Dari
mana ide ini bisa terlintas? Entahlah. Sunshine shelter adalah rumah impian.
Mungkin bagi saya. Pelajaran yang dapat saya ambil adalah wisuda cepet-cepet,
sarjana cepet-cepet, kerja, ngumpulin duit banyak :D.
Hal
yang sangat disayangkan yah, karena keterbatasan pengetahuan tentang medis dan
segala-segalanya jadi mohon maaf jika terdapat kesalahan di sana. Entah salah
deskripsi atau kesalahan dalam menghadapi. Saya bukan anak kesehatan
tapi suka sekali membuat cerita tentang kesehatan. Oke fix. Saya harap para
pembaca (kalau ada) bisa mengambil pelajaran dari kisah-kisah tersebut walau
fiktif belaka. But who knows, mungkin di luar sana benar-benar ada orang
yang berjuang sekeras mereka atau bahkan lebih. Kisah setiap orang
berbeda-beda, masalah yang kita hadapi berbeda, cara kita memandang dan
menghadapi masalah juga berbeda, bahkan cara kita menanggapi setiap kalimat
akan berbeda. Maka dari itu banyak yang mengatakan ‘stop compare your
problems with the others’ atau berhenti mengatakan hal-hal aneh seperti ‘my
problem is biggest than yours so stop sambat’ (sambat: artinya ngeluh, itu
Bahasa Jawa sih wkwk). Jadi yang mau saya bilang adalah semua orang punya
masalahnya sendiri. Kita semua punya levelnya kita. Saya mungkin akan mengeluh
jika kepanasan, dan itu adalah batasnya saya. Orang lain di kutub mungkin akan
mengeluh kedinginan, dan itu batasnya mereka. Btw gak ada orang yang tinggal di
kutub ya? Haha anggap saja sebagai perumpamaan. Perumpamaan yang kurang logis
hahaha. Jadi maksud saya di sini adalah kita punya kekuatan kita masing-masing,
saya mungkin tahan dicaci maki tapi tidak dengan si B. si B mungkin tahan
dipukuli tapi tidak dengan saya. Kita punya cara kita masing-masing, punya
masalah kita masing-masing, tidak ada yang harus mengatakan ‘masalah saya lebih
besar’ karena bagi setiap pribadi tentu berbeda-beda, it’s relative. Dan
tidak seharusnya ada yang meremehkan masalah orang lain. ‘ah elu mah ditinggal
cerai orang tua doang nangis lah orang tua gue dua-duanya udah meninggal b
aja’. Mungkin bagi kamu b aja tapi bagi si yang orang tuanya pisah, itu adalah
masalah besar baginya. Orang-orang cem gini nih yang rasa-rasanya pengen gue
musnahin dari muka bumi ini (andai gak dosa), it didn’t help. Gak
ngebantu banget yang ada orang lain akan semakin down, depresi, insecure
dan sebagainya. Jadi mending kalau gak bisa bantu minimal nyemangatin, hal
paling minimal banget yang bisa dilakukan adalah diem. Udah deh diem aja. Sama
kayak pepatah ‘jika tidak bisa membuatnya tumbuh subur, setidaknya jangan
merusaknya’ kayaknya bunyinya gak gitu sih. Intinya gitulah pokoknya. Merasa
masalahnya paling besar kemudian meremehkan masalah orang lain, bukan sikap
yang baik loh teman. Semoga diriku juga tidak begitu yah, terkadang suka gak
tau diri saya.
Jadi,
hubungannya sama anak-anak itu apaaa.. lihat kan mereka punya problem mereka
sendiri, mereka berjuang menghadapi masalah yang besar bagi mereka dengan cara
mereka sendiri-sendiri walopun banyakan suruh contoh Binar tapi bukan berarti
harus disamakan problem mereka kan. Binar bantuin mereka, dia bertindak sebagai
teman. Udah. Tapi Lentera pernah compare Pelita sama Binar, okelah inget ya
manusia itu tidak ada yang sempurna termasuk manusia fiktif. Saat menulis
ceritanya saya sadar kok, dan semoga kita mengambil pelajaran Tapi saya juga
kadang suka compare diri saya dengan orang lain. Contohnya ‘saya harus lebih
banyak bersyukur karena masih ada yang kurang mampu dibanding saya’ (tapi
bantuin juga ya, jangan Cuma compare tentang kamu dan orang yang kurang mampu
aja) atau ‘dibandingin sama sahabat Nabi, say amah gak ada apa-apanya terus
ngarepin surga. Gile sih’ (sambil masih berusaha memperbaiki diri, jangan
ngeluh dan sedih-sedihan doang). Menurut saya sih hal tersebut malah mesti kita
lakukan. Ini masih ranahnya bukan sih? Kayaknya konteksnya beda ya hehe
maafkan. Aku fakir ilmu.
Jadiiii
semoga kita juga masih bisa belajar untuk struggle menghadapi hidup. Kita
contoh semangat juang mereka. Mereka anak-anak dan mereka berjuang. Plz jangan
kayak Kirana yah!
Gak
ada cerita tentang Pekat? Gak ada.
Rencananya
emang Cuma mau bikin 5 seri, sebenarnya Pekat sangat menarik yah tapi saya
mencoba konsisten dengan rencana awal saya. Saya suka kecewa sama sinetron
Indonesia yang mungkin rencananya Cuma 20 episode kemudian karena ratingnya
tinggi jadi dibikin sampe beribu-ribu episode sampe penonton malah muak. Justru
yang menyenangkan itu kalau kita bikin segini terus audience minta lagi tapi
udah gak ada. Tapi di situlah rasa senangnya. Biarlah Pekat menjadi misteri,
karena tidak semua hal harus kita ketahui, terkadang membiarkannya menjadi
rahasia adalah yang terbaik. Yagasihhh?
Nama-nama
penyakit yang aku angkat di seri ini adalah penyakit yang sering kedengeran dan
terlintas di kepalaku sajaa. Mungkin ceritanya Sabit paling Panjang yah, karena
aku gak pake sudut pandang orang pertama jadi musti diceritain lebih banyak.
Dan you knowlah aku ini kan suka sekali dengan masalah kesehatan mental
gitu, biasalah psikiater gagal mah gini,
jadi yahh terlalu semangat ceritanya. Itu aja sempat mau aku bikin dua bagian
buat ceitanya Sabit tapi balik lagi kalau aku musti konsisten dan aku gak terlalu
suka baca cerita yang kepanjangan. Kecuali itu novel, dan ini bukan novel.
Ngomongin
Sabit, hmm. Banyak sekali pesan yang mau aku sampein tapi gatau sih sampe atau
tidak, karena aku orangnya suka tersirat gitu. Inget ya teman, kekerasan
seksual itu bukan hal yang sepele. Apalagi jika itu terjadi pada anak. Menurut
aku itu kejahatan yang keji sekali, sekaaaaliii. Seperti Sabit masa depan
seorang anak benar-benar terenggut. Mungkin banyak yang bilang ‘ah lebay, gak
semuanya gitu kali’. Kita tidak pernah tau keadaan terdalam seseorang. Atau
mungkin memang ada yang merasa baik-baik saja tapi saya yakin 99,99999% di luar
sana masih ada anak seperti Sabit. Sumpah banyak banget yang mau aku bilang
tapi aku kayak gak tau mau bilang apa. Banyak yang terlihat baik-baik saja,
hidup normal dan bahagia tapi kita gak pernah tau mungkin saja memori buruk
seperti itu tetap bekelabat di kepala mereka, pada saat-saat tertentu. Seperti
Sabit. Mereka hancur gays, anak itu hancur, hancur lebur. Dan kita sebagai
masyarakat terkadang mengambil peran dalam hal tersebut. Terkadang kita salah
dalam bertindak dan membuat masalah tambah runyam.
Pada
masa sekarang sepertinya kasus seperti ini sudah biasa yah. Seperti kisah
Sabit, pelaku bisa bebas bertindak. Mungkin ada beberapa yang dipenjara,
kemudian setelah itu? Dia bebas sebebas-bebasnya. Sementara korban hidup dalam
kehancuran. Masih syukur kalau dia seperti Binar yang tetap terlihat baik-baik
saja namun bagaimana jika mereka seperti Sabit? Sebenarnya kisah ini juga
terinspirasi dari salah satu drama korea yang pernah aku nonton judulnya Voice
3. Udah lama banget si. Tentang seorang anak korban kekerasan seksual semasa
kecil. Dia seperti Sabit atau lebih baik sedikit. Dia mungkin masih pergi
sekolah tapi sesekali atau setiap malam dia akan berteriak histeris memikirkan
memori buruk itu. Ketika tidur dia akan bermimpi buruk tentang semua itu.
Hidupnya tetap tidak tenang. Dia bahkan kesulitan berada di keramaian. Sesekali
dia mencoba bunuh diri karena terlalu jijik dengan dirinya sendiri. Rasanya
sangat sakit melihatnya, apalagi saya sebagai perempuan. Dia masih terlalu
kecil untuk menerima semua perlakuan seperti itu. Dia korban. Dan dia yang
paling terpenjara, dan orang-orang di sekitarnya?? Merasa jijik dengannya yang
pernah digerayangi oleh seseorang. GILA SIHH. Sumpah deh gatau lagi saya.
Pelakunya? Pedofil akut. Dia dipenjara. Setelah keluar dari penjara dia
bertaubat dan mulai religious. Ternyata semua hanya kedok belaka, dia tetap
mengincar anak usia dini lainnya. Dia tetap menjalankan aksinya. Dia bukan
jahat, dia sakit. Selain penjara dia butuh psikiater. Di rumah sakit jiwa.
Selamanya. Bahkan di negara lain sudah banyak yang memberlakukan penjara seumur
hidup untuk pelaku kekerasan seksual terutama pada anak. Ya sekadar info aja.
Itu mungkin Cuma kisah drama tapi kita tau kan kekerasan seksual itu ada.
Pedofil itu ada. Kita pasti tidak akan pernah lupa dengan kasus Angeline kan?
Waktu
Sabit pertama kali mengalami itu dia gak tau apa-apa kan? Gak tau kalau dia sedang
dilecehkan. Mungkin banyak yang bilang ‘ah gak mungkin hal seperti itu
terjadi’. Percayalah, ada. Ada yang seperti itu. Aku Cuma mau bilang kalau sex
education pada anak itu penting sekali. Banget. Kita tidak mengajarkan mereka
untuk melakukannya tapi mengajarakan apa itu, bagaimana itu, apa yang akan
terjadi terutama bagi anak perempuan perlu diberi edukasi bagian-bagian
tertentu yang tidak seharusnya disentuh oleh orang lain. Agar lebih aware
dengan dirinya. Aku pernah nonton seorang ibu yang berprofesi sebagai dokter
ngobrol sama anaknya yang kelewat cerdas itu. Aku selalu penasaran bagaimana
orang tuanya mendidiknya sampe tuh bocah bisa pinter banget gitu. Ternyata saat
anak itu membawa pembicaraan ke how baby can exist, dan pastinya anak
ini cerdas yah pembicaraan mereka jauh dari unsur mesum sama sekali, tapi
sangat saintis. Ibunya dengan tenang ngejelasin semua pertanyaan anaknya,
menjelaskan bagaimana sperma berperan, bagaimana sel telur berperan dan
sebagainya. Ku Cuma bisa bilang pantesan nih bocah jenius banget. Btw umur
bocahnya 4 tahun. Iya, dia 4 tahun dan udah bicarain gimana seorang bayi bisa
terbentuk. Kalau kita mungkin Cuma bisa marahin anak karena merasa
pertanyaannya terlalu kompleks untuk anak seusianya atau mungkin karena kita
gak tau jelasinnya secara ilmiah. Nahhh makanyaa jadi orang tua juga musti
pinter-pinter. Karena anak itu penuh rasa ingin tau, kalau orang tuanya gak
ngasih tau ya dia mungkin bisa gugling yang bisa saja isinya lebih mesum.
Dari
semua buku tentang psikiatri yang aku baca yah, penyakit-penyakit yang dialami
orang-orang seperti itu rata-rata dia dapatkan waktu kecil. Tau Billy Milligan?
Dia kena kekerasan seksual waktu kecil juga kekerasan secara fisik oleh ayah
tirinya, akhirnya dari kecil sampe gede kepribadiannya jadi 24 dan hidupnya
awalnya jadi berantakan banget. Ini nyata gays. Btw Billy ini cowok. Terus aku
juga pernah baca cerita yang aku lupa Namanya siapa, dia juga kena kekerasan
waktu kecil sama mamanya akhirnya dia juga mental illness. Dia juga cowok. Jadi
yang mau aku bilang adalah, tidak semua korban adalah cewek tapi ada juga
cowok. Mau cewek ataupun cowoj tetap, masa depan mereka dipertaruhkan. Yang
gede aja kalau dapat pelecehan seksual seperti itu pasti traumatic banget
apalagi anak kecil. Sembuh dari traumatis itu pasti tidak mudah. Sulit sekali.
Untuk
pelaku, hanya untk memuaskan selangkangan anda, anda telah mengorbankan seluruh
hidup seseorang. Anda gelap mata. Hanya untuk kenikmatan sesaat, anda
menghancurkan masa depan seseorang. Seperti Sabit, Billy, dan seorang anak yang
saya lupa Namanya itu sudah cukup mewakili banyak hal. Mereka hidup dengan masa
depan yang sangat menyakitkan hanya karena selangkangan seorang bejat yang
minta dipuaskan oleh seorang anak usia dini.
Untuk
penyintas, saya tidak tahu ingin mengatakan apa karena sepertinya penyintas
yang parah atau paling tidak seperti Sabit semua kalimat orang lain tiada
gunanya. Bagaimana pun kita mencoba mengerti, kita takkan paham. Karena kita
tidak di posisi kalian. Tapi, tetaplah kuat. Allah tahu yang terbaik. Segala
perbuatan akan menuai balasannya. Biarkan itu menjadi urusan-Nya. Tetaplah
hidup.
Terakhir,
seperti yang dr Joe katakan gangguan mental sama dengan penyakit lainnya hanya
saja sasaran gangguannya yang berbeda. Mereka juga butuh dokter sebagaimana
penyakit fisik. Semua butuh pengobatan, butuh dokter dan tetap ikhtiar pada
Allah. Jangan lupa belajar sama Lentera ya.
Last
banget nih, jangan lupa nonton film sowon/hope ya! Maka kalian akan ngerti
gimana perasaan Sabit. Filmya keren banget sih, nyampe banget pesannya.
Komentar
Posting Komentar