Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Oktober, 2017
Maaf! Ingin sekali kuucap demikian. Seharusnya aku diam saja tanpa sepatah kata pun. Tapi bagiku penting ucapkan kata. Karena aku tak ingin mendengar cerita lebih lanjut. Aku takut hatiku teriris kembali dan luka yang baru mengering kembali terbuka. Aku takut. Dan responku mungkin malah menyakiti hatimu. Tapi biarlah. Benci saja aku. Sepertinya semua akan lebih mudah dengannya. Wajah dingin dan lidah belati yang mungkin terlihat. Sebuah kamuflase agar kau benci diriku saja. Agar kau bisa berhenti mencintaiku. Karena aku tak kan bisa berhenti bila kau belum berhenti. Dan aku masih berangan. Aku kira aku sudah berhenti, namun angan itu masih terus melaju. Masih berimajinasi dan bermimpi seperti dahulu. Masih berharap dan berangan kau yang temani hari-hariku kelak dalam ikatan halal. Meski luarnya aku beku. Akibat air mata menderas dengan atmosfir yang kupaksa dingin agar kembali mengeras. Aku butuh penegasan. Bahwa saat ini kita tak kan bersama. Dan memintamu jangan berharap walau kadan...
Aku ingin dengar keluh kesahmu, kawan Aku ingin jadi curahanmu saat sahabatmu tak ada yang peduli Tapi aku takut Kisahmu begitu tragis kawan Sahabat tangismu tempatmu ceritakan kisah kasihmu Dengan entengnya melenggang renggut segalanya Aku terlalu takut kawan Kisahku akan sama sepertimu Karena aku sudah menemukan titiknya Dan pada akhirnya kisahmu menularkan kawan yang lainnya. Akankah aku berikutnya? 29/10/2017
Benarkah aku sudah memaafkan? Benarkah hati ini sudah ikhlas? Di ujung bibir sudah. Tapi nyatanya ada hati yang masih kecewa Sudah terlalu lelah penuhi otak dengan wajahnya Yang tak kunjung berkesudahan Tak ingin buruk sangka Tapi mungkin dia akan segera jadi milik orang lain Tolong ikhlaskan! Demi niat dan tekad dan demi bahagianya Luka lama membuka kembali Makhluk yang jarang dikecewakan lelaki karena memang tak pernah menyentuhnya Butuh waktu lama untuk berproses Adakah dia peduli? Mungkin dia telah bahagia Selalu dan selalu di sisinya Di sisi dianya yang baru Ya tuhan, aku tak ingin rasa untuk dia lagi Sudah cukup luka ini Ya Rabb, dulu ku begitu percayainya Dulu amat sayanginya Dan bodohnya sekarang pun masih Masih merangkai mimpi atas semua yang telah terjadi Hey bodoh, berhentilah! Dia sudah bahagia dengan yang lain Dengan dia yang dapat terus di sisinya. 29/10/2017
Setelah kembali kupikir. Mungkin aku yang jadi pelampiasan. Di saat hatimu terluka. Dan mungkin hatimu masih bersamanya hanya ia yg pergi. Tapi hatimu mungkin tidak. Kembali teringat kisah curahan seorang kawan. Mungkin jahat bila kusamakan. Namun aku menilik ada kemiripan di sana. Baginya sahabatku, saudaraku.. adalah perawat baginya. Merawat hatinya yang terluka oleh masa lalu kemudian pergi. Mungkin saudaraku yang pergi tapi ia berkesimpulan mungkin memang itu tugasnya baginya. Mungkin aku pun sama. Hanya penyembuh saat dirimu terluka. Di saat ia kembali, tentu hatimu yang lama tertinggal padanya bisa kau minta kembali namun tetap berada di sisinya. Kemudian tinggal lah aku sendiri. Tahu diri untuk pergi. Sudah tak berguna lagi di sini. Sudah berulang kali aku dikecewakan lelaki. Sahabat baikku sendiri. Begitu cepatkah hatinya berpaling. Namun kenapa harus dia? Semua orang tau persaudaraan kami, kamu memecah segalanya, sahabatku. Kamu menghancurkan kepingan rapuh yang berdarah. K...
Hey! Aku rindu. Cerita ini lagi dan lagi. Tak pernah bosan, tapi mungkin pembaca yang bosan. Tiap bait kata hanya ada rindu. Haruskah kusebut satu-persatu segala kerinduan? Ahh hanya membuatku mengenang. Aku ingin sibuk tanpa punya waktu luang sedetik pun pikirkanmu. Tapi nyatanya dalam segala aktivitasku hanya ada kamu. Bahkan saat pertemuanku dengan Tuhanku sekalipun. Mungkin Dia sudah bosan dengarkan ceritaku. Sementara aku tiada henti lantunkan cerita yang sama. Dada ini masih bergemuruh. Bahkan jika hanya dengar namamu disebut. Mata ini masih nakal. Menatap beberapa detik walau kilat berpaling. Semuanya memang 'masih'. Segalanya tentang 'masih'. Aku tak marah hanya kecewa. Dan para lelaki suka mengoloknya. Padahal itu adalah perasaan terdalam wanita. Tapi kau tau betul segunung kecewaku takkan tandingi rasa sayangku. Klise. Kuno. Lebay. Tapi itu yang kutau. Mungkin hanya jadikan alasan atas segalanya. Aku memang ingin pergi. Terlalu lelah dengan segala rasa yang ...
Kau mungkin tak tahu. Tak kan pernah tahu. Aku benar-benar tak ingin beranjak walau sejengkal pun dari sisimu. Selamat! Kau berhasil mengubah kebencianku menjadi cinta yang begitu dalam. Sudah sering kukatakan aku mungkin terlalu polos. Begitu mudah dibodohi dan percaya. Bahkan kadang bingung ingin percayai siapa. Aku percaya mereka, suara-suara sumbang sahabatku. Aku juga percaya kamu, yang sampai detik ini berulang kali buatku kecewa dan berulang kali hati ini memaafkan dan tetap berkali-kali jatuh cinta selalu mencintai. Bodoh. Entahlah. Mereka bilang semua lelaki sama saja. Kamu bilang kamu berbeda. Mereka bilang jangan mudah percaya. Kamu bilang tolong percaya aku. Mereka bilang kamu berbohong. Kamu bilang kamu takkan bohong lagi. Mereka bahkan bilang kamu tak sakit. Jujur hatiku begitu perih mendengarnya. Aku yang tahu. Sesuatu yang aku percaya. Meski aku tak tahu kebenarannya. Tahukah kau hati dan pikiran yang terombang ambing. Pada akhirnya kuserahkan kembali pada-Nya. Tolon...
Ini tengah malam. Aku rindu dia. Rindu bercengkrama sampai tubuh bereaksi atas kelelahan di siang hari. Akhirnya tertidur pulas tanpa sadar dengan senyum mengembang. Rindu mengganggu dan membangunkannya tengah malam. Hanya dia yang takkan marah saat tiba-tiba tidur lelapnya terganggu panggilan masuk dariku. Akan terdengar suara khas bangun tidurnya yang lucu. Dimana kucoba menahan tawa demi merengek tanda bersedih agar ia tak marah. Aku tak bisa tidur. Aku rindu dia. Pertama kali kubenci dia. Bahkan pesan singkatnya malas kubaca apalagi kubalas. Saat dia nyatakan rasa aku malah senyum-senyum dan teringat dalam mobil teriak-teriak memeluk boneka hingga dikira kesurupan. Saat dia memegang kedua tangan dengan mata memelas aku perlu menatap lebih lama dan dalam. Benarkah ia tulus? Awalnya tak ingin. Kemudian hinggap rasa takut. Mungkin aku sudah menyayanginya. Akankah ia bergegas beranjak dariku jika tak kugenggam? Namun haruskah menggenggam untuk memiliki? Aku takut. Aku tak ingin kehilan...