It's been a long time.
Aku di sini setelah menyelesaikan buku magis yang akan menjadi salah satu buku favoriteku, Jika Kita Tak Pernah Jadi Apa-Apa karya Alvi Syahrin. Pokoknya yang khawatir akan masa depan, pencarian jati diri, usia 20-an wajib banget bacaaaa.
Ada beberapa part yang nampar banget terutama di part akhir buku. Aku di sini merasa seperti akan pengakuan dosa. Well, aku ingin berbagi cerita yang jarang dibagikan orang lain. Bahwa kita pernah gagal, bahwa hidup tak semulus itu.
First, mungkin bercerita mengenai jalan hijrahku. Rasanya sangat malu menyematkannya pada diri ini. Sumpah, jangan pernah kaitkan saya dengan hijrah lagi. Saya gak pantes, yang berubah hanya sampul semata. Memasuki tahun ketiga setelah pengambilan keputusan itu... Banyak hal berubah. Mungkin terjadi pada semua hal, awalnya sangat bersemangat. Memasuki tahun kedua ketiga....banyak yang memudar. Kini tertinggal aku menjadi baik hanyalah sampul semata. Aku memperbaiki diri memasuki fase jenuh. Fase normal yang tak kusangka-sangka menerpaku. Aku di sini seolah-olah bersiap menguliti diriku sendiri, aku masih bingung apakah hal seperti ini layak untuk dibagikan atau tidak. Yang jelas, aku sudah tidak sebergairah dulu, semangatku mendalami ilmu agama memudar, banyak hal yang kulewatkan kembali.
Apakah aku pernah berpikir untuk kembali ke masa lalu? Jawabannya, Ya.
Ketika aku melihat baju lucu, ahh seandainya aku masih seperti dulu.
Ketika melihat pasangan tertawa bahagia,
Ketika melihat hal indah yang tak seharusnya dilakukan wanita,
Ketika melihat aktor tampan,
Ketika melihat idol berbakat,
Ketika mendengarkan lagu menenangkan,
Ketika menghabiskan waktu maraton drama berjilid-jilid,
Rasanya seketika ingin kembali. Dan banyak hal yang kembali.
Apapun jalan yang dipilih takkan pernah mulus...
Beberapa detik kemudian, aku kembali berpikir.
Apakah aku menyesal melalui semua itu?
Apakah aku menyesal meninggalkan semuanya?
Ternyata tidak.
Pikiran menyesal hanya muncul sedetik, begitu aku mendalaminya lagi... Aku rasa jalanku sudah benar.
Aku memasuki fase jenuh, rasa bosan yang akan selalu menghantui setiap aspek kehidupan.
Aku masih berjuang kembali ke jalan yang aku pilih.
Meninggalkan kembali mereka yang pernah kutinggalkan dahulu.
Berat, terutama ketika ia sudah datang untuk kesekian kalinya.
Aku beri contoh konkret. Berat ninggalin k-pop. Sudah pernah aku bahas sebelumnya bagaimana struggleku meninggalkannya dahulu. Sekarang rasanya masa-masa itu kembali. Aku terlalu malu untuk mengakuinya. Aku bahkan tidak ingin menerima kenyataan itu lagi. Beberapa waktu lalu seorang teman bilang menggunakan tulisanku untuk menyadarkan seseorang. Rasanya fakta itu menamparku amat kerasnya. Aku membaca kembali tulisanku, rasanya keji sekali. Itu aku yang dulu, aku yang sekarang berubah kembali begitu cepatnya. Ya Tuhan aku ingin meninggalkan kesenangan duniawi ini lagi. Untuk kesekian kalinya. Lagi.
Buku itu juga menyadarkanku akan satu hal, bersyukur akan hidupku. Bersyukur aku diberi waktu untuk kembali. Waktu yang aku gunakan dengan sia-sia. Menyadarkanku ada milyaran manusia di kuburnya yang meminta dikembalikan ke dunia fana ini, demi meminta pengampunan atas dosanya. Aku? Berusaha untuk mengakhiri kesempatan itu dan membuka lebarr jalanku menuju kehidupan kekal yang bagaikan mimpi buruk. Aku sempat merasa menjadi manusia paling bodoh sedunia. Hidup ini berat, terlepas apapun yang dilalui hidup tetaplah berat menurut porsi kita masing-masing. Rasa sesal menyelimutiku, aku ingin berterima kasih pada sisa-sisa akal sehat yang selalu datang di celah-celah pikiran buruk itu. Terima kasih sudah membersamaiku selama ini, menyelamatkan ragaku dari lapuk tak berguna dan menyelamatkan jiwaku dari siksa tak berkesudahan di hari pembalasan. Terima kasih banyak.
Aku juga dulu selalu merasa sendiri, kayak gak punya temen. Padahal... ada kok cuma tiap sedih gatau mau lari ke siapa. Mau cerita ke siapa jdi seakan-akan aku kesepian. Semenjak aku speak up mengenai depresi, mataku seakan terbuka lebar atau mungkin mereka memang baru muncul kembalu sebagai sosok yang lebih perhatian. Entahlah karena kasihan akan keadaanku atau apa. Tpi aku tidak ingin bernegatif thinking yang bisa saja membunuhku. Aku bersyukur dikelilingi orang-orang baik. Yang selalu menyemangati, yang dengan tulus ikhlas mendengarkan ceritaku meski mereka mereka juga memiliki masalahsendiri. Heyy meski aku begini, jangan sungkan untuk bercerita juga. Kalian tidak menambah bebanku, tidak sama sekali. Kita saling berbagi, berbagi pundak untuk bersandar ketika badai menerpa. Terima kasih untuk semuanya yang dengan tulus ikhlas tanpa bosan mendengarkan cerita tidak pentingku. Terima kasih telah menyadarkanku bahwa aku tidak sendiri di dunia ini. Terima kasih telah menggenggam erat tanganku. Terima kasih telah menjadi pundak untuk bersandar. Terima kasih untuk tangan yang selalu terbuka memeluk. Terima kasih banyak, karena kehadiran kalian memberiku satu alasan lagi untuk bertahan di dunia yang tak adil ini, di dunia yang penuh dengan ketidaksempurnaan ini. Terima kasih banyak.
Jika kamu merasa berat, baringkan tubuhmu sejenak, beristirahatlah. Bukan berhenti. Bukan kuasa kita menghentikan kerja-kerja organ tubuh pinjaman ini. I love you so much guys. Untukmu yang telah berjuang sampai hari ini, kamu hebat. Kamu luar biasa.
Hidup itu penuh kerikil, kamu harus berhati-hati dalam melangkah. Jalan hidup kita tak pernah datar, ada kalanya terjatuh ke dasar, naik ke atas, kemudian terjatuh lagi. Nikmati prosesnya selagi diberi waktu. Karena waktu yang dipinjamkan bisa diambil sewaktu-waktu, tanpa menanti persetujuan kita.
Komentar
Posting Komentar