17 Juli 2010
“eh lo yang anak Jaksa itu kan? Lo harus masuk di geng kita. Geng anak-anak kaya di kota ini dan lo bakal jadi ngehits”
“aku gak bisa.. aku gak suka masuk di geng-geng kayak gitu”
“’aduh hellowww! Berapa banyak anak yang mau masuk di geng kita tapi kita tolak karena penghasilan orang tua mereka cuma di bawah rata-rata. Lo harusnya bersyukur kita undang langsung”
“tapi aku bener-bener gak bisa…”
“eh lo songong banget sih!! Denger ya, bokap gue pengusaha, duit gue lebih banyak. Lo kalau mau sombong ke rakyat jelata aja sana!”
“aku bukannya sombong, aku cuma…”
“ah udah deh, lo yah udah dibaik-baikin malah sombong banget udah kayak yang punya kota”
“tau nih, kita tuh cuma mau temenan sama lo”
“temenan atau musuhan. Lo tinggal milih, tapi sekali lo tolak temenan sama kita siap-siap aja hidup lo bakal gak tenang”
Kemudian sekumpulan gadis-gadis itu pergi. Semenjak itu hidup Amrah benar-benar tidak tenang. Ia pikir kejadian seperti itu hanya ada di sinetron yang biasa ditontonya ibunya, ternyata ia pun mengalaminya. Malangnya lagi, tak ada yang mau berteman dengannya karena terlalu takut pada geng hits itu. Amrah bukannya sombong seperti yang dikatakan anak-anak itu, ia hanya tak suka terkekang dengan sekumpulan anak-anak yang menyebut mereka hits, cara mereka berbicara saja sudah membuat Amrah tak suka. Merekalah yang sesungguhnya paling sombong dan merasa paling OK. Tapi, nasi sudah jadi bubur dan sekarang Amrah harus menanggung akibatnya.
Pernah suatu hari, ia sudah berada di puncak paling terbully di antara semua yang pernah anak-anak itu lakukan. Badannya sudah penuh dengan tepung dan air got busuk yang ia dapatkan ketika membuka pintu WC sekolah, dengan rasa malu yang sudah tidak tertahankan dan tatapan jijik dari seantero sekolah Amrah hanya bisa berlari entah kemana. Seluruh mata yang memandangnya menyiratkan pesan yang sama, jijik. Tanpa mereka beritahu pun Amrah tahu, ia sendiri merasa jijik dengan dirinya saat itu. Amrah merasa seluruh dunia sedang bekerja sama untuk menjadikannya lelucon. Ingin rasanya ia putar kembali waktu dan ia akan menerima tawaran itu walaupun hatinya menolak dengan keras. Ia hanya perlu pura-pura bahagia, berpura-pura menatap jijik orang-orang yang tidak menarik dan orang tuanya kurang berkecukupan, mendongakkan kepala sambil melenggak-lenggokkan pinggul. Ia rasa semua itu lebih mudah ia lakukan daripada melalui kehidupan sekolah yang berat ini. Melapor ke guru atau orang tua? Ia bahkan tidak tahu nasib apa yang akan menimpanya selanjutnya ketika ia melakukannya, anak-anak itu rasanya takkan segan membunuh. Sekarang pun Amrah merasa mereka sudah berhasil membunuh jiwanya.
***
Zivon memang bukan orang yang terlalu peduli dengan lingkungan sekitar. Ia memiliki kawan yang akan memberitahu seluruh kejadian di sekolah dengan ringkas. Bukannya ia terlalu gila dengan urusan, ia hanya sedikit terlalu peduli. Sifatnya yang agak dibenci oleh Zivon. Ia tidak peduli apa yang dilakukan oleh orang lain, selama itu tidak mengganggu hidupnya, silakan lakukan apapun yang ingin kamu lakukan. Zivon tak peduli dan tak mau ambil pusing. Ia masih memiliki segudang permasalahan sendiri yang harus ia selesaikan. Sehingga sifat sahabatnya terkadang ia anggap berlebihan.
“semua orang juga tahu perihal itu. Bukan hanya aku yang tahu soal itu. Kamu saja yang terlalu tidak peduli sampai tidak tahu”salah satu pembelaanya.
“oh baiklah, dan akan sangat baik kalau gue bukan salah satu di antara ‘semua’ orang itu”
“well, terserah padamu saja”
“kita hidup di dunia saling berdampingan, kita makhluk sosial, tugas kita adalah saling mengingatkan dan menasihati dalam kebaikan. Itu sudah kodrat kita.”pembelaannya yang lainnya.
“terus kenapa Allah juga bilang ke Rasulullah kalau Beliau tidak perlu terlalu mengkhawatirkan orang-orang yang lalai karena itu bukan tanggungannya? Bukannya juga udah dibilang bahwa setiap manusia akan menanggung dosanya masing-masing? tidak ada yang akan menanggung dosa orang lain”Zivon bukan orang yang taat beragama tapi setidaknya kalimat itu selalu ia garis bawahi ketika membaca Kitab agamanya.
“aku juga bukan orang yang baik agamanya yang bisa menjelaskan ke kamu tentang maksud ayat-ayat itu. Nanti aku salah ngomong lagi padahal ini menyangkut agama. Tapi perintah untuk saling menasihati itu juga ada dan Allah tidak mungkin memberikan perintah yang bertolak belakang jika dipikir menggunakan logika sumbu pendek kita. Hm.. kita harus lebih banyak belajar, Zivon”
“yaa, gue tau itu”.
31 Juli 2010
Hari ini entah pembelaan sahabatnya yang mana yang menyadarkannya, di ujung koridor ia lihat sekumpulan gadis sedang mengerumuni sesuatu. Awalnya ia tidak peduli, palingan gadis-gadis itu hanya sedang bergosip seperti biasa kemudian setelah lama memperhatikan ternyata ada seorang gadis lain yang sibuk mereka tertawakan. Wajahnya sudah penuh dengan warna, ia seperti kanvas yang diwarnai oleh balita. Hal yang lebih mengejutkannya lagi, orang-orang di sekitarnya hanya memandang perlakuan itu seakan-akan mereka sedang menonton televisi. Sebagian dari mereka ikut tertawa, sebagian lainnya terlihat iba namun tetap tak melakukan apa-apa dan sebagian yang lain tak peduli dan tetap melanjutkan aktivitasnya seolah itu bukan menjadi urusan mereka. Zivon yang pada saat itu sedang terbuka mata batinnya turut geram dengan kejadian yang terjadi di depannya. Ia bahkan paling kesal dengan mereka yang tidak memperhatikan sama sekali, ia melihat pantulan dirinya di orang-orang itu. Seketika ia merasa telah menjadi kriminal. Apakah wajah seperti itu yang selama ini sahabatnya saksikan. Kasil, sahabatnya, nyatanya cukup sabar menghadapi sikap apatis Zivon. Kini, ia sudah menunggu terlalu lama.
“Cukupp!!”bentak Zivon ketika ia sudah sampai di kerumunan gadis itu, tawa mereka hilang seketika.
“ada apa Zivon? Biasanya juga kamu gak peduli”ucap seorang gadis yang ia kenal. Cintya, gadis yang juga satu sekolah dengannya saat SMP.
“ini sudah keterlaluan. Lo gak liat apa dia udah nangis dari tadi”ucap Zivon marah. “Dan kalian semua, kalian ngeliat semuanya dengan mata kepala kalian tapi gak ngelakuin apapun, seolah gak terjadi apa-apa. Kalian bahkan ikutan ketawa. Gue gatau ya kemana hati nurani kalian semua”ucap Zivon sambil menunjuk orang-orang yang berada di koridor tersebut, mereka hanya bisa menunduk.
“Zivon lo kenapa sih? Kesurupan setan apaan lo sampe jadi begini?”tanya Cintya.
“kalau gue kesurupan Setan, gak bakal begini. Lo kan tau semua setan itu jahat. Lo mungkin yang lagi kemasukan Setan”air muka Cintya langsung berubah mendapat semburan dari Zivon.
“Zivon!”seseorang memanggilnya, itu Kasil. Ia datang dengan wajah penuh keterkejutan. Tatapannya seakan berkata kamu-ngapain-di-sini? Tetapi sebelum ia bertanya lebih lanjut, Zivon sudah memberikannya tatapan yang ia harap Kasil bisa mengerti. Akhirnya Kasil melihat gadis yang gadis-gadis sadis itu rundung sedari tadi, Kasil kemudian membantunya berdiri.
“inget ya, jangan pernah gangguin dia lagi! Sekali lagi gue liat kalian ngapa-ngapain dia lagi, berurusan sama gue”ucap Zivon bag pahlawan. Sejujurnya ini kali pertama ia mengatakan hal seperti itu selama 17 tahun sejarah hidupnya. Ia merasa geli sendiri namun ia harus segera menuntaskan urusannya di sini.
“mba-mba, ini sudah zaman modern, masih saja melakukan perundungan. Heran deh”Kasil tetap menyempatkan diri ngedumel tak jelas sebelum akhirnya ikut pergi menyusul Zivon.
Itulah awal mula pertemuan ketiganya. Semenjak saat itu Amrah, gadis yang mereka tolong selalu berada di bawah pengawasan keduanya bag seorang kakak menjaga adiknya. Amrah merasa sangat beruntung bertemu Zivon dan Kasil, merekalah yang sudah menyingkirkan awan-awan gelap yang menaungi hari-harinya belakangan. Akhirnya Amrah juga memiliki teman wanita lain bernama Dhiya dan Khairah. Keduanya mengaku ingin sekali membantu Amrah saat dirundung geng hits itu namun keduanya juga merasa takut akan turut dirundung pula. Seperti yang diketahui perundungan saat masa sekolah adalah pengalaman paling pahit yang bisa dirasakan oleh remaja. Masa sekolah harusnya menjadi masa paling indah. Meski akhirnya Amrah dekat dengan Zivon dan Kasil tetapi mereka tak serta merta selalu sersama seperti yang terjadi di sinetron siang kesayangan ibu Amrah dimana seorang gadis yang seakan dilindungi oleh dua lelaki tampan, kemana pun gadis itu pergi, kedua lelaki tampan itu akan menjaga di belakangnya. Ternyata Zivon dan Kasil bukan orang yang seperti itu. Mereka hanya akan datang pada saat-saat tertentu saja dan lebih banyak ketika Amrah merasa sedih. Tetapi tak jadi masalah, sekarang Amrah memiliki Dhiya dan Khairah yang selalu ada untuknya dan akhirnya ia memiliki banyak teman setelah bebas dari perundungan. Hidupnya kini sempurna.
Sebenarnya sebagian besar mereka mendekati Amrah karena Zivon dan Kasil. Keduanya dikenal amat misterius. Kedua sejoli yang tak terpisahkan. Belakangan Amrah tahu bahwa mereka telah dekat sejak duduk di Sekolah Menengah Pertama. Keduanya bekerja di tempat kerja yang sama, walau Kasil memiliki puluhan tempat kerja lainnya. Kasil mungkin sangat kekurangan dari segi perekonomian sehingga ia terpaksa bekerja untuk membantu kehidupannya dan keluarganya, ia pun berhasil sekolah di sekolah mahal ini karena beasiswa. Harus Amrah akui, Kasil orang yang agak ambis dalam hal pelajaran walaupun ia juga sering lupa belajar sebelum ulangan karena seabrek pekerjaannya. Tapi tenang saja karena prinsip Kasil adalah “belajar dengan baik di sekolah, serap semuanya sampai menempel di otak. Ketika ujian tiba, cukup gali ingatan itu” jadi dia hanya belajar apabila sempat ketika menjelang ujian dan hasilnya selalu bagus. Tak usah dipertanyakan. Zivon adalah salah satu orang yang membuat Amrah tercengang, ia berasal dari keluarga kaya raya, tinggal di perumahan elit dan ayahnya orang yang terpandang tetapi ia lebih memilih bekerja dan naik sepeda ke sekolah, bukan naik mobil atau motor bagus seperti kebanyakan teman sekolahnya. Akhirnya banyak pula yang menjadi penggemar rahasianya karena itu, anak kaya raya yang pekerja keras. Otaknya tak usah diragukan, Amrah selalu iri dengan otak yang berada di balik tempurung kepala Zivon. Zivon jarang belajar, ia bahkan sering tertidur di kelas, tetapi saat ujian hasilnya bagus. Saat mengerjakan tugas yang ia kerjakan dengan setengah hati pun, hasilnya tetap bagus. Jenis manusia yang langka.
Jika diperhatikan lamat-lamat keduanya memang memiliki wajah yang rupawan. Misterius, cerdas, pekerja keras, wajah tampan merupakan daya tarik Zivon dan Kasil yang membuat gadis-gadis yang dulunya tak peduli saat Amrah dirundung kini berbalik baik kepadanya. Apa yang mereka harapkan? Toh Amrah merasa kedua anak itu tidak tertarik pada kisah kasih sekolah seperti itu. Tak masalah, nikmati saja. Amrah menganggapnya pelangi yang datang setelah ribuan badai yang harus ia lalui sendiri.
***
28 Agustus 2010
“pernah gak sih kalian kepikiran untuk bunuh diri?”tanya Amrah ketika ketiganya sedang duduk santai di taman belakang sekolah. Tempat itu adalah tempat favorit mereka bertiga.
“gue pikir Cuma orang bodoh yang berpikir ngelakuin itu”ujar Zivon sambil berbaring memejamkan mata.
“puk!”
“Aww”
Sebuah buku tebal telah mendarat di kepalanya, hadiah dari Kasil.
“tapi ternyata gue juga pernah kepikiran ngelakuinnya”lanjutnya sambil memberi tatapan kesal pada Kasil.
“padahal hidup kamu sempurna, Zivon”ucap Amrah heran.
Zivon tersenyum miring “memang kelihatannya sempurna”
“intinya kita tidak tahu pertempuran seperti apa yang dihadapi oleh orang lain. Itulah makanya kita tidak ada hak menghakimi orang lain, kita tidak berada di posisinya”kata Kasil bijak. Memang, di antara ketiganya Kasil yang paling bijak, mungkin karena sudah begitu banyak buku yang ia lumat serta ia telah mengecap asam manis kehidupan lebih banyak dari mereka.
“kamu pernah kepikiran untuk bunuh diri?”tanya Amrah pada Kasil.
“sebenarnya pikiran seperti itu tidak boleh ada di dalam kamusku, pikiran orang yang menyerah, pikirku dulu. Tapi terkadang aku juga ingin menghilang dari muka bumi ini. Rasanya hanya ingin menghilang dan tak kembali lagi. Entah apakah disebut pikiran ingin bunuh diri atau tidak, aku hanya ingin menghilang walau sejenak”jawabnya sambil menatap menembus langit.
“aku pernah, bahkan udah pengen banget nyoba waktu selalu dirundung sama geng anak-anak hits itu”Amrah tersenyum kecut. “rasanya tak ada alasan lagi untukku hidup. Hidupku kacau balau. Tak ada tempat bersandar. Aku gak mau nyusahin keluarga ku, ayahku selalu sibuk, kakakku juga, ibuku punya banyak kekhawatiran, aku gak mau nambahin beban mereka. Aku dirundung di sekolah, bahkan tidak ada yang mau berteman sama aku. Seluruh isi sekolah membenciku. Saat itu aku rasa sudah pengen mati saja. Hidupku tidak berguna sama sekali. Aku berharap bisa mati sehingga semua rasa malu dan rasa sakit itu juga hilang. Kemudian kalian datang, mengubah hidupku 180 derajat. Aku gak tau harus bagaimana cara berterima kasih pada kalian. Kalau saja saat itu kalian juga turut mengabaikanku seperti anak-anak lainnya, aku sekarang mungkin masih di bawah perundungan mereka”ujar Amrah dengan mata berkaca-kaca. Zivon dan Kasil terdiam.
Segala pikiran berkelabat di kepala Zivon, ia tak pernah tahu sedikit saja rasa pedulinya pada orang lain bisa mengubah hidup seseorang sebegitu hebatnya.
“kamu hanya perlu tetap bertahan hidup. Menjalani hidupmu lebih baik. Itu caramu berterima kasih”Kasil menjawab. Kemudian hening, mereka sibuk berkutat dengan pikirannya masing-masing.
Kasil pernah berdiri sendiri di atap bangunan yang tinggi, sudah bersiap untuk mati. Kemudian ia teringat bahwa apabila bukan saatnya ia mati, masih belum waktunya seperti yang tercatat di buku besar, maka ia hanya akan jatuh dengan tulang patah-patah. Ia akan masuk rumah sakit, keluarganya akan bersedih, kakeknya yang tua renta harus banting tulang lebih keras membiayai rumah sakitnya, ia takkan bisa bergerak, wajah tampan yang selalu menjadi penolongnya saat melamar pekerjaan pun akan rusak. Akhirnya ia tidak jadi lompat.
Meski memikirkan akhir yang konyol, ia tak pernah merasa pikiran untuk bunuh diri adalah pikiran orang tolol seperti yang kebanyakan orang pikirkan. Mereka hanya belum menemukan tujuan hidupnya, sedang kehilangan semangat hidupnya, kehilangan arah, belum menemukan alasannya untuk bertahan hidup. Mungkin hampir 50% spesies Homo sapiens di muka bumi ini pernah memikirkan cara untuk mengakhiri hidup, dibanding memanggil mereka bodoh, Kasil lebih memilih untuk merangkulnya. Meski ia tahu seberapa keras pun ia berusaha, ia takkan bisa mengerti sepenuhnya apa yang orang lain rasakan. Hati, pikiran dan kadar hormone yang mengalir dalam darah mereka berbeda. Setidaknya orang itu tahu, akan ada orang lain yang membantunya dalam perjalanan menemukan tujuan hidup.
***
Bersabarlah sedikit lagi, bertahanlah, pelangi akan datang dan untuk melihat pelangi itu, kamu harus tetap hidup. Salam kasih dariku.
Komentar
Posting Komentar