HALLOW! SEBELUMNYA MAU BILANG, SEBENARNYA TULISAN INI UDAH ADA SEJAK RAMADHAN TAHUN LALU TAPI BARU SEMPET NGEPOST SEKARANG HAHA. ENJOY!
Huhaa!!! A long time not write. Saya lagi masa heran-herannya nih,
kenapa my mother suka sekali membuka pintu lemari kecil yang ada tulisan
“RESOLUSI 2015”nya -_- (re: Bolos). Mungkin sudah puluhan kali dia membacanya
tanpa ada respon. Yasudahlah, mungkin dia mengerti bahwa saya sudah remaja dan
berbicara tentang cinta cinta adalah hal yang wajar. Well, now I will not to
tell about that. But, berhubung sekarang bulan Ramadhan. Oh iya, sekarang Ramadhan yah? Selamat Bulan Ramadhan dan selamat
menjalankan ibadah puasa para readers (kalo ada:D)!
Kembali lagi, berhubung ini bulan ramadhan jadi saya di sini ingin
bercerita sedikit tentang ramadhan masa kecil…. Prokk prokk prokk (ini bunyi
tepok tangan, bukan suara ayam)! Bulan ramadhan memang bulan yang paling dinantikan
oleh umat muslim di belahan dunia manapun. Dari sabang sampai merauke, dari
soppeng sampai London semuanya menantikannya. Bagaimana tidak, satu bulan penuh
kita diberi waktu untuk menyucikan diri, membersihkan diri dari noda lumpur dan
bau amis *eh, jangan heran, saya ini kan anak-anak calon penulis jadi perlu
sedikit bermajas. Ceritanye noda lumpur
dan bau amis itu adalah dosa-dosa kita selama ini. Dosa yang mengotori
jiwa bersih kita sebersih toilet (maksut saya toiletnya iklan ha**ic) dan dosa yang baunya menyebar
kemana-mana.
Selama 11 bulan tentu saja kita pasti pernah berbuat dosa, manusia
kok. Jadi, bulan ramdhan digunakan untuk membersihkan dosa-dosa itu *apasih?
Muter-muter bikin pala puyeng. Tapi, walaupun meskipun kita punya yang namanya
bulan ramadhan untuk membersihkan diri bukan berarti dalam kurun waktu11 bulan
itu kita mesti buat dosa sebanyak-banyaknya dengan asumsi “masih ada bulan ramadhan, semua dosa yang gue lakuin hari ini bakal
dihapusin kok. Jadi buat dosa aja dulu,mumpung masih ada waktu” ckck.. itu
adalah prinsip saya, jadi jangan ditiru. Heheh, enggak kok. Just kidding.
Prinsip tersebut demikian tidak seharusnya kita gunakan karena menilik (?) dari
katakata ustas-ustas di tipi “anggap hari
ini adalah hari terakhirmu”, meskipun tentunya tidak ada yang ingin
beranggapan demikian, semua orang juga ingin merasa masih ada hari esok. Tapi, kalo pake prinsipnya pak ustas itu
setidaknya dapat meminimalkan dosa lahh, siapa tau aja gak ketemu bulan
ramadhan. Udah buat dosa banyak-banyak selama 11 bulan, sehari sebelum ramadhan
malah dipanggil Sang Maha Kuasa. Hihi,, amitamitdeh.
Well, kata pengantar yang mengharu biru dari saya tapi saya berniat
ingin menceritakan tentang ramdhan masa kecil saya yang mungkin orang lain juga
mengalami hal yang sama. Itu pasti, pasti ada orang yang punya sedikit kesamaan
dari masa kecil saya karena saya tidak membuat kenangan masa kecil itu sendiri.
Eaaakkk!!
Semasa kecil, saya selalu senang menyambut bulan ramadhan/puasa
bukan karena keinginan membersihkan jiwa-jiwa yang kotor *dulu belum ngarti,
tapi lebih kepada >> kita puasa 1 bulan? Libur 1 bulan penuh? Wohhhoo.
Yah itu dia, L I B U R. siapa yang tidak suka libur? Semua orang pasti suka,
apalagi anak kecil. Dulu mah tidak ada yang namanya “aduh, kangen sekolah kangen teman-teman kangen suasana kelas kangen
seseorang” . mungkin pada zamannya, saya tidak terlalu mengenal rasa rindu.
Yang saya pikirkan tentu saja hanya libur tanpa pelajaran-pelajaran yang berat
( dimana 200 dibagi 100 adalah pertanyaan tersulit atau 0,001 ditambah 0,002
lebih berat kagi) kemudian tidak harus bangun pagi-pagi ke sekolah, tidak ada
tugas. Semua terasa menyenangkan. Walaupun pada kelas 4 untuk pertama kalinya
dalam sejarah pendidikan Indonesia ada yang namanya buku Amaliah Ramadhan.
Semua orang tau buku apa itu. buku yang berisi keterangan atau menjelaskan
secara singkat kegiatan kita selama Ramadhan. Saya jadi mengerjakan ibadah
bukan karena Allah tapi agar buku Amaliah Ramadhan saya terisi dengan yang
baikbaik. -_-. Namun, kelas IX SMP saya sudah tidak menerima buku warna merah
jambu suram itu. yeeyy,, merdeka! Dan sekarang saya sedikit merindukannya.
Hanya rindu, bukan ingin memilikinya lagi. Saya jadi harus menghitung tanggal
untuk tahu ini-hari-ke-berapa-kita-berpuasa.
Kesenangan menyambut bulan ramdhan yang kedua adalah saat Ramadhan
banyak makanan yang enak-enak. Menu untuk 11 bulan dengan menu makanan 1 bulan
berbeda. Kalau di bulan Ramadhan, setiap hari ada yang namanya takjil.
Sedangkan di luar bulan ramdhan makanan seperti itu akan dibuat oleh ibu saya
pada saat-saat tertentu saja. Meskipun banyak di jual di pasaran, namun buatan
Ibu masih yang terbaik (matabelingbeling). Selain itu, kalau bulan ramadhan
banyak yang mengadakan acara buka puasa bersama. Semasa kecil, puasa tidak
puasa kaki tetap mantap melangkah ke pelaminan *nah loh? Maksud saya ke rumah
orang-orang yang mengadakan buka puasa bersama. Kalau di kampung saya, yang
mengadakan buka puasa bersama hanyalah dari kalangan orang-orang berada kalangan
orang-orang papan atas. Jadi, mereka seperti memiliki agenda mengadakan buka
puasa bersama setiap tahun. maka dari itu, berdasarkan teori di atas saya
selalu menimang-nimang (?) pasti selanjutnya si anu yang mengadakan buka puasa
bersama, selanjutnya ini selanjutnya itu… dan seterusnya. Dari kecil, saya
sudah berpikir analitis dan memperhitungkan segala sesuatunya dengan matang
sampai hangus. Kalian tentu tahu jika mengadakan acara buka puasa bersama
seperti itu pasti makanannya juga makanan-makanan elite dari kelas-kelas kakap
atas (?). makanan yang pada bulan-bulan lainnya hanya didapat pada acara-acara
besar seperti kawinan, aqiqahan dan sebagainya.
Kemudian, yang ketiga pergi taraweh. Kalau sekarang mungkin pergi salat
taraweh adalah hal yang cukup membuat kaki sulit melangkah,pada saman saya
kecil tarawehan bersama adalah yang paling saya tunggu-tunggu. Setelah berbuka
puasa, itupun kalau puasa, saya langsung cuss ambil wudhu dan ke masjid untuk
tarawehan. Salat magrib? Salat magrib dilakukan di saat-saat tertentu, dimana
jika semangat salat sedang tinggi-tingginya. Itu semasa saya kecil yah, kalau
sekarang yaah mungkin juga begitu. Hahah, masih mencoba berubah. Lanjutt..
alasan mengapa tarawehan adalah yang paling ditunggu-tunggu adalah…eng ing engg
drrrruuttt… pyong pyeng pyurr… saya juga bingung. Ttttrrrrttdddt.. mungkin
karena saya akan segera mengisi buku amaliah ramdhan, ya berhasil mengisi buku
itu dalam sehari merupakan sebuah prestasi besar. Mungkin juga disebabkan
karena akan segera bertemu teman-teman, saya kalau taraweh pergi bersama dengan
tetangga tapi kalau sudah di masjid bertemu dengan teman-teman sekolah juga.
Jadi kami semakin banyak. Semakin banyak, maka semakin ributlah kami. Anak
kecil. Dulu, kami begitu heboh saat para da’I naik mimbar dan salam serta
pembukaan telah diucap, iya heboh bertanya sana sini “judul ceramahnya apa? Tadi dia bilang apa? Namanya siapa? Eh, ini
namanya masjid apa sih?” pertanyaan terakhir sedikit parah. Saya paling
benci jika nama penceramahnya panjang kali lebar kali tinggi tambah luas pake
S.Sos SH Spd Steh. Nama mereka tidak cukup di buku mungil kami dan kami harus
susah payah membuat tulisan sekecil-kecilnya. Itu adalah keterangan-keterangan untuk mengisi
buku Amaliah ramadhan kami yang tersayang itu. jika teman sedekat kami tidak
memiliki jawaban yang memuaskan maka tanpa ragu kami pun akan melakukan
perjalanan lintas sajadah, dari sajadah yang satu ke sajadah yang lainnya untuk
mencapai segerombolan siswa lainnya demi jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang
menumpuk di kepala kami. Sungguh besar perjuangan kami, guru-guru harus tahu
itu. mereka seenaknya meminta buku merah jambu itu membuka setiap buku selama
kurang dari 1 detik kemudian membuangnya. Mereka tidak pernah tahu bagaimana
perjuangan kami menemukan jawaban-jawaban atas permintaan-permintaan dari buku
merah jambu itu. kami harus berjalan ratusan ribu kilometer demi mencapai
masjid (cerita ini hanyalah fiktif belaka), menghabiskan suara berteriak-teriak
di antara kerumunan mengimbangi suara penceramah yang berkoar-koar penuh
semangat tinggi, kami juga harus memiliki keberanian tinggi untuk melawan
ibu-ibu penegur, kami harus melintasi lautan sajadah, kami harus berjuang
melawan tatapan sinis dan kebencian dari jemaah lainnya, berdesak-desakan di antara
kerumunan demi sebuah tandatangan yang bahkan ia bukanlah artis idola. Sungguh
perjuangan besar, nak. Tapi tidak dihargai, sedihnya. Bayangkan, kami harus
melakukan semua itu dalam suatu tempat suci bernama masjid. Itu dosa bukan sih?
Dulu, saya dan teman-teman hampir setiap malam ditegur oleh ibu-ibu di masjid.
Tentu saja gara-gara kami terlalu ribut dalam bercerita. Dan tentu saja ibu-ibu
yang sering menegur kami telah menjadi musuh kami sampai sekarang. Hahah,
dendam. Muka judes dan pasang tampang sok galak menjadi ciri khas ibu-ibu itu.
setelah menegur kami dan kami pun diam, mereka yang berbicara walaupun dengan
volume lebih kecil tapi itu sama saja. Hal itu melukai harga diri dan harkat
martabat kami sebagai manusia yang diciptakan oleh Allah dan dibesarkan oleh
Ayah dan ibu kami dengan segunung makanan sesamduera minuman, maka kami pun
kembali bercerita dengan suara yang lebih besar dan pura-pura tidak mendengar
jika ditegur. Hahah, nakal sekali kami. Kalau ada anak-anak seperti itu pada
masa sekarang ini dimana saya pasti juga sangat risih dengan mereka, entah apa
yang harus saya lakukan. Ingin sekali rasanya saya memberikan ban sepeda untuk
menutup mulut mereka. Namun, anak-anak jaman sekarang sudah tidak ada yang
serusuh kami. Mereka mengisi buku Amaliah Ramadhan dengan tenang. Mereka
mengisinya dengan apapun sedikit banyak yang mereka dengar keluar dari mulut si
pencermah. Setidaknya pemikiran mereka lebih maju daripada kami-kami. Karena
yang ingin kami tulis benar-benar merupakan judul dari ceramah itu kemudian
segera bercerita.
Saat bercerita, kami akan menceritakan kisah puasa kami pada hari
itu, bagaimana keadaan di sekolah, tentang kecurangan permainan yang tadi kami
mainkan menjelang bedug, tentang guru-guru di sekolah, tentang bagaimana kami
menyukainya dan bagaimana kami begitu membencinya, tentang ibu-ibu judes itu
dengan 1001 doa kami yang yaahh semoga Allah tidak mengabulkannya heheh, tentang
menu berbuka puasa kami, tentang baju baru dan masih banyak lagi. Kami selalu
menceritakannya dengan heboh, dengan gaya anak kecil yang begitu lepas. Anak
kecil zaman sekarang sedikit lebih tenang dalam bercerita, mereka bisik-bisik.
Tentu saja, mereka sedang bercerita mengenai cowok di depan sana, tentang anak
laki-laki yang mereka sukai di sekolah, tentang anak laki-laki sekelas mereka
yang tampan dan pintar itu, tentang teman-teman mereka, tentang android baru
mereka, tentang facebook twitter instagram dan semacamnya. Tak lupa foto semasa
taraweh kemudian upload di socmed. Di ujung sajadah mereka terselip sebuah
android merek terbaru, dan mereka akan sibuk sendiri berjelajah di dalamnya, begitu tenang dan membuat ibu-ibu
galak yang kami kenal dulu sudah tidak ada lagi. Sementara dahulu kami membawa
buku amaliah ramadhan beserta al-quran yang yaah bahkan kami tak pernah
menyentuhnya. Hanya membawanya. Hahah. Aku merindukan masa-masa itu. :’)
bagiku, untuk masa kecil tidak perlu menjelajahi dunia dulu, jelajahi dan
telusuri saja kampungmu kotamu, secara langsung, kaki yang menyentuh tanah
kelahiran ssendiri dan jejak kaki yang membekas di setiap sudut kampung.
Eaa..eaaa.. daripada jelajahi dunia terlalu cepat namun tempat tinggal sendiri
tidak kenal bahkan aroma tubuhnya pun tidak tertinggal sedikitpun di dunia yang
ia ‘jelajahi’ itu.
Meskipun begitu banyak kesenangan seperti tersebut di atas, bulan
Ramdhan kadang juga memberi sedikit kemurungan. Seperti yang dapat ditebak
setiap orang >> P U A S A. tidak makan, tidak minum seperti biasanya.
Tidak bermain juga agar tidak haus kecuali jika hampir bedug magrib. Semua
menjadi terbatas tapi karena masih kecil, jadi saya berasumsi bahwa saya belum
diwajibkan berpuasa. Puasa tidak puasa tidak jadi masalah. Puasa satu hari
penuh maupun setengah hari sama saja. Namanya baru belajar, meskipun saya masih
mencoba untuk kuat berpuasa.
Untuk mengisi waktu selama puasa, hal yang paling sering saya
lakukan semasa kecil adalah main kartu dan tidur. Mungkin hanya dua kegiatan
itu dan juga wudhu di WC lama-lama sampai waktu salat telah habis. Haha, main
kartu di bulan ramdhan ternyata dilarang walaupun tidak ada unsur judinya.
Waktu kecil, saya tidak tahu jadi yaa tetap main. Saya menghentikan aktivitas
itu setelah mendengar ceramah ustas yang mengatakan main kartu di bulan
ramadhan itu haram hukumnya, bahkan di luar bulan ramadhan. Tapi, sebenarnya
main kartu memang asik dan membuat kita lupa akan lapar dan haus. Selanjutnya,
tidur. Sampai sekarang kegiatan ini terus menemani hari-hari saya saat berpuasa
walaupun dengan durasi yang lebih sedikit dibandingkan semasa kecil dulu.
Ustas-ustas juga selalu bilang “tidur
adalah ibadah”. Dulu, Yang saya tahu adalah bahwa di bulan puasa semua
ibadah yang dilakukan akan dilipatgandakan. Maka, tidur adalah ibadah yang
paling menyenangkan.
Wudhu. Untuk mengisi buka
merah jambu di bagian salat, saya sedikit rajin dalam salat walaupun masih
keseringan bolong. Sensasi berbeda saat akan menjalankan salat adalah berwudhu.
Di saat matahari bersinar begitu terik tanpa belas kasihan kepada manusia yang
berpuasa, berwudhu lama-lama merupakan pilihan tepat untuk menyegarkan badan.
Dengan sedikit membuat kesalahan kecil yang dapat membatalakan wudhu, saya dapat
melakukan wudhu secara berulang-ulang sampai saya merasa puas, bahkan sampai
waktu salat telah habis. Jika saat itu tiba, maka dengan segera saya berlari
mengambil seperangkat alat salat secepatnya dan tentu saja melakukan salat.
Bagi saya, semuanya belum terlambat sebelum adzan berkumandang.
Kegiatan yang juga sering saya lakukan semasa kecil dalam mengisi
puasa adalah bermain ‘bongkar pasang’ bersama teman-teman. Mainan ini terbuat
dari kertas yang dibuat sedemikian rupa berbentuk orang beserta seperangkat
baju-bajunya dan perlengkapan rumahnya. Yang dibuat agar orang itu dapat
memakai baju. Adohh! Saya tidak tahu menjelaskannya, yang jelas permainan ini
sangat menarik dan menyenangkan. Permainan ini dapat dilakukan bersama maupun
seorang diri, walaupun demikian dilakukan bersama tentu lebih baik agar tidak
disangka gila karena bebicara sendiri. Selain menyenangkan dan puasa menjadi
tidak kerasa permainan ini juga membuat kita dapat berimajinasi tinggi ke
tingkat cakrawala luas seluas samudra mahameru. Sekalian mengasah tingkat
imajinasi kita alias kekereatifan. Kemanakah permainan itu sekarang? Saya sudah
tidak pernah menemui ada anak yang memainkannya lagi. Dulu, saya punya sekotak
kertas-kertas seperti itu. permainan anak saman sekarang berbeda.
Kegiatan terakhir >> merecoki ibu memasak. Saat-saat
menantikan berbuka puasa tentu yang paling menyenangkan. Setelah berpuasa
penuh, rasa haus dan lapar akan segera sirna. Dan itulah saatnya Ibu akan
menyiapkan makanan berbuka puasa. Semasa kecil, saya sering diusir oleh Ibu
dari dapur karena sangat tidak sabar ingin mencoba setiap makanan yang ada
bahkan kadang melakukan sedikit kesalahan kecil agar dapat merasakan sedikit
saja rasa makanan dan berusaha agar sebisa mungkin terlihat seperti kecelakaan.
Jadi, puasa tidak batal karena ‘tidak disengaja’. Namun, pada masa sekarang
ini, Ibu saya harus berteriak ribuan kali dengan suara harus sekeras suara
adzan berkumandang agar saya dapat ke dapur membantunya memasak makanan berbuka
puasa. :D
Selain puasa, makan sahur juga menjadi waktu makan yang aku benci.
Bangun di saat tidur sedang lelap-lelapnya saat kelelahan akibat kegaduhan di
Mesjid minta untuk dipulihkan. Aku termasuk
orang yang susah bangun saat sahur, namun aku tetap memaksa karena jika
tidak sahur aku tidak akan kuat berpuasa. Namun sekarang berbeda, bagiku sahur
adalah saat paling menyenangkan. Bahkan lebih menyenangkan daripada berbuka
puasa. Sahur memiliki seni tersendiri. Hahah, sahur lebih hangat dan menyatukan
keluarga daripada berbuka puasa dimana semua diam benar-benar diam menikmati
makanannya sendiri karena terlalu lapar dan merupakan waktu dimana banyak orang
egois dan maruk bersarang. Maksutnya
sipat egois dan maruknya lagi keluar. Begittuh.
Ada satu lagi kesenangan yang terlupakan yaitu SALAT SUBUH. Sekilas,
hal itu biasa saja, salat subuh. Namun jika dilakukan bersama teman-teman di
Mesjid jadi luaaarrr biaasssaa.. meskipun harus kejar-kejaran dengan anjing
dalam perjalanan ke mesjid, namun itulah yang membuatnya menyenangkan. Dikejar
anjing berjamaah. Hahah, kemudian salat berjamaah dimana mulut sering sekali
menguap lebar-lebar. Demi mengusir rasa kantuk itu, bercanda bergurau dan
bermain dalam salat pun tak terelakkan. Tentu saja salat menjadi tidak sah,
tapi kembali lagi Anak kecil yang polos dan tidak tahu apa-apa. Sebenarnya, ia
tahu apa-apa tapi anggaplah dalam salat seperti itu mereka tidak tahu apa-apa.
Namun, jika saya lagi sadar bahwa salat tidak sah maka saya akan melakukan
takbiratul ihram berkali-kali. Setelah salat berjamaah, maka kami pun akan
jogging berjamaah. Hahah, itu sudah kebiasaan turun temurun. Jalan-jalan subuh
istilahnya di kampung saya. Main petasan atau sekadar jalan-jalan dan bertemu
dengan jemaah dari mesjid lain yang juga melakukan kegiatan yang sama baik itu
teman sekolahan ataupun orang asing. Sungguh menyenangkan. Saya tidak tahu
apakah, pada masa sekarang ini masih ada yang melakukan kegiatan itu, tapi yang
jelas saya sudah cukup besar untuk melakukannya. Namun, akan sangat disayangkan
bila tidak ada penerus tradisi ini. Haha, jangan-jangan anak kecil zaman
sekarang hanya tidur-tiduran di kasurnya yang empuk dengan android canggih di
tangan. Serasa jelajahi dunia padahal hanya tidur di kasur.
Berbicara masalah Ramadhan memang tidak ada habisnya, cerita di otak
saya masih sangat banyak namun jika semuanya harus dituangakan ke dalam tulisan
ini entah berapa hari saya harus duduk mengetik semuanya. Mungkin sahur di
Australia kemudian berbuka di Islandia
takkan cukup. Maka kita cukupkanlah sampai di sini cerita ini. Semoga para
pembaca (sekali lagi, kalau ada) dapat menyaring mana yang baik dan mana yang
buruk dan menimbang mana yang boleh diikuti dan mana yang tidak dianjurkan.
Namun, sepertinya tidak ada yang pantas diikuti di sini. Ini hanyalah kisah
dari memori masa kecil saya, yang yaah bisa dikatakan anak kecil yang polos dan
belum dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Cerita ini dibuat
hanya untuk hiburan semata bukan untuk buku panduan. Oh iya, Ramadhan juga
memberikan keuntungan berlebih para penjual kurma loh. Karena sunnah dari
Rasulullah SAW yang berbuka dengan kurma terlebih dahulu. Mungkin hal itu
jugalah yang menciptakan sunnah baru yaitu berbukalah dengan yang manis-manis
agar penjual gula juga untung besar. Padahal, tidak ada sunnah yang mengatakan
demikian. Eeh, kok jadi cerita lagi sih? Yaudahlah, Sekian, Muah muah! (Trauma
titik dua bintang). See yaaa!!!
Komentar
Posting Komentar