Hilmi… wanita
yang duduk jauh dari tempatku, wanita dengan paras cantik, berkulit putih,
bermata indah, senyum menawan yang selalu menghiasi bibir merahnya dan yang
paling membuatku takjub rambutnya. Rambut yang tak terlihat sehelai pun
menghiasi wajahnya, rambut yang berada di balik kain tipis itu. Wanita
berjilbab itu terasa begitu sempurna. Tak hanya dari fisik, tapi juga
akhlaknya. Wanita itu anak tarbiyah -salah satu organisasi untuk memperdalam
ilmu agama- yang aku dan dia ikuti. Wanita itu tak pernah lupa salat, mengaji,
bersedekah serta ramah kepada siapapun. Wanita itulah wanita paling sempurna
yang pernah kulihat. Wanita yang membuat perasaan aneh disini. Di hatiku.
***
Sudah lama aku
menyimpan rasa padanya dan kutahu begitu pula dengan lelaki lain. Sejak pertama
melihatnya aku mulai merasa ada yang berbeda meski aku berusaha untuk tak
menyukainya. Mengapa? Karena aku tengah berpikir sempit. Aku berpikir dengan
fisiknya itu, dia merupakan wanita yang tak begitu mengenal agama. Namun, setelah
hari itu, setelah aku melihatnya di
kelompok tarbiyah kami, aku benar-benar jatuh cinta padanya.
Sudah lama aku
memperhatikannya, meliriknya secara diam-diam. Hal yang selama ini belum pernah
kulakukan. Aku selalu menahan diri untuk tidak terlalu memikirkan Cinta, karena
aku tahu Jodoh ada di tangan tuhan. Tapi, Hilmi telah merubah segalanya.
Membuat perasaanku semakin lama semakin besar. Menahannya, adalah sesuatu yang
sedang kulakukan. Bagiku lebih baik
menahan perasaan ini, karena aku tak ingin mengikat hubungan dengan wanita
manapun kecuali menikah yang akan kulakukan kelak jika dewasa nanti. Aku pun
tahu bahwa ia pun memikirkan hal yang sama denganku.
Semakin lama perasaanku kepadanya semakin dalam. Aku
sudah cukup menahannya. Cintaku yang terlalu dalam kepadanya dan tak ingin
kusampaikan membuatku frustasi. Aku sudah tak tahan hanya menatapnya dengan
perasaan membuncah di dada. Akhirnya, kuberanikan diri mengambil keputusan. Aku
pun pindah sekolah.
***
Ahmad… lelaki yang duduk jauh dari tempatku, lelaki
dengan tubuh jangkung, kulit cerah, nan ramah. Lelaki dengan ibadah yang luar
biasa. Lelaki dengan iman yang kuat, seorang imam yang dicari wanita manapun.
Yang belakangan kutahu menyimpan rasa terhadapku, aku sering mendapatinya tengah menatapku. Aku
merasa di atas awan, lelaki yang diinginkan setiap wanita itu ternyata
menyukaiku. Namun, tanpa alasan yang pasti, ia pun pindah sekolah. Hari-hariku
terasa sepi karenanya, aku merasa merindukannya. Sebenarnya aku pun
menyukainya, namun tak untuk bersama. Pacaran itu tidak ada dalam hukum Islam.
Lelaki-lelaki di sekelilingku yang juga menyukaiku tak dapat mengalihkan
perhatianku dari Ahmad. Aku pun menjalani hari-hariku dengan perasaan rindu
mendalam.
***
Aku berpikir dengan meninggalkan wanita yang sangat
kucintai itu aku pun akan meninggalkan perasaanku kepadanya. Ternyata Tidak.
Sebaliknya, aku semakin mencintainya,
aku merindukannya. Namun, kucoba menjalani hari-hariku dengan normal walau
terkadang ia masih menghantui pikiranku. Wanita-wanita di sekelilingku yang
ternyata banyak pula yang menyukaiku- aku tahu dari teman-temanku- ternyata tak
mampu membuatku melupakannya. Aku pun menjalani hari-hariku dengan perasaan
rindu mendalam.
***
Tak terasa Januari cepat berlalu berganti Desember. Dua
tahun dengan seragam putih abu-abu, tiga tahun di bangku kuliah dan dua tahun
di dunia kerja. Aku masih menjalani hari-hariku dengan perasaan rindu yang
sama. Dan sekarang aku tengah
melangkahkan kakiku menuju masjid tempatku tarbiyah selama tiga tahun
ini. Hilmi, masih ada di sana, di relung hatiku. Tak pernah terganti oleh
siapapun selama tujuh tahun ini, juga tak pernah kulihat lagi. Dan sekarang
keputusanku sudah bulat, aku akan mengakhiri semua ini. Hari yang
kutunggu-tunggu akhirnya tiba. Aku memasuki masjid, di sana kulihat seseorang yang sedang kubutuhkan.
“Assalamu alaikum warahmatullahi wabarakatuh” aku
mengucapakan salam
“wa alakum salam warahmatullahi wabarakatuh” jawab orang
itu “apa kabar Ahmad?” lanjutnya
“baik pak ustadz,”jawabku singkat “pak ustadz saya
datang ke sini ingin minta tolong pada pak ustadz!” kataku ingin menyampaikan
maksud kedatanganku. Pak ustadz diam saja mendengarku, yang kutahu sebagai
tanda untuk aku melanjutkan “begini pak ustadz, saya rasa saya sudah cukup usia
untuk menikah. Jadi, saya ingin minta tolong kepada pak Ustadz untuk mencarikan
saya jodoh. Saya tahu pak Ustadz pasti tahu yang terbaik.”
“ooohh..ya ya ya.. itu bagus nak Ahmad. Tapi apa nak
Ahmad memiliki kriteria tertentu untuk calon istri nak Ahmad kelak?” Tanya pak Ustadz
Lama aku berpikir dan akhirnya kuserahkan secarik kertas
dengan kriteria yang aku inginkan. Dan semua kriteria itu adalah Hilmi sendiri.
Aku juga memutuskan untuk tak perlu melihat wajah calon istriku nanti, aku akan
menerimanya dengan lapang dada. Aku pasrahkan semuanya kepada Allah swt. Karena
aku yakin Dia tahu yang terbaik bagiku.
Biarlah kukubur dalam-dalam perasaanku kepada Hilmi. Sudah cukup aku
menginginkan orang yang bahkan tak pernah kusapa. Mungkin dia bukan jodohku.
***
Hari pernikahanku pun tiba, pak Ustadz telah
melaksanakan tugasnya dan ia merasa wanita itu yang terbaik bagiku dan sangat
cocok dengan criteria yang aku inginkan serta akan menjadi istri yang baik
kelak untukku. Aku belum pernah sekalipun melihatnya dan tiba-tiba rasa sakit
itu kembali datang. Beberapa hari yang lalu, untuk pertama kalinya dalam tujuh
tahun aku mendengar kabar Hilmi, namun kabar duka yang kudapat. Dia akan segera
menikah.
***
Saat kudengar namanya keluar dari bibir pak Ustadz serta
ciri-ciri yang ia sebutkan, aku tak berpikir panjang. Aku langsung menyetujui
perjodohan dalam karung ini. Aku mungkin sudah tak melihatnya dalam tujuh tahun
dan baru akan meihatnya setelah akad nikah nanti. Aku merasa perasaan rinduku
akan segera terbayarkan.
***
Setelah akad nikah, aku baru bisa bertemu dengan wanita
yang telah menjadi istriku itu. Dadaku dilanda bencana, aku merasa tanganku
gemetar memegang gagang pintu. Saat kudengar nama yang akan kusebut saat ijap
Kabul tadi, perasaanku langsung berteriak.
Aku begitu berharap, namun takut kecewa. Saat kubuka pintu, perutku
terasa dilanda tsunami. Aku tengah
mendapati Hilmi duduk di sana. Memang benar, Jodoh tak kan lari kemana. Tuhan
telah menjodohkanku dengan Hilmi.
***
17/09/2014
Komentar
Posting Komentar