Hey! Aku rindu.
Cerita ini lagi dan lagi. Tak pernah bosan, tapi mungkin pembaca yang bosan. Tiap bait kata hanya ada rindu. Haruskah kusebut satu-persatu segala kerinduan? Ahh hanya membuatku mengenang. Aku ingin sibuk tanpa punya waktu luang sedetik pun pikirkanmu. Tapi nyatanya dalam segala aktivitasku hanya ada kamu. Bahkan saat pertemuanku dengan Tuhanku sekalipun. Mungkin Dia sudah bosan dengarkan ceritaku. Sementara aku tiada henti lantunkan cerita yang sama. Dada ini masih bergemuruh. Bahkan jika hanya dengar namamu disebut. Mata ini masih nakal. Menatap beberapa detik walau kilat berpaling. Semuanya memang 'masih'. Segalanya tentang 'masih'. Aku tak marah hanya kecewa. Dan para lelaki suka mengoloknya. Padahal itu adalah perasaan terdalam wanita. Tapi kau tau betul segunung kecewaku takkan tandingi rasa sayangku. Klise. Kuno. Lebay. Tapi itu yang kutau. Mungkin hanya jadikan alasan atas segalanya. Aku memang ingin pergi. Terlalu lelah dengan segala rasa yang berkecamuk dengan ancaman kematian di depan mata. Kamu tau kan aku tak ingin mati dalam maksiat. Aku pun tak ingin kamu begitu. Aku sayang kamu. Tahu kah kau? Hatiku begitu teriris lihat namanya. Mencoba tahan napas kala jemari tak hentinya bergerak dan kolom yang tak terhingga ternyata... hingga aku lelah dan hanya ingin sendiri di tengah hiruk pikuk dan hanya ingin menangis di tengah tawa serta ingin berteriak di tengah sunyi. Aku yang salah. Bukan kamu. Aku tau. Aku tak punya hak sejengkal pun. Aku dan dia sama. Hatiku hanya... terluka. Sangat. Kalau aku bilang kamu lelaki pertama yang goreskan bekas dalam hatiku, mungkin klise karena memang kamu pertama dalam segalanya. Sudah aku katakan hariku hanya diwarnai rindu walau kau tak lebih seinchi di depan mataku namun aku rindu. Rasanya kau tak terjangkau. Rasanya kau begitu jauh mungkin karena aku yang berlari menjauh. Mungkin inilah yang bernama menahan rasa. Mati-matian aku menahan rasa rindu, ingin memelukmu erat seperti dulu, bebas mengenggam tanganmu, dan bermanja ria. Menahan. Aku mungkin harus puasa tiap harinya.
Mungkin kamu bilang aku sudah tidak mencintaimu. Kamu salah. Masih sangat. Masih seperti dulu. Dan biarlah cinta ini kubawa dalam diam. Aku sudah tak ingin seperti dulu lagi. Maafkan aku yang berulang kali membuat hatimu sakit. Mungkin dia lebih baik dariku 😂 sepertinya kau terhibur dengannya. Aku senang bila kau bahagia. Karena aku tahu yang bisa kubawa untukmu hanya perih. Tak sepertinya yang bisa berimu bahagia. Mungkin aku hanya orang bodoh yang menantimu. Iya aku bodoh. Kamu memintaku menunggu. Dan dengan bodohnya aku benar-benar menunggu. Tanpa pikirkan kemungkinan yang lain. Bodoh haha. Hingga rasa itu masih ada dan makin beringas. Tanpa tahu kau yang di seberang sana. Kau boleh membenciku. Aku sudah terlalu jahat. Sampai bertemu di jannah! Karena aku sudah tak yakin dengan semua janjimu dulu.
19/10/2017
Cerita ini lagi dan lagi. Tak pernah bosan, tapi mungkin pembaca yang bosan. Tiap bait kata hanya ada rindu. Haruskah kusebut satu-persatu segala kerinduan? Ahh hanya membuatku mengenang. Aku ingin sibuk tanpa punya waktu luang sedetik pun pikirkanmu. Tapi nyatanya dalam segala aktivitasku hanya ada kamu. Bahkan saat pertemuanku dengan Tuhanku sekalipun. Mungkin Dia sudah bosan dengarkan ceritaku. Sementara aku tiada henti lantunkan cerita yang sama. Dada ini masih bergemuruh. Bahkan jika hanya dengar namamu disebut. Mata ini masih nakal. Menatap beberapa detik walau kilat berpaling. Semuanya memang 'masih'. Segalanya tentang 'masih'. Aku tak marah hanya kecewa. Dan para lelaki suka mengoloknya. Padahal itu adalah perasaan terdalam wanita. Tapi kau tau betul segunung kecewaku takkan tandingi rasa sayangku. Klise. Kuno. Lebay. Tapi itu yang kutau. Mungkin hanya jadikan alasan atas segalanya. Aku memang ingin pergi. Terlalu lelah dengan segala rasa yang berkecamuk dengan ancaman kematian di depan mata. Kamu tau kan aku tak ingin mati dalam maksiat. Aku pun tak ingin kamu begitu. Aku sayang kamu. Tahu kah kau? Hatiku begitu teriris lihat namanya. Mencoba tahan napas kala jemari tak hentinya bergerak dan kolom yang tak terhingga ternyata... hingga aku lelah dan hanya ingin sendiri di tengah hiruk pikuk dan hanya ingin menangis di tengah tawa serta ingin berteriak di tengah sunyi. Aku yang salah. Bukan kamu. Aku tau. Aku tak punya hak sejengkal pun. Aku dan dia sama. Hatiku hanya... terluka. Sangat. Kalau aku bilang kamu lelaki pertama yang goreskan bekas dalam hatiku, mungkin klise karena memang kamu pertama dalam segalanya. Sudah aku katakan hariku hanya diwarnai rindu walau kau tak lebih seinchi di depan mataku namun aku rindu. Rasanya kau tak terjangkau. Rasanya kau begitu jauh mungkin karena aku yang berlari menjauh. Mungkin inilah yang bernama menahan rasa. Mati-matian aku menahan rasa rindu, ingin memelukmu erat seperti dulu, bebas mengenggam tanganmu, dan bermanja ria. Menahan. Aku mungkin harus puasa tiap harinya.
Mungkin kamu bilang aku sudah tidak mencintaimu. Kamu salah. Masih sangat. Masih seperti dulu. Dan biarlah cinta ini kubawa dalam diam. Aku sudah tak ingin seperti dulu lagi. Maafkan aku yang berulang kali membuat hatimu sakit. Mungkin dia lebih baik dariku 😂 sepertinya kau terhibur dengannya. Aku senang bila kau bahagia. Karena aku tahu yang bisa kubawa untukmu hanya perih. Tak sepertinya yang bisa berimu bahagia. Mungkin aku hanya orang bodoh yang menantimu. Iya aku bodoh. Kamu memintaku menunggu. Dan dengan bodohnya aku benar-benar menunggu. Tanpa pikirkan kemungkinan yang lain. Bodoh haha. Hingga rasa itu masih ada dan makin beringas. Tanpa tahu kau yang di seberang sana. Kau boleh membenciku. Aku sudah terlalu jahat. Sampai bertemu di jannah! Karena aku sudah tak yakin dengan semua janjimu dulu.
19/10/2017
Komentar
Posting Komentar