Langsung ke konten utama

DEPRESSION TO HIJRAH



Dari seseorang…
Ini adalah kisah yang tak pernah aku bagi dan ini adalah pertama kalinya aku bercerita tentangnya. Bukan untuk mencari perhatian, tapi aku rasa penyakit ini sudah amat menjamur dan dampaknya telah begitu mencemaskan. Izinkan aku berbagi kisah, untuk jiwa dan raga yang sehat. Aku tak pernah ingin menulis ini, tak pernah ingin berbagi, tapi aku rasa begitu banyak jiwa yang membutuhkannya. Terlalu banyak dan aku menyayangi kalian.
Kemarin, aku melihat berita yang tengah viral tentang seorang idol lelaki pujaan para wanita yang meninggal secara mengejutkan, bunuh diri. Besoknya, aku menemukan berita seorang penyanyi terkenal juga melakukan bunuh diri. Mereka terkenal, tampan, memiliki jutaan penggemar yang menggilainya, teman-teman dan sahabat yang sepertinya menyayangi mereka, keluarga yang selalu mendukung dan yang paling penting uang yang berlimpah. Mengapa terlintas pengakhiran hidup yang seperti itu bagi mereka?
Mungkin banyak yang bertanya seperti itu. Kemudian kita kembali sadar bahwa ketampanan/kecantikan serta uang bukanlah ukuran kebahagiaan seseorang. Setelah menilik lebih jauh, mereka sudah memberikan tanda-tanda bahwa ada sesuatu yang salah pada jiwa mereka. Komentar pro/kontra mewarnai berbagai kejadian. Sampai aku melihat banyak yang membuat lelucon tentang kematiannya, entah atas dasar apa. Ini sungguh mengiris hatiku. Sungguh. Kilas balik masa lalu dan perasaan itu seakan ingin bangkit lagi. Namun aku segera beristighfar.
Bukankah Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wassalam selalu mengajarkan kita untuk bertoleransi? Untuk hidup rukun dengan umat yang berbeda keyakinan dengan kita. Aku rasa anak kelas 1 SD juga sudah diajarkan tentang itu pada pelajaran kewarganegaraan. Maka sangat tidak elok untuk menjadikan kematian seseorang sebagai lelucon. Aku sangat paham rasanya…
Aku tidak tahu ingin memulai cerita darimana.
Hari itu, aku diam saja. Sepanjang hari tatapanku kosong. Membuat temanku bertanya-tanya. Namun, aku tetap diam. Aku merasa ada sesuatu yang sesak dan meminta untuk dikeluarkan namun aku tak tahu mengapa. Sepulang sekolah, aku akhirnya dapat mengeluarkan semua yang sesak. Aku menangis sejadi-jadinya. Berteriak sepuasnya dan menjambak rambut sepuasnya.
Aku kalut. Perasaanku tertekan. Sekarang aku paham mengapa banyak siswa di Korea atau Jepang yang bunuh diri. Pendidikan mereka begitu keras, persaingan mereka begitu ketat dan tekanan orang tua begitu tinggi. Jadilah depresi. Gangguan kejiwaan yang bisa kambuh kapan saja dan rasanya sangat menyiksa serta tak tahu apa obatnya.
Namun, coverku sangat baik. Aku dicap sebagai manusia tanpa masalah dan hidup selalu bahagia. Sesungguhnya ketika depresi itu tidak kambuh, aku benar-benar menjadi manusia yang bahagia seutuhnya. Hanya ketika sakit itu menyerang, aku merasa bukan diriku. Aku merasa telah menjadi orang lain. Hingga aku mengecap bangku kuliah, semua masih terasa baik-baik saja. Bila tak ada pemicunya, aku masih menjadi manusia yang normal.
Kepada pembaca yang budiman, sebelumnya maafkan aku yang tidak dapat menceritakan penyebab segala penyakit ini. Sungguh aku tak dapat bercerita tentangnya. Aku tak menemukan diksi yang tepat, hurufku hilang entah kemana. Mereka adalah ingatan yang aku kubur dalam-dalam dan maafkan aku karena tak dapat menggalinya lebih dalam lagi. Rasa-rasanya aku bisa kembali gila bila mengingatnya.
Memasuki universitas, sakit  itu lebih sering kambuh. Tekanan dimana-mana, ya mungkin juga karena stress akan tugas-tugas yang biasa menghantui mahasiswa, lingkungan yang tidak mendukung membuat semuanya seakan bertumpuk menjadi satu. Ketika keadaan seperti ini sudah terjadi, maka kilas balik masa lalu yang buruk pun menghantui. Kejadiannya berputar-putar dalam kepala seperti film yang diputar berulang-ulang. Aku hanya dapat berteriak tertahan dan menangis. Aku tak tahu ingin menumpahkan keluh kesah kepada siapa. Sungguh, aku tak dapat mempercayai siapapun, aku orang yang sulit percaya. Hingga aku memiliki kekasih.
Aku tentu sering berbagi keluh kesah dengannya. Namun, meski kisahku sedikit mulai terbagi, penyakit itu masih sering menyerang. Aku tak mendapat ketenangan jiwa. Hanya dia yang tahu kisah ini. Hanya dia yang tahu aku depresi. Hanya dia orang yang kubagi kisah ini meski latar belakangnya masih tak kuceritakan. Sungguh, aku tak dapat bercerita kepada siapapun tentang itu. Sudah berkali-kali aku mencoba untuk harm-self atau bahkan bunuh diri agar bayangan menyakitkan itu tidak bangkit lagi dan berkali-kali Allah selalu menolong dengan berbagai caranya.
Hingga semua berjalan seiring diri yang mulai matang dan sadar bahwa akan ada hari akhir dan hari pembalasan. Dosa tertumpuk begitu rimbun akankah begitu-begitu saja? Bila orang lain memperingati tahun baru dengan berbagai resolusinya maka aku membentuk serangkaian resolusi setelah Ramadhan. Bulan dimana semua umat mukmin berlomba-lomba untuk menjadi muslim seutuhnya. Namun, tingkat keberhasilan itu tentu bisa dilihat setelahnya. Apakah dapat istiqomah dengan kebiasaan indah di bulan Ramdhan atau benar taubat sesaat. Aku, seperti muslim kebanyakan menjalani bulan ramadhan dengan suka cita dan penuh usaha demi pahala berlipat ganda. Seketika aku merasa mendapat ketenangan jiwa.
Orang-orang berbondong-bondong untuk menebar kebaikan, salah satunya melalui social media. Begitu banyak tulisan-tulisan yang indah rangkaian katanya, begitu banyak ajakan-ajakan kebaikan dan ceramah-ceramah yang menyejukkan hati. Rasanya tak ingin bulan indah itu berakhir. Seketika ada sesuatu yang muncul di benakku, hijrah. Teman-temanku sempat menertawai keinginanku dan sesungguhnya itu membuatku sedikit kesal. Oh baiklah, aku memiliki kekasih maka akan sulit rasanya untuk meninggalkannya dan hijrah.
Namun lama kelamaan keinginan itu semakin menggebu-gebu. Membuatku berada di pilihan yang sulit. Sebenarnya aku tak perlu memilih karena memang harusnya seperti itu. Namun, kembali lagi setan masih menguasaiku seutuhnya.
Akan aku ceritakan rasanya ketika depresi itu kambuh. Ketika pikiranku mulai kalut, berbagai masalah menghadang, stress akan perkuliahan, tugas-tugas, hubungan pertemanan dan sebagainya. Semuanya menumpuk menjadi satu. Aku menumpuknya menjadi bola-bola yang menghimpit dadaku. Aku selalu bercerita pada kekasihku namun semua rasanya hanya sedikit membantu. Ketika himpitan itu semakin keras, kelabat masa lalu kemudian muncul dan saat ia terputar di kepalaku tak ada lagi tempatku berbagi. Mereka menghantui saat-saat insomniaku dan membuatku benar-benar tak tidur hingga pagi. Saat rasanya tak terbendung lagi, aku hanya dapat menghubungi kekasihku dan menangis sejadi-jadinya, berteriak tertahan dan berusaha tidak melirik benda-benda tajam di ujung sana. Tidak, aku tidak ingin melukai diriku sendiri. Sisi diriku yang lain masih berteriak untuk mengembalikan separuh kewarasanku untuk tidak bertindak bodoh. Semua ini sungguh menyiksa.
Setelah merasa aku sudah cukup menjadi beban dan mengganggu tidur orang lain, aku akhirnya hanya bisa kembali pada diriku. Masih dengan sisa-sisa sesuatu yang menekan dadaku itu. Awalnya aku hanya iseng memutar murrotal Al-Qur’an di handphoneku. Kemudian akhirnya aku bisa tertidur lelap. Setelah sekian lama, dalam waktu beberapa menit lantuan ayat suci itu dapat membuatku tidur. Aku sungguh takjub dengan keajaiban itu. Hingga akhirnya setiap depresi itu kambuh, aku akan memutar murrotal agar aku merasa tenang dan akhirnya tertidur.
Aku paham. Inilah kuasa Allah. Aku terlalu jauh dari-Nya. Aku terlalu banyak maksiat. Aku terlalu banyak berdosa. Aku merasa kotor. Masa lalu itu kembali lagi, pantaskah aku cicipi surga-Nya?. Setelah lama berembuk dengan pikiranku sendiri, aku memutuskan hijrah. Meninggalkan semua yang akan memberatkan akhiratku. Yah, salah satunya memutuskan kekasihku. Aku bisa berbagi kisah dengannya namun buktinya itu semua tidak membantu menyehatkan rohaniku. Hanya Allah sebaik-baik pendengar dan tak ada yang dapat ditutup-tutupi dari-Nya, Yang Maha Memberi ketenangan jiwa. Juga, hijrah dari sesuatu yang banyak menyerang remaja jaman sekarang. K-Pop. Aku mulai meninggalkan mereka. Manusia-manusia yang ada di daftar ada dan tiada bagiku.
Maka setelah keputusan krusial itu, aku semakin mendekatkan diri pada Rabb. Menceritakan semua keluh kesahku. Termasuk tentang semua kegundahan hatiku, semua kata-kata meluncur deras pada-Nya. Entah mengapa bisa begitu. Dan akhirnya sedikit demi sedikit aku mulai mendapat ketenangan jiwa. Intensitas depresi itu mulai semakin berkurang bahkan akhirnya menghilang. Ketika perasaan-perasaan aneh itu mulai ingin mengintip, aku cepat-cepat beristighfar sehingga depresi itu tak sampai padaku lagi.
Aku juga menyibukkan diri dengan hal-hal yang bermanfaat. Menuntut ilmu dunia dan ilmu akhirat, memperbanyak ibadah dan memperbanyak waktu bersama Rabb. Tak ada celah bagi depresi untuk datang kembali.
Hanya saja hatiku kadang teriris melihat berbagai penyakit masyarakat sekarang. Aku tak suka ada bullying, korban bisa saja depresi. Aku tak suka ada pelecehan seksual, korban bisa saja trauma dan depresi. Aku tak suka ada yang memperolok-olok bunuh diri, itu menyakitkan. Semua orang punya kisahnya masing-masing. Memiliki kelemahannya masing-masing. Mental illness bukan sesuatu yang lucu, bukan pula sesuatu yang ringan. Hal ini menyiksa terutama bagi penderitanya. Dan kita sebagai manusia memiliki kewajiban untuk turut serta mencegah peristiwa-peristiwa semacam ini. Mari belajar menjadi manusia seutuhnya dengan peduli.
Bagi aku, satu-satunya obat paling mujarab adalah mendekatkan diri pada Rabb namun semua orang memiliki penerimaan yang berbeda. Tak semua orang depresi senang bila disebut kurang iman dan sejenisnya. Meski pada akhirnya memang harus digiring secara perlahan untuk kembali ke hakekatnya sebagai hamba yang wajib beribadah.
Dengan mendekatkan diri pada Allah, kita bisa mendapatkan ketenangan jiwa. Dengan selalu mengingat Allah, kita dapat mencegah pikiran-pikiran aneh menghantui pikiran kita. Selalu berpikir positif dan melakukan yang baik-baik untuk jiwa dan raga yang sehat. Mari menjadi sehat. Untuk siapapun yang pernah merasa seperti yang saya rasa, tetap semangat! Aku dan banyak orang lainnya menyayangi kamu. Kamu luar biasa.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Laporan Fisika (Arus & Tegangan)

MENGUKUR ARUS DAN TEGANGAN LISTRIK I.                    Tujuan:   Mengetahui cara mengukur arus dan tegangan listrik II.                 Landasan Teori 1.       Hukum Ohm              “ besar kuat arus yang mengalir dalam suatu penghantar berbanding langsung dengan beda potensial antar ujung-ujung penghantar , asalkan suhu penghantar tetap . “                 Hukum ohm menggambarkan bagaimana arus, tegangan, dan tahanan berhubungan.  George ohm menentukan secara eksperimental bahwa jika tegangan yang melewati sebuah tahanan bertambah nilainya maka arusnya juga akan bertambah nilainya. Begitu juga sebaliknya. Hukum ohm dapat dituliskan dalam rumus seb...

I WANT TO DIE BUT I WANT TO EAT TEOKPOKKI Part 1

Dari: diriku Untuk: diriku   saya minta maaf! *** Sebelumnya saya mau review sedikit tentang buku yang sangat excited saya pesan. Sejujurnya ini kali pertama saya memesan buku secara online , ikut pre-order dan nungguin sampe beberapa puluh hari. Saya benar-benar ingin berterima kasih kepada Baek Se Hee yang telah sangat berbaik hati berbagi kisahnya dan menuliskannya dalam sebuah buku. Awalnya saya mengetahui buku itu karena direkomendasikan oleh boygroup Korea Selatan, BTS tapi pada saat itu hanya ada versi hangeul beberapa lama kemudian saya melihat postingan seorang psikiater yang saya ikuti di twitter dan ia diberi tanggung jawab menuliskan kata pengantar pada buku tersebut. Setelah itu tentu saja saya langsung mencari tahu buku yang sudah diproduksi dalam Bahasa Indonesia tersebut. Melihatnya langsung membuat saya sangat senang, awalnya saya berpikir akan membacanya dalam waktu satu hari saja, nyatanyaaa…buku setebal 236 halaman tersebut harus saya baca berha...

CINTA KETINGGALAN KERETA (cerpen)

CINTA KETINGGALAN KERETA Tak terdefinisikan Perasaan yang tak terdifinisikan Kereta melaju semakin cepat nan semakin jauh Meninggalkanku terpuruk di sini Sunyi senyap… tak ada siapa-siapa selain rel kereta ****                 Mentari memasuki celah-celah kamarku, menusuk kulit kuning langsatku tepat di wajahku.                 “hooaaamm” sinar mentari menggantikan alarm yang teronggok di depan kasur                 Pagi yang cerah untuk memulai hari baru, mengukir kenangan dalam sebuah buku tebal pemberian Tuhan. Kuayunkan kakiku menuju kamar mandi dan segera bersiap ke sekolah tercinta bertemu puluhan makhluk ciptaan Tuhan. Sebelumnya perkenalkan aku Diah. Aku kelas dua SMA dan Umurku 15 tahun, tidak, tahun ini akan 16 tahun. Tapi sebelum ta...