Aku
tersenyum. Merasa hidupku lebih damai dan indah. Aku sekarang bahagia. Ayah
ibuku tak pernah lagi berlaku buruk padaku. Mereka lebih menyayangiku. Teman-temanku
selalu di sampingku. Darto? Ah hanya hubungan layaknya ikhwan dan akhwat
sebagaimana seharusnya. Seperlunya saja. Rasanya semua terasa sudah cukup.
The Story of Kintan
End
***
“dia
yang minta dikuburkan di Makassar saja bu”ucap seorang wanita paruh bayah
sambil terisak. Dia mengenakan pakaian serba hitam.
“dia
meninggal dalam keadaan damai. Wajahnya tersenyum”seorang nenek juga turut
terisak hebat.
“dia
perempuan yang hebat”remaja lelaki menatap jenazah yang tertutup kain.
“dia
selalu bilang nda punya teman. Tapi
teman-temannya bahkan jauh-jauh datang hanya untuk melihatnya dikebumikan
hiks.. hikss”tangis yang tiada henti dari gadis polos dan riang.
“dia
sudah tenang”senyum dewasa dari gadis yang bijak.
***
Hai para pembaca kisah Kintan, namaku Aldo.
Ya saingan Kin yang selalu diceritakannya. Aku ingin meluruskan beberapa hal,
aku tak sebureng yang Kintan bilang ya. Hanya saja ketika ulangan, hendaknya
soalnya dikerjakan sendiri. Kalau aku bantuin, sama aja aku bantu mereka
menjadi bodoh, menjadi pembohong, cikal bakal koruptor.ya itu aja sih
penjelasannya.
Mungkin kalian anggap kami ini
jahat. Tak pernah menghubungi Kintan saat dia dipindahkan. Tak pernah
bersimpati, tidak peka dengan segala hal yang terjadi dengannya dan banyak hal.
Harus kuakui satu dari sekian tuduhan itu ada benarnya. Kami terlalu sibuk
dengan diri kami sendiri hingga kami lupa akan teman kami. Kalian jangan gitu
ya! Care sama teman kalian. Itu penting banget. Walaupun dia dengan dingin dan
cuek-cueknya gak mau dipedulikan namun di lubuk hati terdalamnya mereka
sebenarnya juga membutuhkannya. Jangan hidup dalam penyesalan layaknya
kami. But you know, setelah semua hal yang terjadi sama Kin,
kami mencoba untuk menghubunginya di Makassar namun katanya dia tak punya hp. Hanya
neneknya yang punya, yang ayah ibunya pun tak ingin memberikan entah kenapa.
Jangan negative thinking dulu teman,
pasti orang tuanya punya alasan.
Aku sedih dan menyesal kami
merupakan satu dari sekian sebab yang tak bisa ia ceritakan, hingga dia mengalami
depresi berat. Sekelompok orang yang harusnya menyokong dia, malah perlahan
membunuhnya. Dia tak pernah bercerita hingga semua merasa hidupnya terlalu
sempurna. Dia cantik, kaya, cerdas, punya segalanya. Apa yang membuatnya sedih?
Ahh sebuah kisah tak terceritakan. Tak usah penasaran kawan, terkadang
seseorang memiliki privasi yang betul-betul tak bisa ia ceritakan kecuali
bersama Tuhannya. Tak usah menilai seseorang dari tampilan luar. Dia terlihat kuat,
namun ternyata dia begitu rapuh. Dia butuh penguat dan kami gagal menjadi
penguatnya. Kamu jangan seperti itu ya pada kawanmu. Tapi dia hebat. Dari
sekian juta rasa sakit yang mendera, derita yang tak kita tahu apa itu, dia
lihai bersandiwara. Buktinya, semua manusia mengiranya hidup bahagia. Berprasangka
dia baik-baik saja. Dia berhasil. Tidak banyak mengeluh dan menyembunyikan rasa
sakitnya sendiri. Sesungguhnya itu menyiksanya, harusnya dia tidak melakukan
itu. Bersembunyi. Tapi aku paham, dia pasti tak bisa mempercayai manusia. Aku
juga begitu.
Terkadang, kita harus meredam ego
dan belajar menjadi manusia kawan. Sifat bodoamat dan cuek mungkin baik
diaplikasikan pada beberapa hal. Namun, bila melihat temanmu dalam masalah,
sepertinya menjadi satu dari sekian telinga yang bisa menampung aspirasinya
bisa menjadi pilihan. Setidaknya dia tidak sendiri. Jadilah baik, tepati
janjimu, agar kawanmu percayaimu.
Salam dari manusia
burengnya Kintan, Aldo.
***
Saya paham kalian akan benci kami.
Dari awal cerita, kami adalah makhluk terjahat dalam kepala Kintan. Kami orang
tua yang buruk. Jangan seperti kami, tolong! Kalian hanya akan menyiksa
anak-anak kalian.
Kami menikah di usia belia. Ilmu
menikah dan ilmu agama yang benar-benar nol total. Tak ada sama sekali. Kami
tak ada bekal untuk mendidik anak. Yang paling penting mereka bisa makan dan
hidup enak. Hidup mereka bahagia dengan diapresiasi masyarakat. Mereka tidak
dihina masyarakat. Mereka bisa dibanggakan dan semua orang tua bercita-cita
memiliki mereka. Karena kami berhasil mendidik mereka. Anak cerdas dan juara
sekolah selalu jadi dambaan para orang tua. Namun ternyata kami salah. Kami
salah dalam mendidik. Bekal yang tak cukup. Visi duniawi kami dan tak pernah
dengarkan keluh kesah mereka. Tapi sungguh kami menyayangi mereka, tapi cara
kami salah. Kami paham betul namun sungguh tak tahu harus bagaimana. Kami
terlanjur beku, dan entah mengapa terasa canggung bila ingin menghangatkan
mereka. Ketika kami mencoba hangat, yang ada kami semakin beku. Semakin kejam.
Maafkan kami Kintan.
***
Teruntuk kamu, siapapun kamu dan
dimanapun kamu berada.
Halo! Kamu cantik. Kamu tampan. Kamu
berharga. Kamu disayangi. Kamu tak pernah sendiri. Kamu berhak hidup.
Bukannya
sakit ya melukai diri sendiri? Aku tahu kamu sudah tak merasa apa-apa lagi
ketika perak itu menyentuh kulitmu. Perasaan kalut dalam dada dan kepalamu
lebih mendominasi. Membuat mu mati rasa akan perih. Namun bukannya ketika
semuanya berhenti, nyerinya akan terasa? Indah yah melihatnya merah menyala.
Menetes dari tubuh yang kamu rasa sudah tak ada harganya lagi. Berharap Tuhan
mencabut nyawamu sesegera mungkin.
Kamu
salah. Aku harus mengatakan ini. Dari milyaran orang di dunia ini, ada begitu
banyak yang mencintaimu. Setidaknya 2. Orang tua mu. Hey! Kamu disayangi.
Aku tahu
kamu lelah. Lelah dengan kehidupan dan pikiranmu sendiri. Maka beristirahatlah
sejenak. Ambil napas dalam-dalam, hembuskan perlahan kemudian bangkit dan
kembali lagi. Aku tahu kamu bosan. Bosan dengan lelah. Bosan dengan takut. Bosan
dengan putus asa. Aku tahu kamu tak menemukan kata apa pun dalam menjelaskan
yang kamu rasa. Aku tahu kamu kehilangan rasa. Aku tahu kamu tak pernah
memperhitungkan kedatangannya. Dan aku sungguh tahu kamu ingin sembuh. Sembuh dari
apa? Entahlah. Semua tentangnya seakan buram dan tak ada titik terang, yang ada
hanya gelap. Aku tahu kawan. Aku sungguh tahu.
Namun
kamu telah berjuang di sela lelahmu. Jangan khawatir, setiap hal akan baik. Lakukan
yang terbaik dan semuanya akan baik-baik saja. Kamu telah melakukan yang
terbaik. Kamu telah mencoba baik. Jangan menyerah! Permata yang jatuh bangun
ingin kau raih itu sebentar lagi berada dalam genggaman. Untuk kamu yang lelah,
bertahanlah! Akan ada pelangi dalam sabarmu. Bersabarlah!
Jadilah
cahaya. Setidaknya untuk dirimu sendiri. Kamu punya seribu satu alasan untuk
hidup. Coba temukan walau hanya satu saja. Dalam keadaan apapun, jangan lupa
nyalakan cahaya. Karena cahaya sekecil dan seredup apapun pasti akan terlihat
di kegelapan. Saat orang lain tak dapat menyalakan cahaya untukmu, nyalakanlah
cahayamu sendiri. Jadilah kuat! Jangan mengharap bantuan manusia lain. Semua
orang punya hidupnya masing-masing. Jangan berharap nanti kamu kecewa.
Teruntuk
kamu, aku di sini menyayangimu. Tetaplah kuat! Hey, kamu kuat. Dari sekian
derita yang memberatkanmu, kamu masih Nampak kuat. Tidak banyak mengeluh.
Bertahanlah! Esok akan lebih baik dari hari ini. Tetaplah hidup untuk melihat
pelangi setelah badai. Kamu adalah yang terkuat dari sekian orang yang takkan
mengertimu. Maka bertahanlah. Kamu pantas hidup.
Aku
tahu ada begitu banyak hal yang tak bisa kamu ceritakan kepada orang lain. Kamu
mungkin tak percaya mereka, kamu takut diejek dan sebagainya. Tak apa. Cerita
saja pada Tuhanmu. Dia akan membantu. Tenang saja, kamu tidak sendiri. Namun
bila kamu butuh bahu untuk bersandar, aku akan selalu ada untukmu.
Aku
dan sekian ribu orang di dunia ini, senang kamu hidup di dunia ini. Kamu luar
biasa. Bertahanlah!
Hey kamu, aku menyayangimu.
Kamu luar biasa.
“Don’t forget to
turn on your light” Albus Dumbledore.
***
Terkadang ada
beberapa hal yang indah bila tetap menjadi rahasia dan tak harus dijelaskan
Komentar
Posting Komentar