Langsung ke konten utama

B E K U (1)


                “kamu hidupnya enak ya kayak gak punya beban sama sekali”

                Kalimat yang sering kudengar dan ditujukan padaku, aku hanya tersenyum.

***

                Malam ini aku melakukan pekerjaan rutinku,  bersenandung ria seperti biasanya. Merah. Mengalir. Mengalir dengan deras. Aku tertawa-tawa melihatnya. Menorehkan garis baru ataupun membuka garis yang sempat menutup. Mencoba mainan baru. Hari ini aku sendiri di rumah hingga bebas berekspresi. Dalam ruang yang terkurung dan tak kenal suara luar, hanya ruangku untuk jejali otak dengan kata-kata sialan. Dibuat khusus untukku agar tak terkontaminasi dan nilaiku bisa menyelamatkan wajah ayah di kantor atau gengsi ibu di tetangga. Masih mengucur deras, hari ini cukup sampai setengah lengan. Aku suka warna merah, bahagia melihatnya. Aku menangis, tak sanggup lagi jejali otak. Bukan karena sakit, tak ada sakit. Satu-satunya hiburanku. Biarlah kain panjang tutupi mahakaryaku.

***

                Hari ini penerimaan rapor. Seperti biasa Ayah dan Ibu akan datang dengan bangganya. Aku hanya menatap mereka datar. Aku ingin mencoba tantangan baru sehingga kuputuskan untuk tak pernah belajar selama ulangan ini dan hanya bermain-main dengan benda-benda kesayanganku. Aku sudah tak peduli dengan hasil yang akan keluar nantinya. Dan benar saja tepat seperti dugaanku yang mengejutkan semua teman-temanku.

                “kok bisa nilai kamu anjlok banget?”tanya seorang kawan padaku.

                “iya nih padahal kan kamu gak pernah keluar main. Kerjanya belajar terus”timpal yang lain.

                Aku hanya tersenyum kecil dan kembali menelaah kata ‘anjlok’ yang ditujukan padaku. Padahal aku peringkat kedua dan itu yang disebut anjlok. Ingin rasanya ku tertawa. Hari ini akan ada lukisan dimana lagi. Pipi, lengan, paha, kepala? Tunggu hingga tiba di rumah. Ah rumah ya..

***

                “PLAK!” di pipi dulu ternyata.

                “kok bisa-bisanya kamu kalah dari si Aldo? Kamu ngapain aja di kamar kalo gak belajar? Hah? Mau taro dimana muka papa kalo ketemu orang-orang kantor?”kali ini rambut yang ditarik-tarik. Jangan bayangkan aku yang menangis, tak sedikit pun. Tiba-tiba adikku datang.

                “mah.. pah..28”katanya cuek.

                “ya udah gak papa kamu ganti baju baru makan sana”ucap mama sambil mengelus pundak adikku. Kali ini aku menangis.

***

                Aku dan adikku memang berbeda. Beda umur, beda gender, beda sekolah dan beda segalanya. Dia tumbuh sama sepertiku menjadi orang yang tak peduli. Kami sama-sama sarkas dan tempramen yang lucunya hanya kami tujukan satu sama lain. namun bagi orang luar, kami luar biasa ramah. Dia tak pernah di rumah. Rumahnya ada di tempat lain. Dia tak pernah belajar sehingga nilainya buruk sekali. Apa pedulinya dengan nilai buruk. Takkan mengganggu ketenangan dan kesenangan hidupnya. Ya benar, kini aku melihat wajah datarnya di titik-titik merah di lantai. Aku baru membeli mainan ini kemarin. Masih silau dan berbau baru. Pelan-pelan kutarik garis dari ujung lenganku  secara horizontal sehingga kulit-kulit ari ku membuka hingga lapisan selanjutnya dan ada pembuluh darah yang pecah, mengalirkan merah. Warna yang segar. Kutarik lagi garis-garis selanjutnya secara acak hingga membentuk garis tak beraturan. Mainan baru memudahkanku bermain, sekali menyentuh kulit, kulit ari langsung membuka. Menekannya sedikit, dapat memecahkan cabang-cabang darah. Rasanya hanya seperti digigit semut. Aku membiarkannya mengucur deras. Kemudian menghilangkan sisa-sisa noda, kini baru terasa nyeri. Kini tubuhku warna-warni, merah hijau biru indah sekali. Masihkah ada harapku menjadi psikiater? Adakah manusia yang ingin diobati makhluk sepertiku? Jangan ada aku kedua! Cukup aku saja.

***

                Hari-hariku kembali berjalan seperti biasa dengan langkah kaki yang terlihat bersemangat datang ke sekolah. Dengan senyum yang terlihat sumringah.

                “kamu kemaren sakit apa? Tumben sakit biasanya paling rajin ke sekolah walau pake infus belajarnya haha”tanya temanku ditambah sedikit gurauan yang nyata.

                “abis jatoh dari wc. Nih muka sama lengan aku lebam semua. Kan mukanya jadi jelek kalo ke sekolah”jawabku asal.

                “eh iya jatoh di wc kok serem amat yak jadi lebam dimana-mana gitu”

                “udah ke dokter?”tanya yang lain.

                “udah biasa mah ini. Dikompress dikit juga sembuh”jawabku sekenanya.

                Ya Ibu melarangku datang ke sekolah dengan banyaknya mahakaryanya. Apa kata tetangga dan ibu-ibu arisan nantinya kalau melihatku dengan kondisi seperti itu. Walau beberapa minggu yang lalu aku bahkan datang ke sekolah dengan tangan tersambung di infus.

                “pokoknya kamu gak boleh ketinggalan pelajaran. Kalau yang diajarkan hari ini yang masuk ulangan gimana? Nilai kamu bisa memalukan”ujar Ayah kala itu. Aku hanya menurut saja. Dokterku kala itu sudah melirik-lirikku gemas. Aku tahu dia ingin mempertanyakan luka di lenganku. Namun sepanjang hari aku tertidur. Lebih tepatnya pura-pura tidur. Sang Dokter yang baik itu pun menyarankan orang tuaku untuk membawaku ke psikiater namun mereka malah meneriaki dokter itu yang gila dan memindahkanku ke rumah sakit lain.

                Akhirnya aku datang ke sekolah dan mencengangkan semua orang. Teman-temanku bahkan menjulukiku bureng ekstrim. Sejujurnya Aldo si sainganku yang lebih sering terkena julukan bureng disebabkan dia yang sangat pelit berbagi jawaban dan selalu ingin menang sendiri. Aku yang rela berbagi tentu lebih disenangi teman-temanku. Mereka mungkin hanya mendekatiku untuk tugas-tugas, jawaban saat ulangan atau berlomba-lomba sekelompok denganku karena mereka bisa bebas ke mall tanpa pusing soal tugas karena aku pasti akan mengerjakannya. Bila mereka memanfaatkanku pun aku tak peduli. Setidaknya aku punya teman tak peduli tulus atau fake. Setidaknya akan ada orang yang menanyakan keberadaanku karena ulangan fisika kali ini sungguh berat dan Aldo takkan mau membagi jawabannya. Setidaknya akan ada orang yang menelponku berkali-kali minta untuk dikirimi tugas. Ya setidaknya aku punya ‘teman’ yang akan siap berbagi suka dan mungkin pergi saat duka. Tapi tak apa bukan salah mereka sepenuhnya. Mereka selalu berkata “bagilah kisahmu dengan kami untuk mengurangi bebanmu. Ceritakan saja masalahmu” dan aku hanya tersenyum membalasnya. Aku tak pernah bercerita sehingga mereka menyimpulkan aku tak punya masalah untuk didiskusikan. Hidupku sempurna. Aku hanya... terlalu takut. Aku yakin sedikit saja aku buka suara, akan ada gema dari berbagai penjuru walau bunyi gemanya takkan selalu mirip. Aku takut saat aku bercerita mereka lelap tertidur layaknya mendengar dongeng sebelum tidur. Rasanya tak perlu. Cukup aku.

***
Salah paham terjadi karena membaca bagian awal saja dan melupakan bagian-bagian selanjutnya yang akan memberi penjelasan. 


kritik dan saran sangat diperlukan.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Fisika (Arus & Tegangan)

MENGUKUR ARUS DAN TEGANGAN LISTRIK I.                    Tujuan:   Mengetahui cara mengukur arus dan tegangan listrik II.                 Landasan Teori 1.       Hukum Ohm              “ besar kuat arus yang mengalir dalam suatu penghantar berbanding langsung dengan beda potensial antar ujung-ujung penghantar , asalkan suhu penghantar tetap . “                 Hukum ohm menggambarkan bagaimana arus, tegangan, dan tahanan berhubungan.  George ohm menentukan secara eksperimental bahwa jika tegangan yang melewati sebuah tahanan bertambah nilainya maka arusnya juga akan bertambah nilainya. Begitu juga sebaliknya. Hukum ohm dapat dituliskan dalam rumus seb...

I WANT TO DIE BUT I WANT TO EAT TEOKPOKKI Part 1

Dari: diriku Untuk: diriku   saya minta maaf! *** Sebelumnya saya mau review sedikit tentang buku yang sangat excited saya pesan. Sejujurnya ini kali pertama saya memesan buku secara online , ikut pre-order dan nungguin sampe beberapa puluh hari. Saya benar-benar ingin berterima kasih kepada Baek Se Hee yang telah sangat berbaik hati berbagi kisahnya dan menuliskannya dalam sebuah buku. Awalnya saya mengetahui buku itu karena direkomendasikan oleh boygroup Korea Selatan, BTS tapi pada saat itu hanya ada versi hangeul beberapa lama kemudian saya melihat postingan seorang psikiater yang saya ikuti di twitter dan ia diberi tanggung jawab menuliskan kata pengantar pada buku tersebut. Setelah itu tentu saja saya langsung mencari tahu buku yang sudah diproduksi dalam Bahasa Indonesia tersebut. Melihatnya langsung membuat saya sangat senang, awalnya saya berpikir akan membacanya dalam waktu satu hari saja, nyatanyaaa…buku setebal 236 halaman tersebut harus saya baca berha...

CINTA KETINGGALAN KERETA (cerpen)

CINTA KETINGGALAN KERETA Tak terdefinisikan Perasaan yang tak terdifinisikan Kereta melaju semakin cepat nan semakin jauh Meninggalkanku terpuruk di sini Sunyi senyap… tak ada siapa-siapa selain rel kereta ****                 Mentari memasuki celah-celah kamarku, menusuk kulit kuning langsatku tepat di wajahku.                 “hooaaamm” sinar mentari menggantikan alarm yang teronggok di depan kasur                 Pagi yang cerah untuk memulai hari baru, mengukir kenangan dalam sebuah buku tebal pemberian Tuhan. Kuayunkan kakiku menuju kamar mandi dan segera bersiap ke sekolah tercinta bertemu puluhan makhluk ciptaan Tuhan. Sebelumnya perkenalkan aku Diah. Aku kelas dua SMA dan Umurku 15 tahun, tidak, tahun ini akan 16 tahun. Tapi sebelum ta...