Untuk Indonesiaku, lekaslah pulih…
14 February 2013
Kasil masih merasa kesal tak tertahankan sepulang dari kantor polisi. Seharian ini ia dibuat cemas karena kakenya tak kunjung pulang dari pantai tempat ia biasa mencari hewan-hewan laut untuk dijual ataupun disantap bersama keluarga. Mendengar kakeknya terdampar di kantor polisi membuatnya sangat terkejut. Kakeknya yang selalu baik dan ramah pada orang lain rasanya sangat aneh bila beliau berada di tempat seperti itu. Cepat-cepat ia dan ibunya hendak menjeput kakeknya karena mereka sangat yakin Kakeknya tidak melakukan kesalahan apapun.
Sesampainya di kantor polisi ia malah mendapati keadaan yang sangat dibencinya dari negeri tempatnya tinggal. Kasil memang cerdas, otaknya berjalan dengan baik tetapi ia sangat tidak tertarik pada hukum sehingga agak sedikit tidak memahaminya terutama dunia hukum di negerinya sangatlah miris. Selama ini ia hanya menontonnya di televisi, merasa muak tapi tidak terlalu peduli karena seperti orang kebanyakan “ya begitulah hukum di negeri ini. Mau bagaimana lagi” tetapi kali ini ketika ia sendiri yang terlibat, Kasil merasa ingin sekali berteriak keras pada semuanya.
“bu, apa karena kita gak punya apa-apa sehingga dengan seenaknya hukum menancap tajam tepat di jantung kita?”tanya Kasil pada ibunya ketika perjalanan pulang ke rumahnya. Mereka harus merelakan kakeknya menginap di sel hari ini sampai kasus ini sepenuhnya selesai ditangani.
“hal seperti ini terjadi di seluruh dunia, Kasil. Beginilah dunia bekerja, kejam? Tidak adil? Ya memang seperti itulah. Mau bagaimana lagi”tutur Ibunya dengan nada sedih.
“haruskah kita tetap hidup pada ketimpangan hukum seperti ini bu? Pada semua ketidakadilan ini?”Kasil tetap bertanya-tanya dengan penuh keputusasaan.
“jadilah orang sukses nak! Kemudian perbaiki dunia kita ini, negara kita”tutur Ibunya dengan mata berkaca-kaca.
***
Dari kejauhan 100 meter Zivon bisa melihat keramaian di depan rumahnya. Ahh apakah sekarang sudah terungkap? Ia mengenakan tudung kepala dari hoodie yang ia kenakan kemudian melangkah ke arah berlawanan. Rumahnya sangat besar dengan taman sangat luas, ia tidak akan mungkin masuk ke rumahnya lewat pintu depan dengan kegaduhan awak media yang seperti itu, akhirnya ia lewat pintu belakang.
“Zivon, kamu sudah pulang nak?”ibunya menyambutnya tetap ketika ia melihatnya. Wajahnya penuh dengan kekhawatiran, tak banyak berbeda dengan orang-orang yang tengah berkumpul di ruang Keluarga kecuali satu orang. Orang yang dicari-cari oleh kerumunan di luar sana, ia tampak biasa saja. Zivon tersenyum miring, dasar tidak tahu malu!. Zivon akhirnya hanya langsung naik ke kamarnya.
Zivon langsung merebahkan dirinya di atas Kasur, tak peduli dengan apa yang akan terjadi selanjutnya di rumahnya. Ia berada di dimensi lain, tak terhubung sedikit pun dengan mereka. Ia mulai membuka ponselnya yang sejak siang tadi tak pernah ia buka kecuali untuk telepon penting. Terdapat banyak pesan masuk, tak seperti biasanya. Ternyata ke semuanya dari Amrah.
Amrah:
Zivooooonnnn…
Aku mau cerita.
Aku kasian sama ayah sama Kak Annisa, mereka keliatan sibuk dan capek banget akhir-akhir ini.
Ayah bilang banyak masalah di kantornya,
Ayah bilang ia bingung harus mengikuti kata hatinya untuk menegakkan keadilan atau mengikuti kata atasannya. Keduanya bertolak belakang. Aku tahu pasti kamu bilang ini pertanyaan bodoh. Tapi aku bisa ngerti perasaan ayah, dia yang jadi tulang punggung keluarga. Kalau dia gak nurut, dia bisa di cut off terus aku sama keluarga aku bakal gimana? Huhu aku sedih banget Zivon, terus aku juga gak bisa ngapa-ngapain.
Balas kalau kamu lihat yah.
Zivon memejamkan matanya. Hidup ini berat, terutama bagi orang dewasa. Mereka masih putih abu-abu, tidak bisakah mereka hidup normal seperti remaja lainnya? Kasil selalu menanamkan dalam kepala Zivon bahwa tidak ada orang jahat di dunia ini, hanya ada perbedaan pandangan. Tetapi mengapa harus ada manusia-manusia jahat yang suka memeras rakyat demi kepentingan pribadi? Mereka bilang untuk membahagiakan keluarganya, apakah uang adalah segalanya? Ah benar, uang adalah Tuhan di zaman ini. Padahal Zivon tidak butuh semua barang bermerk untuk menjadi bahagia, tapi mungkin bagi mereka itu adalah kebutuhan pokok. Bagaimana mereka bisa bahagia setelah merenggut hak orang lain? Bagaimana mereka bisa hidup bermewah-mewah setelah melihat banyak anak negeri yang mati kelaparan? Apakah mereka masuk kategori manusia menurut definisi Kasil? Untuk itukah ilmu tinggi mereka digunakan? Untuk mendapatkan kekuasaan kemudian menekan orang-orang di bawahnya? Memaksa orang lain melepas idealismenya? Membuat orang lain menjadi serigala kemudian ia mengenakan mantel domba? Ia duduk cantik di singgasananya, orang-orang di bawahnya yang telah ia poles yang akan saling bersinggungan langsung dengan orang-orang yang telah mempercayainya. Apakah itu kebahagiaan yang mereka cari? Bagai Tuan yang menonton pertandingan sabung ayam, ia memasang taji agar keduanya saling melukai. Salah satu dari mereka mati pun takkan masalah baginya, toh ia masih punya banyak. Zivon merasa mereka tidak termasuk definisi manusia yang diceritakan Kasil. Mereka terlalu kejam untuk ukuran manusia.
***
15 February 2013
“gimana papi kamu?”tanya Kasil pada Zivon ketika mereka tiba di taman belakang sekolah. Ya mereka hidup di zaman yang sudah sangat modern, tak ada yang bisa ditutup-tutupi termasuk penggiringan ayah Zivon semalam yang berhasil menjadi trending topic dimana-mana. Sesuai ekspektasi, anak-anak lain sudah melayangkan bisik-bisik dan tatapan sinis pada Zivon sedarinya tiba di gerbang sekolah. Seperti biasa, Zivon takkan peduli. Lebih tepatnya tidak ingin peduli meski sebenarnya ia juga merasa sangat risih.
“mana gue tahu. Gue gak peduli”jawab Zivon.
“kok bisa kebetulan ya? Kakek juga ditangkap polisi kemarin”ujar Kasil membuat Zivon terkejut.
“hah? Kok bisa? Emang kakek salah apa?”Zivon masih belum mempercayai pendengarannya. Kakek Kasim sudah ia anggap kakeknya sendiri dan ia merasa bahwa beliau adalah orang yang sangat baik bahkan takkan tega untuk membunuh nyamuk sekalipun.
“nebang mangrove di daerah terlindungi”
“GILAAA! SINTINGG!!!”saat itu juga Zivon merasa ingin mengeluarkan berbagai sumpah serapah tapi berhasil ia tahan.
Kasil tersenyum miring “ya negara mu memang gila von. Haha”
Belum sempat Zivon menjawab, tiba-tiba Amrah datang dengan wajah ditekuk.
“Zivon kamu gak papa kan?”tanpa basa-basi ia langsung bertanya dengan nada penuh hati-hati.
“yang korupsi itu bokap gue, yang bakal dapet hukuman juga dia, bukan gue. Jadi gue santai aja”jawab Zivon enteng.
“iya tuhh ihh, aku juga udah ngomong gitu ke yang lain kalau yang salah itu papa kamu dan kamu gak terlibat sama sekali jadi gak perlu disalahin sama sekali tapi yaa tetep aja dasar netizen”
“udahlah, itu kan hak mereka untuk berpendapat. Kita juga gak bakal bisa membuat semua orang seneng sama kita”ujar Kasil.
“bener. Gue juga gak nyalahin mereka kok kalau ikutan benci sama gue. Gimana pun juga orang itu udah nyumbang gen di kromosom gue jadi wajar aja sih”
“huft! Aku pengen deh belajar bodoamat sama kalian. Kalau aku jadi kamu pasti udah stress tujuh keliling”kata Amrah. “eh btw, maaf ya von tadi malam aku udah curhat Panjang lebar sama kamu eh ternyata kamu punya masalah yang lebih besar. Padahal aku kan Cuma sedih biasa aja tapi udah ngerasa masalahnya paling besar”
“udahlah sans aja, kita semua punya porsinya masing-masing. Gak ada tuh Namanya masalah ringan, sekali masalah ya masalah. Gak usah bandingin sama orang lain juga. Kita punya kapasitas yang berbeda-beda”ujar Zivon bijak.
“emang ada masalah apa rah?”tanya Kasil
“kak Anisa lagi galau. Katanya kemarin dia ketemu kakek-kakek gitu di kantor terus kakek itu mau dihukum. Dia udah berusaha ngejelasin situasi kakek itu ke atasannya tapi tetep aja atasannya keukeh kalau semua yang salah harus dihukum. Dia gak pengen orang-orang anggap remeh polisi, menganggap mereka enteng padahal kak Annisa bilang kalau mereka bersikap keras begitu juga karena sebentar lagi akan ada evaluasi dari kantor pusat tentang kinerja mereka sehingga mereka harus segera menemukan orang jahat dan menangkapnya. Sedih banget dengernya sumpah tapi aku gak bisa apa-apa padahal kakeknya Cuma nebang mangrove untuk bertahan hidup”cerita Amrah.
Zivon dan Kasil hanya saling berpandangan.
***
Komentar
Posting Komentar