpanya. Tanpa
segala kebiasaan dan ocehannya. Berlawanan arah. Begitulah yang aku tangkap dari pelajaran tadi. Jika
kedua benda bergerak berlawanan arah maka akan menimbulkan perlambatan, arahnya
negative. Tak seperti bayangan kami selama ini. Bayangan menyenangkan tanpanya.
Sehari
tanpa kata “O”. Sehari tanpa muka
juteknya. Sehari tanpa wajah misterius itu. Sehari tanpa rayuan gilanya. Sehari
tanpa bimbang antara diperhatikan atau dicuekkan olehnya. Sehari tanpa ada yang
takut mengajaknya berbicara. Sehari tanpa mata elangnya. Sehari tanpa senyum
khasnya. Sehari tanpa majasnya. Sehari tanpa pembagian permen di kantin. Sehari
tanpa nasihat yang hanya di bibirnya. Sehari tanpa kalimat mutiara copypastenya. Sehari tanpa tas beratnya.
Sehari tanpa Zul. Ternyata tak semenyenangkan itu. Sungguh tak sepantasnya
diangan-angankan. Sehari tanpanya, sehari jumlah siswa dalam kelas hanya
32, ada sesuatu yang hilang.
Padahal,
di ulang tahunnya ke 17 ini, aku ingin mengucapkan selamat. Selamat telah
mencapai masa remaja lanjutan. Selamat telah menghirup oksigen selama 17 tahun.
Selamat masih dapat menginjakkan kaki di tanah ini. Selamat masih berada di
planet biru ini. Selamat telah berhasil mengucapkan “Allahu Akbar” lebih banyak
dariku. Selamat telah berhasil memanfaatkan kehidupan yang diberikan Tuhan.
Selamat telah berhasil mengukir banyak kenangan dan pengalaman.
Padahal,
di ulang tahunnya ke 17 ini, aku ingin mengucapkan semoga. Semoga panjang umur.
Semoga dapat berhasil. Semoga masih tetap di bumi bulat ini. Semoga masih tetap
mampu mengucap “Allahhu Akbar” dan mengangkat tangan di samping telinga. Semoga
tidak menyia-nyiakan hari-harimu. Semoga huruf di abjadmu tak hanya huruf O.
Semoga nasihatmu sendiri dapat kamu jalani tak hanya kau ucapkan. Semoga
referensi kalimat copypastemu dapat
bertambah.
Hari
ini.. aku tak mempercayai kata orang-orang. Sakit? Entah kapan terakhir kali
hal itu menyerang tubuhnya. Itu tak benar. Karena ketidakhadiranmu hari ini
telah kamu rencanakan. Mengingat kata-katamu beberapa waktu lalu…
“bayangkan, sehari tanpaku. Pasti
kalian akan merasa kesepian. Bayangkan, jika hari itu tepat di hari ulang
tahunku! ”
***
Hahahaha :v
BalasHapus