Sayang : sayang, aku ngetrip dulu
ya!
Aku : iya sayang,
hati-hati!
Room
chat yang sudah tak biasa antara aku dan dia. Kamu bilang dia anak mapala
keren? Anak gaul? Kalau aku bilang dia anak hutan. Mainnya kalo gak gunung ya
laut. Entah untuk sekadar berburu foto atau untuk bakti sosial organisasinya.
Ya seneng juga sih dia mainnya sama alam aja bukan main wanita. :D
“anak
mapala gitu suka cinlok loh kar”teman-temanku mulai mengompori. Udah sering.
“cinlok
sama hutan maksudnya?”tanyaku bercanda.
“ih
bukanlah. Sama ceweklah. Mereka kan suka pergi-pergi gitu untuk waktu yang
lama, nginep. Tidur bareng..”Tasya menghentikan ucapannya setelah mendapat
tatapan tajam dariku.
“ya
maksudnya tuh tidur bersama gitu kan. Mereka kan udah gak kenal halal haram
udah kayak saudara katanya”lanjutnya.
“awalnya
sih saudara, lama-lama kekasih hati”Mila turut menambahkan. Aku hanya memutar
bola mataku mendengar kedua kompor meleduk ini. Terserah. Aku percaya padanya.
Kami
kembali melanjutkan pekerjaan kami sedari tadi yaitu mengedit video. Kalau dia
anak hutan, aku anak teknologi haha maksudnya anak pers. Anak pers yang
harusnya hidup bergelimang teknologi dan koneksi dimana-mana. Teknologi adalah
kiblatnya yang diharapkan tidak menjadi pengontrolnya alias segala sesuatunya
masih pada tempatnya. Aku senang dengan yang kulakukan sekarang meski tugas
kuliah terlalu banyak dan mengurus organisasi ini terlalu ribet.
***
Sayang : sayang, aku wawancara narasumber dulu ya!
Aku : iya sayang, good luck!
Room
chat yang sudah tak biasa antara aku dan dia. Kamu bilang dia anak gaul? Kaum
keren? Kalau aku bilang dia anak gila teknologi. Mainnya kalo gak gadget ya
kamera. Benda segi panjang itu tuh gak pernah lepas dari genggaman kayak udah
dikontrol sama tuh benda. Terlalu berlebihan. Kan mendingan genggam tangan aku
*eh. Tapi mending sih mainin gadget daripada mainin lelaki.
“anak
pers itu gaul, keren, dan punya banyak temen. Apalagi cewek kamu kan cantik,
bisa-bisa dari narasumber jadi kekasih hati”ujar Doni, sahabat terdekatku.
“iya
juga ya. Dia tuh ya udah aku larang pake bedak, lipstik biar gak usah
cantik-cantik amat tapi gamau ngedengerin”jawabku.
“njir,
sampe segitunya haha. Tapi gak papa sih daripada dia diembat orang kan ya”
Sebenarnya
aku percaya sama dia dan tidak ingin melarang dia ini dan itu karena dia juga
memberikan kebebasan padaku. Aku percaya padanya. Tak banyak kekasih seniorku
yang bertahan dengan mereka. Cemburu katanya. Beruntung pacarku bukan orang
yang cemburuan jika iya mungkin sudah lama aku meninggalkan organisasi ini. Ah
ya aku bukan seniorku yang memilih putus dengan kekasihnya, aku terlalu
menyayangi kekasihku. Aku juga heran apa yang perlu dicemburui dari cewek-cewek
mapala itu? Mereka sudah seperti saudara bagi kami, lagipula mereka juga sama
berantakannya dengan kami.
***
“sayang,
kamu kok hari ini cantik banget?”gombal Aidil sambil memandangiku. Aku hanya
memutar bola mataku sudah terlalu terbiasa akan keadaan seperti ini.
“huweek”
ku berakting muntah. Ia tertawa. Kami tertawa.
“jangan
cantik-cantik!”katanya kemudian. Aku menatapnya heran.
“kenapa?”tanyaku.
“nanti
bidadari cemburu”katanya lagi. Sumpah kali ini aku benar-benar ingin muntah.
Tau kan sekarang rasanya jadi aku? Setiap hari mendengar kalimat gombal
darinya. Yang selalu dia namakan fakta. Tentu saja juga ada rasa senang di
sana, namun rasa ingin muntah mendominasi.
“tapi
serius jangan cantik-cantik! Apalagi ketemu narasumber, nanti mereka naksir.
Aku cemburu tau”katanya lagi.
“kita
tuh harus rapi di depan narasumber. Harus keliatan menarik supaya dia juga
kasih informasinya senang. Bukan maksud untuk menggoda mereka”belaku.
“iya
deh iya. Tapi temen kamu banyak sih. Banyak cowok lagi, nanti mereka naksir”
“temen
aku memang banyak, tapi ketemunya sekali dua kali doang. Emang kamu, temennya
itu-itu aja sih tapi sering nginep bareng. Ceweknya dikit lagi”kini giliranku
mengeluarkan uneg-uneg.
***
“temen aku
memang banyak, tapi ketemunya sekali dua kali doang. Emang kamu, temennya
itu-itu aja sih tapi sering nginep bareng. Ceweknya dikit lagi”sikap
menyebalkan Sekar kembali lagi. Aku ingin berdebat tapi tahu aku takkan menang.
“udah kayak
saudara kok sayang”jawabku akhirnya.
“awalnya emang
saudara lama-lama... tau deh”aku sungguh menyesal membahas soal teman-temannya
tadi. Dia selalu punya kekuatan memutar balikkan keadaan dan selalu berhasil
memojokkanku.
“aku kan Cuma
sayang sama kamu. Percaya kan?”
“musyrik tau
percaya sama kamu. Percaya itu sama Allah”jawabnya. Aku tertawa. Kami tertawa.
Hanya perdebatan singkat yang sering menghantui.
“sayang,
gadget bisa dilepas dulu. Nanti mata kamu rusak”sedari tadi tangannya sibuk
bolak-balik menggeser ini itu di benda laknat itu.
“aduh sayang,
kamu kan juga punya gadget. Ya mainin aja gak usah larang aku”jawabnya. Cewek
selalu benar apapun yang terjadi.
“aku gak
ngelarang kamu sayang. Cuma khawatir aja. Teknlogi itu emang bagus tapi kalo
berlebihan gak baik juga. Mending kamu ngeliat yang hijau-hijau kayak pohon
gitu dengan pergi ngetrip jadi mata kamu bisa lebih sehat. Aku pengen tau
ngetrip bareng kamu”kataku panjang lebar entah didengar atau tidak karena ia
sibuk dengan ponselnya.
“sayang, aku
kan pake kacamata anti radiasi jadi dijamin aman kok. Aku tuh bukan anak gunung
kayak kamu yang bisa ngetrip sana-sini. Kalo kulit aku lecet gimana? Kalo aku
digigitin nyamuk gimana? Terus tidurnya gimana? Alasnya tanah. Gak empuk. Terus
pasti capek banget”dia menjawab tak kalah panjangnya. Memang susah berdebat
sama cewek.
“itu kan
mahal, gak jamin kamu gak pakai kacamata minus...”
“oh jadi kamu
doain mata aku minus? Iya? Cara kita melindungi diri itu beda ya”dia langsung
memotong perkataanku. Sepertinya aku salah diksi. Mukanya langsung masam tak
karuan.
“enggak. Maksud aku bukan gitu sayang”jawabku.
Mukanya masih masam. “yaudah deh kalo kamu emang suka. Tapi jangan berlebihan
ya”kataku akhirnya sambil mengusap puncak kepalanya.
“kamu juga.
Sekali-sekali itu gadgetnya dipake. Jangan kayak orang primitif deh jadi gaptek
kan kamu. Masa taunya Cuma pake WA aja sih. Itu pun untuk chatting sama aku.
Sukur-sukur gak bikin surat atau nulis pesan di batu”dia malah menumpahkan
kekesalannya. Sebenarnya aku kesal dibilang gaptek dan segala macam tapi aku
mencoba bersabar. “pakaian kamu juga. Sekali-kali liat majalah fashion dong sayang, kamu itu jadul
banget dan berantakan banget. Sukur-sukur aku mau sama kamu. Rambut kamu tuh
dirapiin. Aku gak mau ya kamu kayak senior kanmu yang rambutnya gonrong-gonrong
gak jelas gitu, jelek banget tauk. Kumis dan jenggot juga jangan dipelihara.
Muka kamu gak cocok. Nanti juga bakal aku ajarin main instagram, twitter,
snapchat, path dan lainnya biar kamu gak hidup di zaman purba lagi”jawaban dia
tiba-tiba panjang banget ya.
“sayang, kamu
tau gak yang kamu bilang itu rada berlebihan. Mapala itu keren, mungkin bagi
kami sendiri. Kami bisa menanam pohon di tengah modernisasi yang semakin
beringas. Kami diberi kesempatan menjaga alam yang merupakan sumber kehidupan
kita, bukan merusaknya. Namun kami membutuhkan proses panjang untuk memulihkan
segalanya. Dalam masa penantian kami, teknologi yang kamu puja itu seringkali
merusak benih yang bahkan baru berumur beberapa hari. Kalian harus sadar.
Teknologi kalian takkan ada apa-apanya ketika alam ini telah menumpahkan segala
keluh kesahnya. Alam ini besar dan jauh lebih indah dan yang pastinya nyata
dibandingkan dengan keindahan yang kalian lihat lewat teknologi. Keindahan yang
abstrak mencapai imajinasi”kataku akhirnya. Aku salah. Aku salah telah tersulut
emosi.
“kok kamu jadi
marahin aku sih?”jawabnya setelah menatapku dengan mata berkaca-kaca. Ahh
sialan! Aku telah jahat. Namun tiba-tiba ia memelukku.
“iya, aku salah
sayang. Terlalu memaksakan kehendakku. Maafin aku!”katanya dengan air mata
berlinang dan suara yang sangat imut. Mungkin benar kata orang, wanita adalah
kelemahan pria. Aku membalas pelukannya lebih erat.
***
Ia
membalas pelukanku. Iya aku salah telah terlalu memaksakan kehendak padanya.
“maaf
yah sayang! Aku gak bermaksud marahin kamu”katanya dengan nada penuh rasa
bersalah. Tidak, aku yang salah.
“aku
emang bodoh. Terlalu diperdaya oleh teknologi yang bahkan diciptakan oleh
manusia sendiri. Harusnya aku lebih menjaga alam yang diciptakan Sang Maha
Kuasa”kataku. Ya aku sadar.
“teknologi
itu juga penting sayang. Tanpa teknologi kita tidak bisa memanfaatkan alam
dengan baik, tapi tetap tak boleh ada eksploitasi”dia menjawab.
“aku
minta maaf udah ngatur-ngatur kamu!”kataku.
“iya
sayang. Aku juga minta maaf udah buat kamu nangis”katanya.
Pelukan
itu semakin erat. Melodi itu kembali terdengar. Melodi kesukaanku. Detak
jantung yang berdetak kencang.
***
Tiga
manusia yang sedari tadi mendengar percakapan kedua insan itu hanya
menggelengkan kepala.
“punya
temen kok bego banget sih. Mereka aja bisa hidup berdampingan, masih berdebat
mana yang lebih penting teknologi atau alam”komentar Tasya.
“harusnya
mereka ambil contoh mereka sendiri. Kalo teknologi dan alam emang diciptakan
untuk saling melengkapi dan tak ada yang berlebih atas yang lainnya”tambah
Mila.
“udah
gak ngerti lagi deh begonya orang yang jatuh cinta”Doni hanya geleng-geleng
kepala.
***
Komentar
Posting Komentar