Langsung ke konten utama

INNER-CHILD

 


Hai hari ini aku mau bahas mengenai inner-child atau luka batin. Well, inner-child ini sebenarnya hampir ada di semua orang baik sadar maupun tidak disadari. Tanpa kita sadari inner-child yang belum disembuhkan sangat mempengaruhi kehidupan kita, bagaimana kita bersikap, bagaimana menghadapi masalah, bagaimana hubungan kita dengan orang lain. Jadi apakah penting menyembuhkan inner-child? Menurutku sangat penting. Sama seperti ketika kita terluka, tentu perlu diobati karena jika dibiarkan begitu saja akan terjadi infeksi atau pembengkakan yang justru memberikan akibat yang lebih parah. Menurutku jadi berat bagi kita juga untuk menjalani kehidupan dan karena manusia adalah makhluk social yang berinteraksi dengan orang lain, inner-child yang belum disembuhkan sedikit banyak bisa melukai orang lain. Contoh kecilnya, bagaimana kita mendidik atau berperilaku kepada anak-anak. Orang yang belum sembuh dari inner-childnya cenderung untuk melampiaskan luka batinnya kepada anak tersebut hasilnya anak itu pun nantinya bisa jadi tumbuh dewasa dengan batin yang terluka pula dan seterusnya menjadi rantai jika tidak ada yang berinisiatif untuk memutusnya. Anyway tidak hanya berlaku untuk orangtua saja, pasti banyak anak kecil di sekeliling kita dan mereka juga termasuk anak-anak yang harus kita jaga masa emasnya. Kita bermasyarakat itu memberikan efek domino, apa yang kamu berikan kepada orang lain bisa jadi diteruskan kepada orang lain lagi dan sewaktu-waktu bisa kembali ke kamu. Mungkin ini yang orang-orang sebut sebagai hukum karma. Apakah diriku percaya pada hukum karma? Entahlah, yang jelas aku percaya bahwa apa yang kamu tanam maka itu pula yang akan kamu tuai. Jadi teruslah berbuat baik karena tidak ada yang sia-sia, jika tidak dibalas oleh orang yang dituju maka akan dibalas oleh Allah melalui cara/orang lain, berlaku sebaliknya jika kamu berbuat jahat maka akibatnya pun akan menantimu di dunia atau di akhirat (bagi yang percaya hari akhir). Hari ini aku mau bahas mengenai apa itu inner-child, penyebabnya sekaligus dampaknya dan apa yang bisa kita lakukan untuk menghadapinya.

Apa itu inner-child?

Menurut Lawson (2010) luka batin adalah suatu formatif dari pengalaman menyakitkan masa lalu yang dapat menentukan pandangan, sikap, emosi, dan reaksi seseorang. Mungkin seseorang sudah lupa dengan detail pengalaman masa lalu yang menyakitkan itu, namun afeksi atau perasaannya masih ada. Luka batin memiliki perbedaan dengan trauma, dimana luka batin mayoritas dimiliki setiap orang dengan pengalaman dan persepsi yang berbeda-beda. Sedangkan trauma dalam DSM-5 lebih mengarah pada suatu gangguan psikologis akibat adanya peristiwa yang mengancam jiwanya, dengan gejala dan rentan waktu yang sudah ditentukan (novitasari, 2021).

Penyebab dan dampak inner-child

Beberapa contoh dampak luka batin yaitu seseseorang mudah melakukan kekerasan kepada orang lain, bersifat sangat posesif kepada pasangannya, sangat berambisi dan tidak pernah bisa mengalah, bahkan seseorang bisa menjadi sangat takut dan anti pada figur lelaki ataupun perempuan. Perilaku-perilaku orang semacam inilah yang berawal dari pengalaman dicintai maupun dilukai dari orang-orang di sekitarnya. Seperti pengalaman kekerasan fisik dan emosional yang didapat atau dilihat ketika masa kecilnya, pengalaman tidak diperhatikan oleh orangtuanya, dan di-bully oleh temantemannya. Sebab lain yaitu adanya pengalaman traumatis yang sangat menekan batin seseorang, seperti kekerasan seksual, peristiwa kecelakaan, perselingkuhan orangtua, serta masih banyak manifestasi perilaku seseorang yang dapat dijelaskan dari adanya pola luka batin seseorang di masa lalunya (Yantzi, 2009).

Sr. Maria Felicia (2010) mengatakan bahwa setiap manusia mempunyai alam bawah sadar. Alam bawah sadar, seperti komputer yang dapat merekam segala pengalaman dan peristiwa yang pernah dialami selama hidup di dunia ini, baik peristiwa atau pengalaman yang menyenangkan (positif) maupun yang menyakitkan (negatif). Kata dosenku, semua hal yang terjadi atau ilmu yang telah kita serap itu tidak ada yang hilang, semuanya terserap oleh otak kita tinggal bagaimana kemampuan kita untuk menggali lebih dalam memori itu. Masyaa Allah sekali bukan kekuatan Allah SWT dalam menciptakan makhluk-Nya? Masa-masa yang rawan untuk luka batin menurut Sr. Mariia Felicia adalah:

Masa dalam Kandungan

Alam bawah sadar sudah dapat merekam sejak kita berada dalam kandungan. Jadi, apa yang dialami dan dirasakan oleh sang ibu, si janin sudah ikut merasakan dan apa yang dirasakan ini terekam dalam alam bawah sadarnya. Apabila sang ibu saat mengandung bahagia dan mendapatkan limpahan kasih sayang maka akan berpengaruh pada bayi dalam kandungannya, begitu pula sebaliknya apabila saat ibu banyak tertekan, stress atau merasa cemas juga akan berpengaruh pada bayi. That’s why ibu hamil tidak boleh stress atau kalau bisa dibuat sebahagia dan senyaman mungkin karena sangat berpengaruh pada si bayi. But tahukah bahwa yang lebih parah lagi apabila bayi tersebut tidak diinginkan atau mengalami penolakan? Terutama jika orangtuanya mencoba untuk menggugurkannya seperti mengonsumsi obat-obatan, memberikan umpatan atau kata-kata kebencian, berlaku kasar terhadap bayi hingga waktu tertentu. Hal tersebut dapat sangat berpengaruh pada anak nantinya. Anak yang pada masa dalam kandungan mendapat penolakan seringkali mengakibatkan si anak menjadi pemberontak, penakut, marah tanpa alasan, dan lain sebagainya. Atau bila si ibu pada masa kehamilannya, dia mengalami tekanan, rasa kuatir dan putus asa, maka si anak juga akan membawa perasaan-perasaan yang dialami si ibu. Payne (1991) mengatakan bahwa korban tindak kekerasan pada usia anak kelak akan sering merasa sulit untuk menerima kenyataan bahwa orang tua mereka telah benar-benar melakukan sesuatu yang salah.

So, kalau memang belum siap untuk memiliki anak, yaa jangan buatlahh!!! Menurut kamu pertemuan antara sel telur dan sel sperma itu akan menghasilkan apa kalau bukan zigot? Even pake pengaman pun masih ada kemungkinan kebocoran jadi stay halal saja bestie!

Masa Kelahiran

Saat kelahiran adalah saat-saat yang singkat tetapi pada saat-saat yang singkat itupun tidak luput dari bebasnya akar luka batin. Mungkin terjadi kelahiran yang sulit, dan bila terjadi demikian biasanya menjadikan si anak kurang percaya diri, takut tampil di muka umum, atau juga sering merasa bersalah. Atau kelahiran prematur, si anak akan sering merasa minder, tidak berdaya, dan selalu bergantung dengan orang lain.

Masa Bayi

Bayi yang seringkali ditinggal oleh orangtuanya (karena kesibukan orangtua) dan diserahkan kepada pembantu, akan membuat si anak mencari perhatian dari orang lain, karena pada waktu bayi kurang perhatian dan kasih sayang sehingga nantinya akan mencari sesuatu yang kurang itu dalam diri orang lain.

Masa Kanak-kanak

Masa kanak-kanak juga menjadi masa yang rawan untuk luka batin. 1000 hari pertama anak adalah Golden age tentu sampai masa kanak-kanak ini. Pada masa kanak-kanak kita itu berada di antara mengerti dan tidak mengerti mengenai apa yang terjadi pada kita dan meninggalkan luka yang sangat membekas.

Sebagai contoh, cerita seorang gadis yang semasa kecilnya seringkali mendengar dan menyaksikan pertengkaran orangtuanya. Ketika peristiwa tersebut terjadi, dia merasa sangat ketakutan dan sebagai anak-anak dia tidak dapat melakukan apa-apa untuk mencegah pertengkaran itu, yang bisa dia lakukan hanyalah menangis. Ternyata peristiwa ini sangat membekas dalam pikiran dan hatinya sehingga pada masa dewasa, bila dia mendengar suatu keributan-keributan dia akan merasa sangat ketakutan dan tak jarang dia akan menangis bila mendengar keributan itu. Akan tetapi, setelah penyembuhan batin dengan mengampuni kedua orang tua dan melupakan peristiwa tersebut, maka dia dilepaskan dari ketakutannya.

Tak jarang kejadian pada masa kanak-kanak terekam sangat jelas hingga detail di memori kita. Sehingga mungkin sempat terpikir “kok bisa masih teringat hingga baju apa yang dipakai, kalimat yang dilontarkan, jam berapa, latarnya dimana padahal sudah terjadi bertahun-tahun silam?”. Iya, karena di masa golden age  ini memang sangat krusial. Bagaimana kita dibesarkan, lingkungan keluarga, teman-teman, masyarakat, semuanya sangat berpengaruh terhadap kepribadian yang terbentuk. Tak jarang kita temukan pengalaman negative yang masih terbawa hingga dewasa. That’s inner-child.

Seperti contoh di atas, mungkin bagi sebagian orang mendengar keributan adalah hal biasa tapi bagi orang yang memiliki inner-child yang belum disembuhkan maka bisa memberikan efek yang luar biasa. Karena yang tertinggal hingga seseorang dewasa adalah perasaannya. Misal, saat kecil kita pernah dibentak di waktu yang salah (entah mengapa terasa sangat menyakitkan pada masa itu), maka perasaan itu bisa saja terbawa hingga dewasa. Meski saat dewasa pun, kita berpikir “seharusnya aku tidak memiliki perasaan seperti itu jika hanya dibentak. Dulu aku lebay deh”. Tapi perasaan ketakutan, sedih, kecewa saat kita masih kanak-kanak itu yang akan tetap ada dan dibawa hingga dewasa. Hope you understand soalnya ini aku gak tau ngomong apa haha.

Masa Remaja atau Dewasa

Masa remaja ataupun masa dewasa pun juga masih dapat menjadi akar dari luka batin. Misalnya seorang yang pernah dilecehkan atau pernah diperkosa. Trauma dan peristiwa yang menyakitkan itu akan sangat membekas dan bisa membuat dia antipati dengan lawan jenis sehingga dia menjadi takut menikah.

Apa yang bisa dilakukan?

Biasanya inner-child ini akan muncul ke permukaan saat masa dewasa awal (18-40 tahun). Kenapa? Karena permasalahan dan konflik hidup yang kompleks pada masa dewasa awal terkadang bercampur dengan dorongan alam bawah sadar seseorang yang besar sehingga pengalaman dicintai dan dilukai itu turut ambil bagian dari setiap perilaku seseorang. Pada masa itu, pengalaman-pengalaman yang memberikan luka batin seakan menjadi luka yang kembali menganga. Tidak jarang seseorang menyerah ketika menghadapi konflik dan permasalahan dalam hidupnya, hal itu bisa berdampak pada depresi hingga bunuh diri.

Bock (2011) menjelaskan, bahwa penyembuhan luka batin adalah suatu proses mengingat, memahami, dan menerima kembali pengalaman yang melukai batin seseorang. Nugroho (2018) menyatakan bahwa sembuh dalam konteks luka batin adalah suatu proses menerima dari pengalaman masa lalunya.  Dalam proses penyembuhan luka batin, harus dimulai dari diri sendiri karena tanpa tekad dan kemauan yang besar dari diri maka proses penyembuhan akan sulit. Ini merupakan proses yang sulit karena lamgkah utama dan pertama dalam penyembuhan luka batin adalah penerimaan. Menerima kenyataan bahwa dirinya terluka, menerima bahwa semua luka ada di masa lalu, menerima untuk melepaskan luka-luka itu demi hidup yang lebih tentram. Dan sepengalamanku, proses menerima tidak semudah kelihatannya. Setelah menerima diri sendiri, biasanya sudah ada keinginan untuk benar-benar menyembuhkan luka batin itu. selanjutnya yakni memaafkan.  Jika ‘menerima’ sulit, maka ‘memaafkan’ jauh lebih sulit lagi. I must to take a note that someone who struggle with their inner-child not only needed to forgive ppl who gave them that wounds but mostly they need to forgive themselves. People with inner-child, blame all the wounds on themselves a lot, mostly, often. And worse, hurt themselves. Depends on how big the scars and how well they manage themselves on facing the fact. Semua tergantung pribadi masing-masing, ingin memaafkan diri sendiri dulu atau memaafkan orang lain terlebih dahulu. Oh dan proses penyembuhan ini bisa dilakukan sendiri dan bisa dibantu oleh professional but I suggest to seeking for professional help karena based on many journal that I’ve been read tidak semua proses penyembuhan akan langsung berhasil bahkan ada yang bisa semakin parah. Tergantung pada orang yang ingin sembuh.

Memaafkan itu sulit yah? Terutama apabila luka yang ditimbulkan begitu dalam dan besar, like I’ve been thru so much pain because of you and what’s the reason for me to forgive you??? You must to rot in hell. I’ve been losing my life and you laughing harder as happiest human being. Where are the justice? Tapi, apakah menyimpan segala kebencian itu menyenangkan? Apakah kamu bisa tidur nyenyak di malam hari? Apakah kamu sudah melupakan semuanya? Apakah perasaan itu sudah hilang? Tentu tidak, kamu menyiksa diri lebih lama dalam kebencian dan dendam. Dalam sikap tidak memberi maaf ini korban atau kamu dihadapkan pada dua pilihan kemungkinan, yaitu: (1) Mempertahankan kemarahannya secara diam-diam, dan ini membuat dirinya menderita sampai dengan saat ia membalas pelaku dengan tindakan tertentu, atau; (2) Mengubah dirinya dengan cara memaafkan pelaku dan berusaha mengakhiri semua perasaan marah, benci, dan keinginan membalas serta menggantinya dengan emosi positif.

Aku ingin memberikan sedikit pandangan bagi yang mendapatkan luka batin karena cara didikan orangtua yang tidak tepat. First of all, aku harap orangtua kalian sudah berubah menjadi lebih baik sehingga dengan ini pasti akan lebih mudah untuk memaafkan. Kamu perlu ingat bahwa tidak semua orang mendapatkan pendidikan menjadi orangtua (parenting), orangtua terutama di Indonesia cenderung mendidik anaknya sebagaimana mereka dididik oleh orangtuanya seperti yang aku sebutkan di awal, ini adalah efek domino. Terkadang mereka melakukannya tanpa sadar karena tidak tahu mana yang benar, tidak tahu cara bersikap pada anak-anak sehingga mereka hanya mengambil contoh dari bagaimana orangtua mereka dahulu memperlakukan mereka terlepas apakah itu menyenangkan atau tidak.

Mungkin kamu pernah merasakannya ketika kamu menjadi senior di suatu jenjang pendidikan. Pada Masa Orientasi Siswa (MOS), jika kamu menemukan juniormu mendapatkan perlakuan yang ‘kurang’ menurut pandanganmu, kamu akan mengatakan “ini gak ada apa-apanya dibanding kami dulu dek. Kamu mah enak gini doang, kami dulu…” feels familiar? Haha, aku tidak munafik, dulu juga pernah merasa seperti itu. ingin orang lain merasakan penderitaan yang kurasakan atau bahkan lebih. Padahal jika dinalar lagi, pada saat itu kita merasa sangat tersiksa, merasa berat, merasa semuanya hanya nonsense (berlaku untuk kekerasan atau perlakuan tak wajar selama MOS) tapi kita ingin orang lain turut merasakannya? Tanpa sadar sebelum jadi orangtua pun kita sudah punya pemikiran seperti itu, kita sudah berpotensi untuk meninggalkan luka batin pada orang lain. Bukankah bagus jika sistem yang ada menjadi lebih baik? Memang tujuannya sudah bukan kita lagi, tapi setidaknya orang lain tidak perlu merasakan hal-hal tidak menyenangkan yang kita rasakan. Jika itu tidak menyenangkan untuk kita maka tentu akan tidak menyenangkan juga untuk orang lain. Kenapa orang-orang selalu ingin orang lain merasakan penderitaan yang sama? Wkwk, aku juga kadang masih bingung dengan itu. yah mungkin kurang lebih seperti itulah kebanyakan orang Indonesia mendidik anak-anaknya, atau mungkin Negara lain jug.

Mereka tidak merasa harus belajar menjadi orangtua yang baik maka tanpa ilmu yah mereka hanya mencontoh dari bagaimana orangtua mereka memperlakukannya. Orang Indonesia tidak terlalu memperhatikan hal tersebut, mendidik anak adalah “Cuma” dan merupakan hal yang mudah dan bisa dilakukan siapapun. Tidak siap punya anak? “udahlah jalani saja dulu, nanti kalau sudah punya akan belajar dengan sendirinya” ohh I heard it a lot.  Seakan-akan mendidik anak adalah hal mudah dan bisa dipelajari otodidak (yang mana tidak sepenuhnya salah tapi resikonya mengorbankan anak pertama yang menjadi wadah belajarnya dan masa emas si anak tidak akan kembali lagi disertai batin yang sudah terluka). Intinya apa? Ya benar sekali, *kurang edukasi*. Sepertinya hampir seluruh permasalahan yang ada jika dikulik sampai akar maka akan selalu menghasilkan hasil akhir *kurang edukasi*. Karena di Indonesia menjadi Ibu Rumah Tangga tidak perlu sekolah tinggi “toh kembali ke dapur, mengurus anak dan suami, untuk apa sekolah tinggi-tinggi? Sia-sia sekolahnya. Hanya menghabiskan uang”. Karena orientasi pendidikan adalah untuk mendapatkan kerja + uang semata, bukan ilmunya.

Tapi sekarang kita patut bersyukur sudah banyak yang melek akan issue ini, bahwa rasa sakit yang kita alami tidak boleh diteruskan kepada anak kita kelak (jika berkeinginan punya anak). Jika itu menyakitkan, maka biarlah berhenti di kita. Orangtua tanpa mereka sadari meneruskan dendam akan luka batin yang mereka dapatkan kepada anak-anaknya. Kenapa? Karena tidak paham bahwa mereka memiliki luka batin yang tidak disembuhkan. Kesimpulannya? *kurang edukasi* lagi. Jadi jika kalian berencana punya anak, lebih baik belajar parenting mulai dari sekarang. “tapi kan aku belum punya anak” iya baby, justru karena kamu belum punya anak maka belajarlah mulai sekarang. Maka jika sudah punya anak maka bisa diterapkan. Jika kamu mulai belajar saat sudah punya anak, seperti sebuah kesia-siaan. Kita praktikum di laboratorium setelah memahami teori dan hal-hal yang akan kita lakukan terlebih dahulu. Kita membaca atau menonton resep terlebih dahulu baru mulai memasak. Lagipula, ilmu parenting itu sangat kompleks. Tidak bisa dikuasai dalam semalam.

Jadiii, kamu masih punya alasan untuk memaafkan orangtuamu yang membesarkanmu dengan tidak sempurna. Ketahuilah bahwa mereka pun sejatinya juga kurang tahu bagaimana harus bersikap, bahwa sesungguhnya mereka pun memiliki luka batin yang belum disembuhkan. Hal seperti ini rentan terjadi pada anak pertama karena orangtua pun pertama kalinya menjadi orangtua.  Perlu diingat, seorang anak adalah bagian dari masyarakat yang akan terjun berinteraksi dengan orang di sekitarnya. Jadi didiklah anak sebaik mungkin agar tidak melukai orang lain! Oke langsung saja pada tahap memaafkan karena sepertinya aku sudah berbicara terlalu banyak.

Langkah-Langkah Memaafkan menurut Mawan (2009) dalam perspektif teologis yaitu:

Mengingat Kembali Pengalaman Terluka

Ini merupakan langkah yang paling sulit karena harus mengalami luka itu kembali. Kalau kita tidak mau melakukannya maka kita akan tetap terikat dengan luka masa lalu dan kita tidak percaya kita mampu untuk bebas dari dampak luka yang dialami. Kita perlu untuk melepaskan segala macam bentuk pertahanan yang digunakan untuk menutup perasaan tersebut, mau tidak mau kita memang harus menghadapinya. Karena dengan menghidar atau lari dari kenyataan bahwa kita memiliki luka batin tidak akan menyembuhkannya, luka itu akan terus ada di sana dan suatu saat bisa kembali menikam dengan lebih ganas. Akibat dari mengingat kembali akan timbul perasaan berduka. Dengan berduka akan membuat kita tidak lagi menyangkal dan menolak luka yang dialami dan membiarkan kita mengalami dan berusaha pulih melalui perasaan tersebut.

Mengartikan / Memaknai Ulang Luka

It’s all about mindset (kayak iklan pengusaha muda gak sih? Haha). Mawan (2009) menjelaskan bahwa kita harus mulai membuka pikiran. Luka batin memang telah mengacaukan pikiran kita, kita melihat pelaku sebagai penjahat dan diri kita sebagai korban. Beliau menjelaskan bahwa kita perlu mengubah perspektif kita, mencoba untuk tidak hanya melihatnya dari kacamata diri kita sebagai seseorang yang terluka tetapi mencoba memposisikan diri sebagai pelaku. ”apa yang memotivasi dia berlaku demikian?” mungkin sedikit relate dengan pandangan sebagai orangtua yang kujelaskan sebelumnya. ”Kita seharusnya memandang mereka terpisah dari apa yang telah mereka perbuat dan memandang diri kita sendiri lebih dari luka yang kita derita. Ketika kita memandang diri kita sendiri sebagai pribadi maka kita mulai dapat meredakan kebencian kita. Ketika kita memandang diri kita lebih daripada luka yang kita derita maka kita dapat mengenal dengan lebih baik orang yang telah melukai”

Melepaskan Rasa Marah

Kita bisa terlepas dari kemarahan dengan cara mengakui adanya kemarahan itu dan membukanya. Kita menyadari bahwa kemarahan merupakan perasaan yang tidak menyenangkan bagi semua orang dan dapat membawa dampak yang buruk bagi orang lain. Kita perlu mengakui rasa marah itu pada diri sendiri dan kepada Tuhan. Mengakui kepada Tuhan adalah langkah awal untuk memperoleh kekuatan agar dapat melepaskan kemarahan dengan benar. Melepaskan kemarahan dengan benar berarti kita membuat diri kita sendiri secara sukarela tidak lagi memelihara dendam.

I hope all the wounds you’ve been keep alone will heal as long as you grow older, being mature enough to accept all of the scars over your body and to forgive yourself and people-who-gave-you-inner-wound because it’s not your fault and you need to live yourlife in peace without resentment. I hope you keep being strong facing the life’s obstacles and remember to don’t let children around you to re-parenting theirselves in the future.

p.s: ini adalah tulisan terberat yang saya tulis. Pada saat research saya banyak membaca kisah orang lain yang menyakitkan. I was wrote this when Diri by Tulus hv just released, so it’s become more emotional :D

 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Fisika (Arus & Tegangan)

MENGUKUR ARUS DAN TEGANGAN LISTRIK I.                    Tujuan:   Mengetahui cara mengukur arus dan tegangan listrik II.                 Landasan Teori 1.       Hukum Ohm              “ besar kuat arus yang mengalir dalam suatu penghantar berbanding langsung dengan beda potensial antar ujung-ujung penghantar , asalkan suhu penghantar tetap . “                 Hukum ohm menggambarkan bagaimana arus, tegangan, dan tahanan berhubungan.  George ohm menentukan secara eksperimental bahwa jika tegangan yang melewati sebuah tahanan bertambah nilainya maka arusnya juga akan bertambah nilainya. Begitu juga sebaliknya. Hukum ohm dapat dituliskan dalam rumus seb...

I WANT TO DIE BUT I WANT TO EAT TEOKPOKKI Part 1

Dari: diriku Untuk: diriku   saya minta maaf! *** Sebelumnya saya mau review sedikit tentang buku yang sangat excited saya pesan. Sejujurnya ini kali pertama saya memesan buku secara online , ikut pre-order dan nungguin sampe beberapa puluh hari. Saya benar-benar ingin berterima kasih kepada Baek Se Hee yang telah sangat berbaik hati berbagi kisahnya dan menuliskannya dalam sebuah buku. Awalnya saya mengetahui buku itu karena direkomendasikan oleh boygroup Korea Selatan, BTS tapi pada saat itu hanya ada versi hangeul beberapa lama kemudian saya melihat postingan seorang psikiater yang saya ikuti di twitter dan ia diberi tanggung jawab menuliskan kata pengantar pada buku tersebut. Setelah itu tentu saja saya langsung mencari tahu buku yang sudah diproduksi dalam Bahasa Indonesia tersebut. Melihatnya langsung membuat saya sangat senang, awalnya saya berpikir akan membacanya dalam waktu satu hari saja, nyatanyaaa…buku setebal 236 halaman tersebut harus saya baca berha...

CINTA KETINGGALAN KERETA (cerpen)

CINTA KETINGGALAN KERETA Tak terdefinisikan Perasaan yang tak terdifinisikan Kereta melaju semakin cepat nan semakin jauh Meninggalkanku terpuruk di sini Sunyi senyap… tak ada siapa-siapa selain rel kereta ****                 Mentari memasuki celah-celah kamarku, menusuk kulit kuning langsatku tepat di wajahku.                 “hooaaamm” sinar mentari menggantikan alarm yang teronggok di depan kasur                 Pagi yang cerah untuk memulai hari baru, mengukir kenangan dalam sebuah buku tebal pemberian Tuhan. Kuayunkan kakiku menuju kamar mandi dan segera bersiap ke sekolah tercinta bertemu puluhan makhluk ciptaan Tuhan. Sebelumnya perkenalkan aku Diah. Aku kelas dua SMA dan Umurku 15 tahun, tidak, tahun ini akan 16 tahun. Tapi sebelum ta...