Masih terbayang adegan yang kunonton tadi, bagaimana pemeran wanita bertarung dengan traumanya, bagaimana si psikopat yang memiliki masa lalu kelam berupa toxic parenting yang berujung depresi hingga tega membunuh orang-orang yang juga depresi. Aku hanya bisa melihat orang-orang yang depresi pun tak serta merta ingin mati, toh mereka tetap ketakutan saat akan dibunuh. Film thriller kembali menari-nari di kepalaku. Rasanya sudah lama sekali. Lama sekali tidak bertemu perasaan itu lagi. Ahh harusnya aku tidak menonton kisah seperti itu tapi aku mana tau bahwa ada pembunuh yang depresi dalam film itu. Jadilah aku sekarang, berkutat kembali dengan pikiranku mengenai sekelumit cuplikan darah merembes di kepala dan hal-hal yang aku kira sudah kubuang jauh-jauh dari hidupku. Aku menatap obat-obat di nakas, ahh tidak lagi. Aku sudah Lelah mengonsumsi semua itu. Melelahkan sekali.
***
Hari ini waktu berjalan seperti biasa, tak ada yang menarik. Aku membuka media sosial ingin melihat apa saja yang ramai dibicarakan. Sebuah tagar bertengger di puncak, tagar yang aneh. Ketika aku membukanya dan membaca sedikit banyak tulisan yang ditinggalkan netizen, rasanya oksigen di paru-paruku berkurang. Aku mengklik tombol close pada ponsel, tidak sanggup membaca semuanya. Rasanya aku ingin menangis kencang. Mungkin bagi mereka, mereka sedang berbagi informasi tetapi ternyata ada orang-orang sepertiku yang tidak sanggup mencerna hal seperti itu. Belum sembuh film thriller akibat drama yang kutonton kemarin, kini luka-luka itu ditaburi garam. Aku kembali menatap pil oranye-kuning di nakas. Aku Lelah.
***
Bagaimana rasanya memiliki hari yang buruk? Rasanya ingin menghilang dari dunia, ingin melewati hari-hari suram itu sesegera mungkin atau mungkin bisa diskip dari kisah hidup. Emosi yang normal, orang-orang tidak akan bersemangat menjalani harinya, overthinking, memiliki banyak ketakutan dan kecemasan. Aku merasa normal membayangkannya, toh semua orang akan seperti itu. Namun, kenyataan aku begitu takut melihat pergelangan tanganku merubah segalanya. Ketakutan akan benda tajam meruntuhkan kenormalan itu. Saraf-saraf di sekitar pergelangan tangan itu menghantarkan rasa sakit yang amat, mataku terasa mendidih, hati berkata silakan lalukan saja namun akal sehatku masih meronta “tidak, kamu tidak boleh melakukannya”. Membuat semuanya menjadi sangat ganjil. Aku ingin mati saja. Aku Lelah.
Bagaimana jika kamu memiliki hari yang buruk? Disemangati orang-orang, ditenangkan berbagai manusia. Kamu merasa senang, sayangnya aku tidak. Aku sudah mencapai titik membenci kata semangat.
“Semangat Belinda!”
“Semua akan berlalu, semangat! Semangat!”
Entah sejak kapan aku membenci ungkapan itu.
“apakah kamu butuh obat? Silakan konsumsi lagi!"
Satu dari hal normal bagiku, dan ganjil bagi orang lain. Aku selalu berusaha dihindarkan dari keadaan rumit, hal-hal yang membuat setress dan penuh rasa khawatir. Jika tidak, aku harus berurusan dengan obat-obatan lagi. Aku yang memilih mencari pertolongan, aku yang ingin sekali diberi pertolongan, namun sampai di sini aku sangat benci efek samping yang dihasilkan hingga aku pula yang melalaikan tugasku. Entah apa maunya.
***
Aku masih bertanya-tanya apakah ada kesembuhan pada gangguan ini? Mengapa banyak orang ingin merasakannya? Tolonglah, ini melelahkan. Nikmati saja hidupmu yang penuh kesehatan. Terbayang-bayangi film berdarah-darah di kepala, keinginan melukai diri sendiri yang masih mencoba engkau tahan karena masih takut akan hari pembalasan meski aku benar-benar sudah sampai di titik 0 sudah sangat tidak sanggup melawannya, rasanya ingin menyerah saja, rasa ingin menghilang dari dunia, rasa ingin mengakhiri hidup, terbayang-bayangi masa lalu yang kelam yang membuatmu terjatuh hingga ke titik ini, pemutaran kisah masa lalu yang ingin sekali kamu usir dari kepalamu. Semua perasaan itu melelahkan sekali.
Bagaimana mereka bisa menatapku dalam keadaan biasa saja, mengajakku berbicara seolah tak terjadi apa-apa? Sementara aku harus ketakutan setengah mati, menjalani hidup bertahun-tahun dengan ketakutan, aku bahkan takkan mungkin bisa menatap mereka. Bukan mungkin, aku tidak bisa. Jantung berdegup kencang, paru-paru rasanya begitu sesak, aku hanya bisa menangis. Aku tidak sanggup menghirup udara yang sama. Aku ingin hilang tapi mengapa mereka tidak? Setelah bertahun-tahun lamanya, mereka kembali. Kembali tanpa perasaan bersalah, mereka mungkin tidak ingat tapi aku tak pernah melewatkan hariku tanpa mengingatnya. Mereka mungkin sudah berubah, tapi fakta-fakta itu tetap tidak mengubah pandanganku. Aku mungkin hanya butuh berdamai dengan masa lalu, berdamai dengan diriku sendiri, tapi mengapa rasanya begitu sulit? Aku bisa memaafkan orang lain, tapi tidak bisa memaafkan diriku sendiri. Aku sungguh ingin tahu apakah mereka ingattt? Atau hanya aku yang membawa-bawa rekaman itu di kepalaku?? Aku hanya ingin tahu, sungguh. Aku ingin mati memikirkannya.
***
Seorang siswi SMP dikabarkan menjatuhkan diri dari lantai 4 gedung sekolahnya. Ada yang menyatakan dibully, ada yang menyatakan ia depresi, entahlahh. Aku sudah tidak sanggup membaca semua spekulasi dan penjelasan. Rasanya darahku berhenti berdesir, kabar seperti ini lagi. Entah sudah berapa banyak kasus dalam beberapa tahun terakhir. Sebuah siklus yang miris, kamu depresi dan tak ada yang peduli, lalu ketika kamu mati semua berlomba-lomba seakan menjadi aktivis kesehatan mental. Apalagi pada kasus bullying, semua berlomba-lomba mengutuk pelaku tanpa sadar jari mereka juga sering mengetik hal yang juga perundungan. Lalu apa bedanya?
Sungguh, jika kamu merasa ada gangguan, temuilah dokter. Jangan mendiagnosa diri sendiri lewat bacaan di internet, janga menciptakan sendiri penyakit. Semua ada jalan, kamu hanya butuh berusaha. Menghindari judgemental dari masyarakat, berdamai dengan diri sendiri dan mengakui kesalahan. Memang membutuhkan tenaga ekstra tapi toh akan terlewatkan juga. Ketika kamu bersiap mengakui kelemahan itu, kamu bisa mengetahui bahwa dunia tidak sekejam itu. Bahwa banyak orang-orang yang peduli denganmu, mungkin memang banyak yang akan nyinyir tapi rasanya nyinyiran itu tenggelam oleh orang-orang yang menyayangimu. Apapun yang telah kamu lewati di masa lalu hingga membentukmu menjadi pribadi yang sekarang, aku berharap kamu bisa jujur sekali saja walau itu pada dirimu sendiri. Aku tahu dunia ini begitu kejam, tapi jangan menjadi orang yang juga kejam. Apa yang dapat meningkatkan nilai seseorang? Hanya kejujuran, bukan kebohongan.
Komentar
Posting Komentar