Aku selalu
bertanya-tanya untuk apa sekolah? Sekolah adalah tempat paling tidak
menyenangkan di dunia. Setiap hari hanya berhadapan dengan pelajaran-pelajaran
tak bersahabat. Dari sekian mata pelajaran itu, tidak ada satu pun pelajaran
menjelajah. Menjelajah dari satu tempat ke tempat lainnya dan akan bertemu dandelion dan melihat benih-benihnya terbang diterpa
angin. Sekolah selama 10 tahun itu meresahkan. Seandainya saja pelajaran hanya
1+1 bukan log10-(8)5!@#$%^.
Kudengar hari ini aku dan teman-teman sekelasku akan
pindah ke kelas baru dikarenakan kelasku sedang dilebur karena sedang ada
renovasi di gedung tempat kelasku berada. Teman-temanku sibuk berceloteh
mengenai harapan mereka untuk teman kelas barunya nanti. Berharap bisa masuk
kelas X.1 dimana ada Brandon si Ketos super cool itu atau di kelas X.5 dimana
ada Alex si cowok manis yang genius, dan lain-lain. Aku? Aku hanya berharap
keajaiban datang dan memberiku teman kelas yang tidak banyak bicara.
***
“ssstt!
Serius banget kamu perhatiin bapak tua itu. Memang kamu mengerti apa yang ia
katakan?”bisik siswi itu pada si siswa lelaki berantakan itu.
Namun,
lelaki itu hanya diam. Ia masih sibuk memperhatikan penjelasan Pak Ansar tanpa
berkedip sedikit pun. Siswi yang diketahui bernama Adira itu hanya memanyunkan
mulutnya tanda tak senang dengan sikap lelaki di sampingnya. Kemudian ia
kembalik ke posisi awalnya dan tak mencoba untuk mengajak lelaki itu bicara lagi
bahkan setelah pelajaran usai. Ia menggerutu dalam hati “Tuhan benar-benar mengabulkan doaku. Aku diberi teman sekelas bahkan
sebangku yang sungguh tidak banyak bicara”.
Hingga
sekolah usai pun Adira dan lelaki itu tak pernah bertegur sapa. Keesokan
harinya pun keadaan tak berubah. Adira sungguh kesal, ia tak pernah merasa
seperti ini sebelumnya. Biasanya dia yang akan mengacuhkan orang-orang yang
berusaha berbicara dengannya dan sekarang ia tahu bagaimana perasaan
orang-orang yang ia abaikan itu. Adira juga tak pernah melihat lelaki yang
entah siapa namanya itu berbicara pada anak-anak lainnya.
Akhirnya
Adira yang baru kali ini penasaran dengan seseorang pun bertanya pada
teman-temannya yang lain.
“eh
Mil, teman sebangkuku itu namanya siapa sih?”tanya Dira
“namanya
Arfah. Memangnya kamu tidak pernah kenalan dengan dia apa? Padahal sudah 2 hari
kamu sebangku dengan dia”jawab Mila
“itu
dia, kita sebangku. Tapi kita tidak pernah berbicara sepatah kata pun. Sungguh
menyebalkan”gerutu Dira
“bukankah
kamu menyukai orang-orang seperti Arfah yang tidak banyak bicara itu?”
“iya,
tapi kali ini sungguh menyebalkan”.
***
Hari
ketiga Adira dan Arfah menjadi teman sebangku dan suara obrolan masih tak
pernah terdengar di sudut kelas itu. Awalnya Dira ingin menyapa Arfah namun
setelah berpikir kembali, ia mengurungkan niatnya. Ia ingin Arfah yang memulai
berbicara dengannya.
Satu
minggu berlalu dan sekarang sudah jam terakhir sekolah. Suara-suara antara Dira
dan Arfah masih tersembunyi. Hingga detik-detik terakhir...
“pensil
aku jatuh di bawah mejamu, bisa tolong
ambilkan?”
“tentu”
“terima
kasih”
“sama-sama”
Percakapan
pertama mereka setelah satu minggu.
***
Hari
ini aku bisa pulang dengan bahagia tidak seperti satu minggu terakhir ini.
Entah mengapa aku merasa senang dengan hal tidak penting ini namun percakapan
tadi sungguh melegakan. Setidaknya untuk hari-hari berikutnya aku tidak akan
menahan-nahan lagi untuk berbicara padanya. Toh, aku hanya berkata harus dia
yang memulai. Bukan berarti harus dia yang memulai pada hari-hari berikutnya.
Aku berterima kasih kepada angin yang telah menjatuhkan pensil Arfah dan
meletakkannya di kolong mejaku hingga ia dapat berbicara padaku. Hari-hari
dalam diam sungguh menegangkan.
***
“Hai
kamu Arfah kan?”sapa Dira pagi itu. Namun Arfah masih diam sama seperti saat
pertama kali Dira berbicara padanya. Namun kali ini Dira sudah tak gengsi lagi
menyapanya. “kenalin aku Adira Nasution bisa dipanggil Adira atau Dira. Yaa
siapa tau aja kamu enggak tau”
“tentu
aku tahu kamu Adira Nasution. Setiap kali nama itu dipanggil, kamu selalu
mengacungkan tangan”jawab Arfah cuek.
“yaa
benar, hahah. Akhirnya kita bisa berkomunikasi juga. Apa kamu tidak merasa aneh
selama seminggu kita menjadi teman sebangku dan tak ada satu kata pun yang
keluar di antara kita?”
“tidak”
“hmm..
selama ini aku juga merasa begitu tapi sepertinya penyakit tidak mau bicaramu
lebih parah dariku dan itu sungguh membuatku kesal”
“aku
tidak bertanya”
Kepulan
asap kekesalan berebut keluar dari kepala Dira. Lelaki yang satu ini sungguh
menyebalkan, seandainya saja Pak Sulaiman tak datang saat ini Dira sudah
menelannya bulat-bulat.
***
Seiring
berjalannya waktu, sifat menyebalkan Arfah sudah mulai terkikis dengan
kebawelan Dira yang entah datang darimana. Selama ini Dira bukanlah orang yang
banyak bicara bahkan ia cenderung pendiam. Ia juga tak pernah berbagi keinginan
terdalamnya...
“tempat
yang ingin kamu kunjungi?”tanya Arfah.
Saat
ini mereka sedang berada di rumah Arfah. Mereka memang saling mengunjungi satu
sama lain. Selain itu, mereka juga pulang-pergi sekolah bersama. Rumah mereka
yang dekat dari sekolah membuat mereka memilih untuk naik sepeda dengan alasan
kesehatan. Olahraga sekaligus mengurangi polusi yang memenuhi kota Bandung yang
padat kendaraan.
“dimana
pun asal ada dandelionnya”jawab Dira
“kenapa
kamu sangat menyukai dandelion? Kamu selalu berbicara mengenai bunga aneh itu.
Aww!”kata-kata Arfah langsung mendapat jitakan di kepala oleh Dira.
“sudah
aku katakan berluang-ulang dandelion itu tidak aneh. Dandelion itu bunga yang
indah. Sangaaaattt indah!”
“dandelion
itu aneh, lihat saja batangnya yang kecil dan sangat rapuh. Angin bertiup
sedikit, bunganya langsung berguguran”
“yang
kamu maksud itu bukan bunganya, bodoh! Itu adalah benih dandelion. Bunga
dandelion itu warna kuning. Yang terbang tertiup angin itu benihnya”
“aahhh,
terserahlah! Yang jelas benih-benih itu sungguh rapuh. Kamu mau seperti
dandelion yang rapuh? Bahkan ia tak dapat mempertahankan benihnya sendiri”kata
Arfah filosofis.
“kamu
salah. Meskipun dandelion itu terlihat rapuh namun di situlah letak
keindahannya. Jika benih-benih itu tidak terbang tertiup angin maka dandelion
hanya akan tumbuh di Eropa dan Asia di daerah-daerah tertentu”
“bukankah
menjadi langka itu keren? Lihat saja edelweis banyak peminatnya karena hanya
tumbuh di tempat-tempat tertentu dan sangat sulit mendapatkannya. Itulah
keindahan”
“justru
aku ingin seperti dandelion yang dapat terbang bebas kemana pun angin akan
membawaku dan menyebarkan kebahagiaan dimana pun. Karena dandelion dapat hidup
di segala tempat, dimana pun angin membawa benih dandelion berhenti, di situlah
ia tumbuh. Serpihan-serpihan kecil bunganya yang ringan akan terbang terbawa
angin dan menyebar kemana pun ia mau, yang akhirnya akan tumbuh menjadi bunga
baru di tempat ia jatuh dan membawa kehidupan baru. Dan dimana pun dandelion
hidup pasti ada keindahan di sana. Mungkin orang-orang sepertimu melihatnya
aneh namun dengan sudut pandang yang berbeda, dandelion itu indah. Bunga
dandelion mungkin terlihat rapuh, namun sebenarnya ia kuat. Kuat menentang
angin, terbang tinggi dan menjelajah angkasa.”tutur Adira panjang lebar. Ia
menatap angkasa yang saat ini menjadi atap ia dan Arfah berada.
“Arfah,
kamu sangat terpesona dengan filosofiku yaa sehingga tidak dapat berkata-kata?”
Namun
Arfah tak menjawab.
“Arfah,
Arfah!”panggil Adira dan saat ia menoleh ia melihat Arfah tertidur lelap dengan
beralaskan rumput taman belakang rumahnya. “aaahh, Arfah! Aku sudah menjelaskan
panjang kali lebar kali tinggi dan kamu tertidur? Kamu pikir aku mendongeng
apa?”Adira marah-marah sambil memukul-mukul Arfha namun Arfah tak kunjung
bangun.
***
“hari
ini kau terlihat pendiam. Apa sifatmu telah kembali?”tanya Arfah padaku namun
aku tak menghiraukannya. Huh! Aku takkan melupakan kejadian kemarin dimana aku
sudah berbicara panjang lebar dan dia malah tertidur.
“apa
kamu masih marah soal kemarin? Aku sungguh tak kuasa menahan kantukku jadi aku
tertidur. Suaramu juga sangat merdu sehingga membuatku benar-benar terlelap”
Suara
jitakan di kepala Arfah terdengar. Aku ingin sekali membunuhnya saat ini juga.
“hari
ini ibuku akan datang ke sekolah. Kamu tahu kan, tentang rencana DO itu”
“memangnya
selama ini apa yang kamu kerjakan? Melihat dandelion? Mengapa kamu tidak pernah
belajar? Mengapa nilaimu tidak baik begitu?”Arfah mulai mengomel.
“kamu
tahu sendiri kan, sebelum bertemu kamu
aku memang orang yang pemalas. Setelah bertemu kamu pun, masih pemalas.
Aku hanya belajar ketika bersama kamu tapi kamu selalu ada untukku di saat-saat
ada ulangan dan mengerjakan tugas-tugasku jadi waktu kamu ke Australia gak ada
yang kerjain tugas-tugas aku. Kamu sih pake acara ikutan pertukaran pelajar ke
Australia segala”
“yee..
malah nyalahin aku. Seharusnya kamu bisa lebih mandiri. Aku jadi bisa liat
cewek-cewek bule yang cakep-cakep kalo ke Aussie”elak Arfah
“cewek
bule lagi, cinta Indonesia dong! Cintai produk Indonesia, ingat? Orang-orang
Indonesia juga produknya”
“alah!
Kamu gak berkembang banget sama orang Indonesia aja sukanya”
“tau
ah, terserah kamu aja. Gak usah mengalihkan pembicaraan. Jadi kalau nanti aku
benar-benar di DO, kita gak boleh putus komunikasi ya!”kata Dira.
Arfah
hanya menghela nafas dan mengangguk.
***
Sebulan
lalu, Adira di Drop Out dari sekolah
dikarenakan nilai-nilainya yang anjlok. Alasan Adira mengapa dapat terjadi
demikian karena Arfah yang selama ini selalu membantunya dalam belajar sedang
mengikuti program pertukaran pelajar ke Australia. Awalnya Arfah ragu untuk
mengambil program ini, namun karena desakan Dira dan keinginannya untuk
mendapat beasiswa kuliah di luar negeri nanti, akhirnya Arfah mengambilnya.
Sebulan
lalu, mereka berjanji untuk tetap saling berkomunikasi walaupun Adira pindah
sekolah. Namun, sudah dua minggu mereka tidak pernah bertemu ataupun sekadar
bertegur sapa lewat media-media elektronik. Meski pindah sekolah, Adira tetap
di Bandung. Namun, mengingat mereka sudah kelas XII dan jadwal yang padat
karena bimbel atau les di sana-sini membuat keduanya lost contact secara perlahan-lahan.
***
Derai
angin menerpa wajahku, kulihat helai-helai berwarna putih beterbangan di tempat
asing ini. Tempat yang indah, pikirku. Tempat ini tak sengaja kutemukan
beberapa waktu lalu saat aku dan teman-teman sekampusku berjelajah. Tempat yang
indah penuh dandelion. Aku teringat pada gadis yang kutemui 8 tahun lalu, si
gadis penyuka dandelion. Dulu, aku tak menyukai dandelion. Bagiku tumbuhan ini
aneh dan begitu rapuh. Tak ada pelajaran dari bunga ini. Namun, setelah melihat
tempat ini mungkin ia benar dandelion itu penuh keindahan. Kerapuhannya adalah
keindahannya.
***
Akhirnya
aku sampai. Akhirnya cita-citaku selama ini tercapai, berjelajah. Wohhoo!!
Benar, dandelion dapat ditemui dimana pun. Tempat ini penuh dandelion.
Benih-benih dandelion terbang tinggi terbawa angin. Entah kemana angin akan
membawanya. Yang jelas di tempat baru ia akan hidup dan menyebarkan
keindahannya. Seorang lelaki pernah mengatakan padaku, dandelion itu aneh dan
rapuh. Seandainya ia ada di sini bersamaku, ia dapat melihat bagaimana
kerapuhan dandelion itu adalah keindahannya.
***
Lelaki
itu dapat melihat dengan jelas seorang wanita seumuran dengannya sedang berdiri
merentangkan tangannya menikmati helai-helai dandelion menyapu wajahnya. Hanya
tiga meter darinya berdiri seseorang yang selama ini ingin ditemuinya dan
sangat dirindukannya. Ia putuskan untuk mendekatinya. Semakin jarak antara
mereka terpangkas oleh langkah kakinya, semakin ia yakin wanita itu adalah si
aneh pecinta dandelion yang rapuh.
“aku
baru menyadari dandelion itu indah ketika bersama. Terbang terbawa angin”kata
lelaki itu di belakang si wanita.
Wanita
itu terkejut dan langsung berbalik badan. Ia mendapati seorang lelaki bertubuh
jangkung sedang tersenyum ke arahnya kemudian memandang ke arah benih-benih
dandelion yang beterbangan. Wanita itu pun ikut tersenyum dan turut serta
menikmati keindahan dandelion. Ia mengambil sebatang dandelion kemudian
meniupnya.
“helai-helai
dandelion itu indah”
“bukan
helai tapi benihnya”kata wanita itu
“yaa,
benih. Ia sangat rapuh, kau tiup dan ia terbang”
“tidak,
ia ku...”
Belum
selesai wanita itu menjawab, lelaki itu berkata
“kuat.
Kuat menentang angin, terbang tinggi dan menjelajah angkasa”
“itu...”
“aku
baru sadar kerapuhannya adalah keindahannya. Serpihan-serpihannya yang ringan
akan terbang terbawa angin dan menyebar kemana pun ia mau, yang akhirnya akan
tumbuh menjadi bunga baru di tempat ia jatuh dan membawa kehidupan baru.”
“kamu...
tapi bukankah saat itu kamu tidur?”tanya wanita itu.
“yaa,
aku bermimpi seorang malaikat memberi tahuku tentang dandelion”jawab lelaki
itu.
“Arfaaahh!!”tiba-tiba
wanita itu memukul-mukul lelaki yang sedari tadi kita bicarakan itu.
“hey!
Rasanya sakit, masih sama seperti di taman belakang rumahku dulu”
Adira
hanya menatap sinis pada Arfah.
“lalu,
kenapa kau di sini?”tanya Adira
“kamu?”Arfah
kembali bertanya
“melihat
dandelion”keduanya menjawab bersamaan
“aku
pikir kamu tidak suka dandelion”kini mereka sudah duduk di tempat penuh
dandelion itu.
“itu
dulu, setelah 5 tahun tidak bertemu denganmu aku jadi penyuka dandelion.
Dandelion mengingatkanku padamu”jawab Arfah.
“dasar
aneh! Lalu, apa yang kamu kerjakan di Inggris? Apakah kamu kuliah?”tanya Adira
“hm,”Arfah
sudah berbaring dengan tangannya sebagai bantal.
“beasiswa?”tanya
Adira lagi.
Arfah
menggeleng.
“aku
tidak berhasil dapat beasiswa.hahah. sia-sia saja aku ke Australia yang
membuatku kehilanganmu”
Kali
ini giliran Adira yang menggeleng.
“tidak,
jika kamu tidak ke Australia waktu itu aku tidak akan di DO. Aku tidak akan
sadar dan tetap bergantung padamu. Aku tidak akan mandiri dan aku tidak akan
mendapat beasiswa di sini”kata Adira.
Mendengar
itu Arfah langsung terbangun.
“kamu
mendapat beasiswa?”tanya Arfah dengan mata berbinar.
Adira
mengangguk dengan penuh semangat.
“waah!
Aku tidak menyangka. Selamat!”Arfah memberi selamat dengan begitu bersemangat.
“semuanya
sudah diatur oleh Allah, ingat? Dan segala sesuatu ada hikmahnya. Mungkin dulu
aku gagal dan karena kegagalan itu membuatku berhasil sekarang. Aku belajar
dari dandelion. Terbang tinggi dan menjelajah angkasa, maksudnya tetap berusaha
untuk mengejar dan menggapai cita-cita kita yang mungkin akan berbatu-batu
jalannya, namun tidak berhenti untuk mengejar cita-cita tersebut. Jatuh di
suatu tempat dan membawa kehidupan baru maksudnya, perbaikilah kondisi
lingkungan dimana pun kita berada, bawalah kebahagiaan dimana pun kita berada.
“kata Adira panjang lebar.
Adira
melihat Arfah tersenyum ke arah langit dan berkata
“berarti
kalau sekarang aku gagal dapat beasiswa ,di masa depan nanti ada keberhasilan
yang menantiku?”
“jika
kamu terus berusaha dan berdoa dan tak pernah menyerah”jawab Adira dengan
senyum.
***
Epilog
“inget
yaa, kamu harus dateng ke acara aku! Kalau tidak aku akan membunuhmu!”kata
Adira di telepon.
“ya
aku tahu, kamu tenang saja. Hey, seorang Psikolog seharusnya tidak menekan
seperti ini. Kau seharusnya tahu bahwa hal itu dapat memengaruhi kondisi
psikologis seseorang”jawab Arfah di seberang sana.
“berhenti
berkata seperti itu lagi! Aku bosan mendegarnya. Sekarang kamu ada
dimana?”tanya Adira.
“Jerman”jawab
Arfah singkat. Setelah itu terdengar ia berbicara dengan seseorang di ujung
sana. Setelah agak tenang, Adira berkata
“Jerman?
Bukankah tadi siang kamu masih di Italia?”
“yaa,
namanya juga pengusaha yaa beginilah”
“terserah
yang jelas besok kamu harus datang ke nikahan aku”kata Adira
“aku
tahu, aku tahu. Lagian kamu bawa calon suamimu jauh-jauh ke Indonesia. Mengapa
tidak di Inggris saja sih? Tempat itu lebih dekat dari tempatku sekarang”gerutu
Arfah.
“yang
akan menikah kan aku, jadi terserah aku dong. Kamu dan Kalista pasti juga akan
menikah di Indonesia kan? Di tanah kelahiran kalian”
“kalau
aku dan Kalista berbeda. Kami berdua sama-sama orang Indonesia sedangkan kamu
dapatnya bule, padahal dulu mau yang dari Indonesia aja. Cintai produk
Indonesia katanya”
“namanya
juga jodoh, siapa yang tahu. Kamu juga, dulu bilangnya mau cewek bule eh
dapatnya yang dari Surabaya juga”
Komentar
Posting Komentar