Sudah lama tidak membicarakan cinta.
bahkan jari-jari ini serasa kaku menguntai kata tentangnya lagi.
Bukan traumatis atau semacamnya hanya saja jadi sedikit kikuk.
Karena sekarang aku harus bercerita tanpa rasa.
Rasaku terbunuh bersama hilangnya segala kenang.
Yah, kini aku tanpa rasa.
Mati.
Tak berarti.
Mencintai ya...
Definisinya saja aku masih abu-abu.
Masih meraba-raba lorong kelam tanpa cahaya.
Aku... Tak tahu.
Esensi mencintai.
Memiliki.
Saling memiliki.
Makna dari sebagian besar ummat. Pasti.
Namun mengapa aku melihatnya berbeda?
Menjaga.
Aku mendefinisikannya demikian.
Menjaga ia yang kamu cintai.
Menjaga rasamu suci tak tersentuh.
Dan menjaga...
Tak harus dengan merangkul.
Tak harus dengan memeluk erat.
Menjaga bumi hijau tak harus dengan menetap bersamanya bukan?
Terkadang membiarkannya tumbuh dan berkembang adalah cara mencintai.
Tak perlu tersentuh jemari manusia yang nyatanya hanya menyakiti.
Ku teringat tulisan lama.
Manusia itu seperti bunga.
Kamu menyukainya namun jangan petik. Karena tanganmu yang akan mengotorinya sendiri.
Kamu pikir kamu menjaganya namun nyatanya kamu hanya membuatnya mati dalam keadaan yang mengenaskan.
Seorang pernah berkata
"kalau kamu rasa itu indah, biarkan saja dia. Biarkan dia tumbuh sebagaimana mestinya"
Tapi aku menyukainya.
"lantas kalau kamu menyukainya kamu bebas mengambilnya dan menyentuhnya? Lalu kenapa kalau kamu menyukainya lalu mencabutnya? Bukankah itu sama saja dengan merusaknya? Tidak. Kamu tidak benar-benar menyukainya. Kamu hanya kagum semata. Mengambilnya. Kemudian dia akan layu lebih cepat. Kemudian membuangnya dan menggantinya dengan yang baru"
Wanita memang ibarat Bunga.
Seperti itulah.
Lalu bagaimana?
Biarkan.
Biarkan dia hidup sebagaimana mestinya.
Layu pada waktunya.
Tergantikan sesuai hukumnya.
Pelihara jika memang sudah memiliki kesanggupan.
Sepertinya majasku sudah menjelaskan.
Untuk membiarkan kita butuh apa?
Keikhlasan.
Titik tertinggi dari mencintai.
Kata 75% manusia dewasa yang aku kagumi.
Butuh hati yang kuat.
Jiwa yang siap.
Raga yang sigap.
Atau mungkin...
Keikhlasan yang akan membentuknya dengan sendirinya.
Tak perlu kuat di awal.
Tak perlu siap di awal.
Ikhlaskan saja dulu.
Maka baja sedang terasah dalam diri.
Titik tertinggi harga diri sedang terbentuk.
Bukan melebihkan tapi sungguh hanya orang luar biasa yang mampu.
Dahulu suka mengagumi manusia super itu.
Hingga akhirnya bisa mencicipinya sendiri.
Ketika situasi, kondisi dan waktu tidak memungkinkan untuk memiliki, ikhlaskan.
"nyatanya cinta yang sebenar-benarnya hanya ada pada keikhlasan untuk tidak memiliki"
-Mas Adjie
Ketika ragamu tau kamu bisa memiliki.
Tapi sebagian dirimu paham ada sesuatu yang lebih benar.
Mengikhlaskan untuk tidak memiliki adalah yang terbaik.
Walaupun kamu tahu dia nanti akan menemukan bahagianya sendiri.
Kamu mengikhlaskannya dan bahagia atasnya.
Kamu kuat, kawan!
Aku tahu itu.
Hey kawan-kawan pejuang Jannahku!
Biarkan waktu sembuhkan lukamu.
Luka yang sama-sama kita paham bahwa kita yang menorehkannya sendiri.
Bila waktu dan keadaan belum mengizinkan apa mau dikata, coba menjadi salah satu dari manusia terkuat di dunia. Mengikhlaskan.
Karena manusia itu penuh dengan ego. Ego memiliki adalah yang terbesar.
Jika ada kesempatan, mengapa tak memiliki? Dan setan akan riuh bersorak-sorai.
Ayo berjuang menang atas ego sendiri dan atas godaan setan!
Karena sejatinya, musuh terbesar bagi kita adalah ego diri sendiri.
Kekuatan terbesar bukan terletak pada seberapa hebat kita melawan orang lain tapi seberapa hebat kita melawan ego sendiri.
Jadilah kuat! :)
bahkan jari-jari ini serasa kaku menguntai kata tentangnya lagi.
Bukan traumatis atau semacamnya hanya saja jadi sedikit kikuk.
Karena sekarang aku harus bercerita tanpa rasa.
Rasaku terbunuh bersama hilangnya segala kenang.
Yah, kini aku tanpa rasa.
Mati.
Tak berarti.
Mencintai ya...
Definisinya saja aku masih abu-abu.
Masih meraba-raba lorong kelam tanpa cahaya.
Aku... Tak tahu.
Esensi mencintai.
Memiliki.
Saling memiliki.
Makna dari sebagian besar ummat. Pasti.
Namun mengapa aku melihatnya berbeda?
Menjaga.
Aku mendefinisikannya demikian.
Menjaga ia yang kamu cintai.
Menjaga rasamu suci tak tersentuh.
Dan menjaga...
Tak harus dengan merangkul.
Tak harus dengan memeluk erat.
Menjaga bumi hijau tak harus dengan menetap bersamanya bukan?
Terkadang membiarkannya tumbuh dan berkembang adalah cara mencintai.
Tak perlu tersentuh jemari manusia yang nyatanya hanya menyakiti.
Ku teringat tulisan lama.
Manusia itu seperti bunga.
Kamu menyukainya namun jangan petik. Karena tanganmu yang akan mengotorinya sendiri.
Kamu pikir kamu menjaganya namun nyatanya kamu hanya membuatnya mati dalam keadaan yang mengenaskan.
Seorang pernah berkata
"kalau kamu rasa itu indah, biarkan saja dia. Biarkan dia tumbuh sebagaimana mestinya"
Tapi aku menyukainya.
"lantas kalau kamu menyukainya kamu bebas mengambilnya dan menyentuhnya? Lalu kenapa kalau kamu menyukainya lalu mencabutnya? Bukankah itu sama saja dengan merusaknya? Tidak. Kamu tidak benar-benar menyukainya. Kamu hanya kagum semata. Mengambilnya. Kemudian dia akan layu lebih cepat. Kemudian membuangnya dan menggantinya dengan yang baru"
Wanita memang ibarat Bunga.
Seperti itulah.
Lalu bagaimana?
Biarkan.
Biarkan dia hidup sebagaimana mestinya.
Layu pada waktunya.
Tergantikan sesuai hukumnya.
Pelihara jika memang sudah memiliki kesanggupan.
Sepertinya majasku sudah menjelaskan.
Untuk membiarkan kita butuh apa?
Keikhlasan.
Titik tertinggi dari mencintai.
Kata 75% manusia dewasa yang aku kagumi.
Butuh hati yang kuat.
Jiwa yang siap.
Raga yang sigap.
Atau mungkin...
Keikhlasan yang akan membentuknya dengan sendirinya.
Tak perlu kuat di awal.
Tak perlu siap di awal.
Ikhlaskan saja dulu.
Maka baja sedang terasah dalam diri.
Titik tertinggi harga diri sedang terbentuk.
Bukan melebihkan tapi sungguh hanya orang luar biasa yang mampu.
Dahulu suka mengagumi manusia super itu.
Hingga akhirnya bisa mencicipinya sendiri.
Ketika situasi, kondisi dan waktu tidak memungkinkan untuk memiliki, ikhlaskan.
"nyatanya cinta yang sebenar-benarnya hanya ada pada keikhlasan untuk tidak memiliki"
-Mas Adjie
Ketika ragamu tau kamu bisa memiliki.
Tapi sebagian dirimu paham ada sesuatu yang lebih benar.
Mengikhlaskan untuk tidak memiliki adalah yang terbaik.
Walaupun kamu tahu dia nanti akan menemukan bahagianya sendiri.
Kamu mengikhlaskannya dan bahagia atasnya.
Kamu kuat, kawan!
Aku tahu itu.
Hey kawan-kawan pejuang Jannahku!
Biarkan waktu sembuhkan lukamu.
Luka yang sama-sama kita paham bahwa kita yang menorehkannya sendiri.
Bila waktu dan keadaan belum mengizinkan apa mau dikata, coba menjadi salah satu dari manusia terkuat di dunia. Mengikhlaskan.
Karena manusia itu penuh dengan ego. Ego memiliki adalah yang terbesar.
Jika ada kesempatan, mengapa tak memiliki? Dan setan akan riuh bersorak-sorai.
Ayo berjuang menang atas ego sendiri dan atas godaan setan!
Karena sejatinya, musuh terbesar bagi kita adalah ego diri sendiri.
Kekuatan terbesar bukan terletak pada seberapa hebat kita melawan orang lain tapi seberapa hebat kita melawan ego sendiri.
Jadilah kuat! :)
Komentar
Posting Komentar