Langsung ke konten utama

P E N D A R


            Panggil saja Pendar. Yaa seperti berpendar kadang ada kadang tidak, hanya seperti bayang-bayang, tak Nampak. Mungkin sebuah nama untuk detak jantungku yang kadang ada kadang tidak, maksudnya kadang tidak ada detakan untuk beberapa detik. Atau mungkin sebuah nama untuk keberadaanku dalam keluarga yang dianggap tidak ada, hanya berpendar. Ada atau tidak, tidak masalah sama sekali. Dahulu mereka begitu menginginkanku sampai harus bertandang ke panti asuhan dan mengadopsi seorang anak. Ya sebagai pancingan untuk suami istri kaya raya yang sudah 10 tahun menikah dan belum memiliki anak. Lantas akan diwariskan kepada siapa seluruh kekayaan mereka yang tumpah ruah itu? Maka jadilah aku memiliki seorang kakak bernama Lintar. Dia sekarang 20 tahun dan aku 14 tahun. Awalnya dia tidak begitu diperhitungkan terutama sejak kelahiranku. Statusnya sebagai mantan anak panti yang masih tidak jelas asal usulnya memberi jarak berarti dalam keluarga Herlambang yang terpandang. Namun setelah mengetahui masalah dalam tubuhku serta usia mami yang tidak lagi muda, dia menjadi anak emas semua orang. Dia, yang akan mewarisi semua kekayaan yang meluap-luap itu.
            Seorang anak lemah jantung sepertiku takkan mampu melakukan apapun. Pernah sekali saat di Taman kanak-kanak, seorang kawan yang jail mengagetkanku. Naas aku langsung kaget setengah mati disertai sesak napas hebat dan jantungku berhenti berdetak untuk beberapa detik. Kemudian aku pingsan. Setelah kejadian itu anak malang itu kemudian pindah sekolah karena terlalu takut berhadapan dengan keluargaku yang super berpengaruh itu. Sedangkan aku yang masih kanak-kanak tentu saja trauma berat. Karenanya aku harus mendekam di rumah sakit selama 3 minggu. Akhirnya aku memilih home scholling sejak saat itu. Sejak usia 7 tahun aku sudah dipasangi jam di pergelangan untuk mengontrol detak jantungku, agar ketika detaknya mulai membahayakan aku bisa memberi pertolongan pertama pada diriku. Yakni pergi dari situasi apapun itu dan menyendiri di kamar. Aku pernah memiliki hewan peliharaan untuk menemaniku bermain. Seekor anak anjing lucu. Aku tumbuh bersamanya. Seiring waktu dia semakin garang kepada orang asing yang mencoba mendekatiku. Gonggongannya semakin hari semakin besar membuatku harus ke rumah sakit lagi untuk ke sekian kalinya. Akhirnya keluargaku membuangnya. Semua orang yang ada di sekelilingku akan terjebak dalam situasi sulit. Sejak saat itu aku tidak ingin berteman dengan siapa pun jua. Akibatnya aku jadi semakin sulit bergaul dan malah membuatku menjadi tempramen. Orang bertanya baik-baik maka aku akan marah. Aku tidak suka ada yang mendekatiku. Ketika terjadi sesuatu padaku yang lemah ini maka mereka akan terkena imbasnya. Aku pemarah dan jantungku lemah sekali. Perpaduan yang sangat pas untuk menuju kematian.
            Meski kami tidak berbagi gen yang sama, Lintar selalu membantuku dengan tulus. Dia mengajariku banyak hal hingga suatu hari Eyang memberi kabar tentang Sunshine Shelter. Lintar marah besar, dia merasa keluarga itu ingin membuangku. Saat itu dia berumur 16 tahun sehingga tidak ada yang akan mendengarnya. Akhirnya dia merelakan kepergianku dan berjanji akan menjengukku setiap hari. Sudah 4 tahun aku di sini dan dia hanya pernah datang empat kali yakni saat natal.
            “aku mau tanya kenapa kamu bisa ada di sini?”
            Pertanyaan seorang anak berkursi roda, Lentera. Aku ada di sini karena aku dibuang. Karena aku menyusahkan dan tidak berguna sama sekali. Mereka tidak memerlukanku karena mereka memiliki Lintar yang bisa melakukan apa saja sesuai keinginan mereka. Tidak sepertiku. Kekayaan yang mereka miliki tidak sanggup membeli sepotong jantung pun untukku. Tidak ada yang cocok. Nasib AB resus +. Pertanyaan bodoh Lentera itu cukup untuk menaikkan adrenalinku. Aku tidak suka membahas keluargaku yang mentereng itu dengan siapapun. Mereka pikir aku akan memiliki banyak teman di sini. Mereka salah. Tidak ada yang ingin berteman dengan seorang pemarah sepertiku. Bahkan Kirana yang beberapa waktu lalu sempat aku tolong. Aku tidak bermaksud making friend dengannya, kebetulan saja aku lewat ketika ingin ke tempat persembunyianku di atap. Dengan segala sifat pemarahku, aku masih manusia. Aku tidak ingin digiring polisi untuk menjadi saksi akan kematian seseorang. Aku tidak ingin dijudge karena tidak mencegah tindakan bunuh diri.
            “dia akan kembali kok”aku mencuri dengar dari seorang anak perempuan yang bercerita dengan nada kesedihan. Aku bukan tipe penguping, aku tidak tahu mengapa aku tertarik pada topik ini.
            “dia lebih sering mimisan lebih dari biasanya. Aku takut…dia tidak akan kembali dengan badan bernyawa”ucap gadis yang lain.
            “Lentera tampak kuat”timpal yang lain lagi.
            “justru karena saat terakhirlah kita harus terlihat lebih kuat”
            “benar juga”
            “jangan bicarakan hal ini pada Pelita. Aku rasa dia tidak menyadarinya”
            “ok”
            “sip”
            Aku beku. Manusia penderita Leuikimia stadium akhir itu akan pergi?
“anggap saja itu pertanyaan terakhirku Pendar”kembali terngiang kalimat terakhirnya kemarin.
***
            Aku sudah mencari di seluruh penjuru gubuk keberadaan seorang manusia pucat berkursi roda namun tak kunjung kudapat cahaya mata coklatnya. Kemana dia? Aku menyusuri satu persatu Lorong gubuk hingga sampai di Lorong terakhir di lantai teratas. Di sini hanya ada Pekat yang ditinggal satu persatu teman lorongnya dan tidak tergantikan lagi sampai sekarang. Menambah desas desus aneh bahwa penyakit tak tersembuhkan itu telah menulari seisi Lorong. Dengan cara apa? Berhubungan seks? Transfuse darah? Saling bertukar alat mandi? Mereka hanya bergossip tanpa patokan yang jelas. Asal ada bahan pembicaraan saja. Memuakkan. Yang jelas tidak ada yang ingin berada di Lorong yang sama dengannya padahal aku rasa dia orang yang baik, meski aku tetap tidak berminat berteman dengannya. Rasanya tidak mungkin Lentera ada di sini. Namun ternyata aku salah, dari kamar seorang Pekat keluarlah sebuah kursi roda yang aku yakini miliki Lentera. Apa misinya kali ini? Misi perpisahan sebelum mati? Anak itu kebanyakan nonton film tidak bermutu.
“Lo dari kamarnya Pekat?”dengan posisiku berada di belakangnya maka langsung saja aku mendorong kursi rodanya. 
            “iya”jawabnya tanpa menoleh. Aku rasa dia tahu siapa aku.
            “ngapain?”tanyaku basa-basi
            “Cuma ngobrol”
            “kasi pesan terakhir?”suara di kepalaku ternyata bervolume besar.
            “mungkin”
            Hening.
            “mami papi aku ninggalin aku di sini supaya mereka bisa leluasa cari uang yang banyak tanpa harus melihat seorang anak yang selalu ngos-ngosan. Detak jantungnya saja hilang timbul membuat orang terkaget-kaget”akhirnya aku mengucapkannya. Untuk apa? Entahlah. Aku mengangkat tanganku untuk melihat ritme detak jantungku. Masih bisa. 
            “tak usah diceritakan jika itu akan menyakitimu”ucapnya.
           “masih normal kok, Cuma nurun dikit. mereka ngebuang gue. Mempermalukan keluarga punya anak tidak normal, bikin ribet doang. Mungkin kalau gue udah mati membusuk di sini baru mereka nengokin. Aku tau mereka investasi di sini, kasi duit buat Madam Mentari. Emang gue peduli”menceritakannya rasanya membuatnya jadi amat menyedihkan. Aku melirik jamku sekali lagi. Mulai tidak stabil, aku menarik napas Panjang kemudian menghembuskannya pelan. Aku harus bertahan. Aku menggunakan Bahasa lo-gue ketika berinteraksi dengan orang lain. Supaya mereka tidak betah aja. Itu penjelasan jika kamu penasaran.
            “mau aku ajarin control emosi? Supaya angka di jammu selalu stabil”ucapnya
            “yakalii”emang bisa apa dia. Ucapannya barusan menggeltik  ususku“gimana caranya coba?”namun aku tetap bertanya. Hanya penasaran.
***
            Sejak hari itu aku selalu bertemu dengan Lentera. Dia orang pertama yang aku tunjukkan tempat persembunyianku di atap. Meskipun itu berarti aku harus susah payah mendorong kursi rodanya ke atap dan harus memakan waktu berjam-jam. Ingat jantungku tidak cukup kuat untuk melakukannya. Seorang anak berkursi roda dengan seorang lemah jantung mencoba untuk naik ke atap. Kombinasi yang pas sekali. Kami hanya banyak bercerita ketimbang melakukan hal-hal yang berada di kepalaku. Aku pikir akan ada yoga, meditasi atau apapun yang berasal dari ajaran agamanya. Nyatanya beberapa hari berlalu dan dia hanya mengajakku ngobrol. Aku pun sudah menceritakan tentang keluarga Herlambang, tentang Lintar dan tentang semuanya. Untuk pertama kalinya aku benar-benar punya teman. Aku bisa bercerita Panjang lebar dengannya. Sebuah kemajuan aku rasa.
            “jantung kamu terlalu bekerja keras kalau kamu suka marah-marah. Padahal dia kelelahan memompa darah tapi kamu cepat sekali mendidih haha”ucapnya di hari ketujuh kami Bersama.
            “biarin ajalah. Biar matinya cepet”aku menjawab asal.
            “hust! Gak boleh ngomong gitu”aku tau dia akan mengatakannya. “kamu harus mengubah sudut pandang kamu akan sesuatu. Kamu selalu memandang negative segala hal makanya selalu marah-marah”lanjutnya.
            “ya karena emang negative. Susah dipostifin kalik”
            “semua hal punya positif dan negative. Tergantung kamu ingin melihat dari sisi mana”
            “emang apa positifnya gue gagal jantung?”tanyaku akhirnya. Gak ada positifnya.
            “sebagai peringatan. Sebagai peringatan untuk orang lain agar lebih bersyukur dengan kesehatan yang mereka punya” maksudnya bersyukur karena mereka tidak semenyedihkan aku? “sebagai peringatan bahwa penyakit seperti itu ada. Jadi harus lebih berhati-hati. Juga ujian untuk kita. Kita istimewa, diberi ujian lebih karena Allah tau kita kuat”
            “jadi gue harus ngapain?”
            “bersyukur. Bahagia. Jalani dan sesuaikan diri. Kamu masih bisa hidup lebih baik dari itu jika kamu bisa menyesuaikan diri Pendar. Kamu hanya menyerah karena satu alternative telah gagal”
            “gimana caranya adaptasi?”
            “aku tau kamu tau jawabannya”ucapnya sambil tersenyum. “aku hanya ingin kamu hidup normal. Berinteraksi dan bersosialisasi. Menunjukkan bahwa kamu hebat. Bahwa keluarga Herlambang telah salah menilai dengan meremehkanmu. Kamu bisa lebih dari yang kamu lakukan sekarang. Coba kamu ngobrol sama Binar”ucapnya sambil tersenyum sekali lagi. Membuatku sadar bahwa matanya benar-benar coklat muda. Ternyata itu senyum terakhirnya yang aku pandangi lekat-lekat.
***

Walau berpendar, kau akan sangat berharga di kegelapan yang mencekam.

Madam Mentari

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Fisika (Arus & Tegangan)

MENGUKUR ARUS DAN TEGANGAN LISTRIK I.                    Tujuan:   Mengetahui cara mengukur arus dan tegangan listrik II.                 Landasan Teori 1.       Hukum Ohm              “ besar kuat arus yang mengalir dalam suatu penghantar berbanding langsung dengan beda potensial antar ujung-ujung penghantar , asalkan suhu penghantar tetap . “                 Hukum ohm menggambarkan bagaimana arus, tegangan, dan tahanan berhubungan.  George ohm menentukan secara eksperimental bahwa jika tegangan yang melewati sebuah tahanan bertambah nilainya maka arusnya juga akan bertambah nilainya. Begitu juga sebaliknya. Hukum ohm dapat dituliskan dalam rumus seb...

I WANT TO DIE BUT I WANT TO EAT TEOKPOKKI Part 1

Dari: diriku Untuk: diriku   saya minta maaf! *** Sebelumnya saya mau review sedikit tentang buku yang sangat excited saya pesan. Sejujurnya ini kali pertama saya memesan buku secara online , ikut pre-order dan nungguin sampe beberapa puluh hari. Saya benar-benar ingin berterima kasih kepada Baek Se Hee yang telah sangat berbaik hati berbagi kisahnya dan menuliskannya dalam sebuah buku. Awalnya saya mengetahui buku itu karena direkomendasikan oleh boygroup Korea Selatan, BTS tapi pada saat itu hanya ada versi hangeul beberapa lama kemudian saya melihat postingan seorang psikiater yang saya ikuti di twitter dan ia diberi tanggung jawab menuliskan kata pengantar pada buku tersebut. Setelah itu tentu saja saya langsung mencari tahu buku yang sudah diproduksi dalam Bahasa Indonesia tersebut. Melihatnya langsung membuat saya sangat senang, awalnya saya berpikir akan membacanya dalam waktu satu hari saja, nyatanyaaa…buku setebal 236 halaman tersebut harus saya baca berha...

CINTA KETINGGALAN KERETA (cerpen)

CINTA KETINGGALAN KERETA Tak terdefinisikan Perasaan yang tak terdifinisikan Kereta melaju semakin cepat nan semakin jauh Meninggalkanku terpuruk di sini Sunyi senyap… tak ada siapa-siapa selain rel kereta ****                 Mentari memasuki celah-celah kamarku, menusuk kulit kuning langsatku tepat di wajahku.                 “hooaaamm” sinar mentari menggantikan alarm yang teronggok di depan kasur                 Pagi yang cerah untuk memulai hari baru, mengukir kenangan dalam sebuah buku tebal pemberian Tuhan. Kuayunkan kakiku menuju kamar mandi dan segera bersiap ke sekolah tercinta bertemu puluhan makhluk ciptaan Tuhan. Sebelumnya perkenalkan aku Diah. Aku kelas dua SMA dan Umurku 15 tahun, tidak, tahun ini akan 16 tahun. Tapi sebelum ta...