Saat aku tengah duduk di taman
belakang sekolah, Ikmal tiba-tiba mendatangiku.
“Jul,kamu ngejauhin aku
yah?”seperti biasa, tanpa ada salam ataupun basa-basi.
“walaikumsalam”kataku. Ikmal
kemudian duduk di sampingku menungguku memberi penjelasan. “siapa juga yang
ngejauhin kamu? Lagian, untuk apa aku melakukannya?”kataku santai.
“aku juga ingin menanyakannya.
Mengapa kamu menjauhi aku?”desaknya
Aku menatap Ikmal “yang
ngejauhin kamu siapa sih. Akhir-akhir ini aku benar-benar sibuk”jawabku
“yaudahlah kalau kamu gak mau
ngomong, yang jelas kamu jangan jauhin aku lagi”katanya. Ia sudah tidak peduli
lagi dengan alasan itu. seperti biasanya. Tanpa sadar, aku merasa aku sangat
merindukannya, aku merindukan sikapnya yang unik itu.
“oh iya, kemarin aku ke toko
buku sama Anisa loh”katanya. Uh! Merusak suasana. Unik, benar-benar unik.
“oh”jawabku singkat dan kembali
membaca buku. Sepertinya nadaku terdengar ketus. Terserah.
“ciee… cemburu. Kamu cemburu yah?”godanya
“apaan sih? Siapa juga yang
cemburu. Ngapain juga aku cemburu”kataku menyangkal.
“yaahh.. padahal aku berharapnya
kamu cemburu”kata Ikmal membuatku melotot ke arahnya.
“emang kenapa?”tanyaku untuk
memancingnya berbicara lebih banyak.
“abis kalo kamu cemburu itu
berarti kamu juga suka sama aku. Cintaku gak bertepuk sebelah tangan dong. Aku
kan suka sama kamu”
Apa? Aku tidak salah dengar?
Mulutku kering tidak dapat mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan itu. begitu
mudahnya dia mengatakannya. Apa itu benar? Atau hanya bercanda? Sekarang aku
benar-benar melotot menatapnya.
“ya ampun biasa aja kali
ekspresinya. Ekspresi kamu kayak mau makan aku aja. Eh, udah bel tuh. Masuk
kelas sana. Aku ke kelas dulu ya!”katanya ringan kemudian berlalu. Anak ini benar-benar…
aku butuh kejelasan dengan peryataannya tadi. Ia kemudian berhenti “well,
mengenai tadi aku serius”katanya sebelum pergi sambil tersenyum. Kemudian, ia
benar-benar berlalu. Meninggalkanku yang masih begitu syok.
***
“yaahh.. padahal aku berharapnya
kamu cemburu”kataku menggoda Julie
“emang kenapa?”dia bertanya.
“abis kalo kamu cemburu itu
berarti kamu juga suka sama aku. Cintaku gak bertepuk sebelah tangan dong. Aku
kan suka sama kamu”kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku, aku tidak
bermaksud untuk mengatakannya. Lihat saja sekarang Julie menatapku tidak
percaya, sepertinya dia sangat syok. Entah apa lagi yang harus aku katakan.
“KRRRIIINGGG!!!”Bel tanda
istirahat usai telah berbunyi. Aku mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya
bagi orang yang membunyikan bel itu. bel penyelamat.
“ya ampun biasa aja kali
ekspresinya. Ekspresi kamu kayak mau makan aku aja. Eh, udah bel tuh. Masuk
kelas sana. Aku ke kelas dulu ya!”kataku mencoba sesantai mungkin, sepertiya
berhasil.
“well, mengenai tadi aku serius”
Astaga! Apa lagi ini? Mengapa
aku harus memperjelasnya. Namun, batinku mengatakan aku harus mengatakan
kalimat itu. entah mengapa. Baiklah, mungkin pergi dari tempat ini akan lebih
baik.
***
Sepanjang pelajaran berlangsung,
aku tidak dapat berkonsentrasi. Pikiranku selalu tertuju pada kejadian di taman
tadi. Sampai aku pulang ke rumah dan sekarang aku ada di halaman depan rumahku.
Pikiran itu masih menghantuiku. Apakah secepat ini jawaban atas pertanyaan
baruku?
“bengong aja!”seseorang
membuyarkan lamunanku. Yang kutahu bahwa ia adalah Dirham
“aduh! Bisa gak sih kamu itu
nyapa dulu? Lama-lama kayak Ikmal aja kamu”jawabku pura-pura marah.
“waah!! Ada yang kangen sama
Ikmal nih, sampe-sampe aku disamain dengan Ikmal”katanya sambil duduk di
sampingku.
Apa benar seperti itu? Mungkin.
“apaan sih kamu?”hanya itu yang dapat kuucapkan.
“kamu ngejauhin aku karena aku
nyatain perasaan sama kamu?”tanya Dirham tiba-tiba. Topic pembicaraan yang tiba-tiba meleset jauh
itu membingunkanku.
“apaan sih? Siapa juga yang
ngejauhin kamu”elakku
“Julie, aku kenal kamu dari
kecil. Kamu gak bisa bohong sama aku”kata Dirham. Aku tidak tahu harus berkata
apa. Aku tahu dia tahu mengapa aku melakukan ini lantas mengapa dia
menanyakannya?
“kita kan udah buat peraturan,
kalo tidak akan ada rahasia antara kita. Kita kan udah janji mau cerita apa
aja. Lagian aku yang sudah melanggar peraturan. Aku suka sama sahabat aku
sendiri. Pelanggaran berat. Hahah, Well, untuk saat ini lupain aja tentang
pengakuan aku dan cerita semuanya sejujur-jujurnya. Kamu udah gak pernah cerita
apapun sama aku”kata Dirham panjang lebar membuatku hanya dapat menelan ludah.
“bisa berenti bilang ‘peraturan’
gak?aku bosan dengernya, aku mau berhenti melanggar peraturan. Peraturan apapun
itu.”kataku sambil menatap lurus ke depan.
“oke, aku berhenti. Tidak ada
lagi kata ‘peraturan’”kata Dirham sambil mengangkat kedua tangannya seperti
isyarat orang menyerah.
Aku tertawa kecil melihat
tingkahnya. Aku sungguh merindukan sahabatku yang satu ini.
“kamu pernah denger tentang
peraturan gak boleh suka sama dua orang sekaligus gak?”tanyaku
“katanya tadi gak boleh lagi ada
kata ‘peraturan’. Gimana sih?”
“katanya aku disuruh cerita.
Kalo aku mau cerita, harus mulai dari kata ‘peraturan’”kataku sambil memberi
isyarat tanda kutip pada kata ‘peraturan’.
“oke fine, aku hanya akan
mendengarkan. Lanjutkan!”katanya
“jawab dulu dong pertanyaan
tadi!”kataku
“kamu itu ribet banget ya. Oke,
cinta dua hati? Gitu kan singkatnya?”dia bertanya balik. Aku mengangguk. “siapa
sih yang buat peraturan kayak gitu. Gak ada peraturannya kok, itu hanya
peraturan tak tertulis yang yah.. mungkin akan lebih baik kalau
dipatuhi.”jawabnya
“Silvie sama Windy bilang aku
mungkin terjebak dalam cinta dua hati. Antara kamu dan Ikmal”kataku ringan. Aku
mulai menemukan titik nyamanku bercerita. “aku selalu bertanya-tanya apa aku
benar terjebak dalam ‘cinta dua hati’ itu? aku tidak mau terjebak dalam kisah
itu. bagiku, istilah itu tidak ada. Pasti aku hanya menyukai satu orang. Tapi
siapa?”aku memberi jeda. Kulihat wajah Dirham menjadi tegang. Aku sungguh tidak
ingin melanjutkan ceritaku, namun aku sudah memulainya maka aku harus
menyelesaikannya.
“kalian berdua bahkan menanyakan
hal yang sama padaku, ‘apa aku menjauhi kalian?’. Ya, aku menjauh. Itu saran
dari Windy, katanya aku harus menjauh dari kalian untuk menemukan jawabannya.
Aku menjauh dan aku merindukan kalian berdua. Sangat rindu. Cara itu tak
berhasil. Tapi saat aku tahu kamu pulang dengan Laura dan aku melihat Ikmal
pulang dengan Anisa, aku menemukan jawabannya.”
Kulihat Dirham menatapku saat
aku mengatakan tentang ia pulang dengan
Laura.
“apa yang aku rasakan terhadap
kalian berdua berbeda. Kamu tahu, aku sungguh marah kamu pualng dengan Laura.
Well, kok kamu bisa pulang dengan dia?”
“dia tuh yang minta aku untuk
mengantarnya pulang. Aku terpaksa.”jawabnya.
“aku tidak akan marah kalau kamu
jalan dengan gadis lain, tapi dengan Laura. Dia playgirl, pacarnya dimana-mana.
Dia tidak pantas dengan kamu”kataku
****
“aku tidak akan marah kalau kamu jalan dengan gadis lain, tapi
dengan Laura. Dia playgirl, pacarnya dimana-mana. Dia tidak pantas dengan kamu”
Ya, aku tahu dia akan mengatakan itu. ia hanya perhatian padaku
sebagai sahabat, tidak lebih. Sekarang aku lebih siap untuk mendengar
kelanjutan ceritanya. Aku sudah mulai mengerti akhir dari cerita ini.
“Aku juga sayang sama kamu”ia memberi jeda. Aku sudah bisa membaca
apa yang akan ia katakan selanjutnya “sebagai sahabat” tepat. “aku marah kalau
sahabat aku hanya akan dijadikan yang kesekian, aku marah kalau dia hanya akan
mempermainkanmu” dia sungguh perhatian, hahah. Ya, sebagai sahabat. Aku sudah
melatih keikhlasanku untuk menghadapi hal semacam ini.
“aku ternyata sungguh cemburu saat melihat Ikmal pulang dengan
Anisa.”katanya. aku sudah berlatih,
namun aku masih merasa sengatan listrik menjalari setiap inci tubuhku begitu
mendengarnya.
“bahkan, definisi cemburu pun aku tak tahu. Dengan mudahnya, aku
menyatakan bahwa aku cemburu. Naïf sekali, tapi mungkin perasaan aneh itu
memang bernama cemburu. Aku menyukai Ikmal”lanjutnya.
“kemudian, setelah pertanyaan pertamaku terjawab, aku masih memiliki
satu pertanyaan lagi. Bagaimana dengan Ikmal? Apakah ia juga menyukaiku?”Julie
member jeda, mungkin member aku ruang untuk bernafas.
“dan pertanyaanku telah terjawab”kata Julie dan sebelum ia
melanjutkannya aku sudah tahu jawabannya.
***
Seperti biasa, saat jam
istirahat aku tidak akan berada di kantin seperti siswa yang lainnya. Aku hanya
akan duduk-duduk di taman belakang sekolah. Biasanya, aku bersama Julie namun
hari ini aku tidak memanggilnya. Aku akan membiarkan ia berpikir tentang
kata-kataku kemarin. Meski aku tak tahu apakah ia akan menganggapku serius atau
hanya bercanda. Aaarrghh~ aku sungguh bodoh. Aku serius mengatakannya kemarin,
meskipun tak kuduga. Seharusnya aku memberi penjelasan lebih panjang, tidak
hanya “aku serius”. Apa itu? bagaimana ia bisa yakin. Tapi, aku tidak tahu
untuk berkata-kata romantic seperti di sinetron. Mendengarnya saja membuatku
ingin muntah.
“Hai Bro!”seseorang menepuk
pundakku. Dirham?
***
“khemm”Ikmal bergumam di
belakang Julie.
“kalo nyapa tuh Assalamu
alaikum, bukan khem”kata Julie menasihati
“ya ampun kamu bawel banget
sih.”kata Ikmal. Kemudian duduk di samping Julie.
“jangan memulai pertengkaran di
sini, ini perpustakaan”kata Julie
“siapa juga yang mau ngajakin
kamu berantem”kata Ikmal lagi, Julie kembali focus pada bacaannya. “kamu sudah
memikirkan tentang kata-kataku kemarin?”tanya Ikmal
“bukankah kamu hanya bercanda?”
“siapa bilang? Aku serius dan
aku sudah mengatakannya”
“tapi kamu tidak terlihat
serius”
“aku sudah serius. Begitulah
ekspresiku saat serius.” Julie hanya memandang Ikmal tak percaya “dengar, aku
tidak tahu berkata-kata panjang lebar seperti di sinetron-sinetron. Aku tidak
tahu berkata-kata romantic. Jadi, begitulah aku saat menyatakan perasaan”lanjut
Ikmal
“aku memang tidak mengharapkanmu
melakukan itu”Julie kembali membaca
“baiklah, mari kita hentikan
perdebatan tentang caraku menyampaikan perasaan itu. yang jelas aku suka sama
kamu”kata Ikmal
“lalu?”tanya Julie
“kamu juga suka gak sama
aku?”tanya Ikmal lagi
“ aku juga suka sama kamu”Julie
masih membaca. Julie tidak sepenuhnya membaca, ia sedang berpikir.
Ternyata mengatakannya tidak sesulit
yang ia pikirkan. Memasang aksi sok cuek mungkin lebih baik untuk
menyembunyikan kegugupannya.
“oke, berarti kita pacaran”kata
Ikmal. Julie menghentikan bacaannya.
“apa? Itu namanya keputusan
sepihak. Kamu gak pernah nembak aku”protes Julie
“katanya kamu tidak suka seperti
sinetron, jadi aku gak perlu nembak. Yang jelas aku suka kamu, kamu juga suka
aku. Ya sudah kita pacaran. Titik.”kata Ikmal. Begitu lega ia mengatakan semua
itu. walaupun terdengar hanya bercanda, tapi ia sungguh serius. Sepertinya
beban seberat ratusan kilogram yang selama ini ia pikul telah terangkat.
Sekarang, Julie hanya dapat
menatap Ikmal tak percaya.
“eh by the way, kamu sebenarnya tidak harus mengungkapkan perasaanmu
terhadapku kepada Dirham. Seharusnya, aku orang pertama yang mengetahui
perasaanmu padaku”kata Ikmal.
Mata Julie semakin melebar
mendengar kalimat Ikmal sekaligus memerah. Dirham! Kemana anak itu? aku akan
segera membunuhnya.
***
“tapi kamu tetap mau kan jadi sahabatku?”tanya Julie padaku.
“tentu
saja. Kamu pikir dengan kamu menolakku, aku akan memutuskan persahabatn kita?
Tentu tidak. Aku akan menjagamu dan segera membunuh Ikmal jika ia berani
menyakitimu”jawabku bag Pahlawan. Mengatakannya lebih mudah sekarang. Sahabat,
mungkin predikat itu tidak begitu buruk. Aku masih bisa berada di sampingnya
walau sebagai sahabat. Tidak, kita harus menghapuskan kata ‘walau’, dimana-mana
sahabat yang utama bukan pacar.
“tapi
jika Ikmal tidak dapat menjagamu dengan
baik, kamu mungkin bisa mulai melihatku”kataku. Julie membulatkan matanya
menatapku.
“Just
kidding”kataku sambil membentuk tanda damai dengan jariku dan tertawa. Ia pun
ikut tertawa.
***
Komentar
Posting Komentar