Dari: diriku
Untuk: diriku
saya minta maaf!
***
Sebelumnya saya mau review sedikit tentang buku yang sangat excited saya pesan. Sejujurnya ini kali pertama saya memesan buku secara online, ikut pre-order dan nungguin sampe beberapa puluh hari. Saya benar-benar ingin berterima kasih kepada Baek Se Hee yang telah sangat berbaik hati berbagi kisahnya dan menuliskannya dalam sebuah buku. Awalnya saya mengetahui buku itu karena direkomendasikan oleh boygroup Korea Selatan, BTS tapi pada saat itu hanya ada versi hangeul beberapa lama kemudian saya melihat postingan seorang psikiater yang saya ikuti di twitter dan ia diberi tanggung jawab menuliskan kata pengantar pada buku tersebut. Setelah itu tentu saja saya langsung mencari tahu buku yang sudah diproduksi dalam Bahasa Indonesia tersebut. Melihatnya langsung membuat saya sangat senang, awalnya saya berpikir akan membacanya dalam waktu satu hari saja, nyatanyaaa…buku setebal 236 halaman tersebut harus saya baca berhari-hari. Setiap membaca beberapa baris, saya akan menangis sepuluh menit. Setiap membaca satu baris lagi, saya akan melamun 20 menit. Apakah yang saya harapkan dari membaca buku itu? Entahlah, saya hanya ingin tahu apakah saya juga menderita gangguan yang sama dengan penulis atau tidak, tentu saja ini bukan merupakan cara yang benar. Self diagnose not allowed. Akhirnya saya memutuskan hanya ingin mencari tahu bagaimana distimia itu.
Persistent depressive disorder (Distimia) adalah bentuk kronis (jangka Panjang) dari depresi. Oh yah sebagai catatan, kronis adalah sebutan untuk penyakit jangka panjang sedangkan akut adalah sebutan untuk penyakit yang sudah parah. Jangan sampai tertukar lagi ya . Sejujurnya awalnya saya pikir buku ini merupakan novel yang akan menceritakan kepada saya tentang seorang yang mengalami distimia, ternyata ini benar-benar merupakan essay yang ditulis penulis selama pengobatannya. Awalnya saya merasa bosan, mungkin hal ini yang akan orang normal rasakan ketika membacanya sampai akhirnya sampai pada beberapa lembar lebih dalam saya baru memahaminya, saya tidak mau mengakuinya tapi sebagian besar yang dirasakan penulis juga saya rasakan. Pemikiran yang sangat sulit untuk dipahami sebenarnya. Orang-orang akan berpikir “kenapa dia berpikir seperti itu? Apa yang salah dengannya? Mengapa dia tidak mengubah sudut pandangnya?”. Sampai di sini saya paham bahwa mengubah mindset tidak semudah yang orang lain katakan. Akhir kata, saya akhirnya mengerti mengapa buku ini menjadi best seller di Korea Selatan. Terima kasih Baek Se Hee atas semua yang telah anda tuliskan.
***
Hufftt! Baiklah…
Ini pertama kali saya menuliskannya di platform yang saya bagikan kepada orang lain. Ini pertama kali saya membicarakannya secara gamblang. Mengapa saya tidak pernah membagikannya? Ya karena saya merasa malu, saya takut orang-orang menganggap saya gila. Setelah bertahun-tahun berkutat dengan kesendirian, hari ini saya mengumpulkam keberanian untuk membagikan sedikit perasaan saya. Sebelumnya silakan dibaca tulisan saya sebelumnya (Tulisan tumblr), merupakan sedikit rangkuman dari catatan harian saya di tumblr. Mungkin setelah membacanya banyak yang bertanya-tanya mengapa kamu berpikir seperti itu? Atau bahkan tidak akan mengerti sama sekali dengan pemikiran saya. Hmm..baik. kata kuncinya hanya satu, saya tidak mengenal diri saya dengan baik.
Setiap tahunnya, saya sering menanyai beberapa orang mengenai hal-hal yang harus saya ubah dari diri saya. Mengapa? Awalnya saya menganggapnya sebagai self-improvement, saya rasa saya harus lebih baik dari sebelumnya. Sebenarnya saya sedikit kecewa karena orang-orang hanya akan berkata saya hanya memiliki satu masalah utama yakni suka memendam, suka menahan-nahan emosi saya. Beberapa akan meminta saya selalu mempertimbangkan kata-kata yang akan keluar dari mulut saya karena yaa well saya agak rude. Saya sangat menerima dengan baik semua masukan dari teman-teman saya. Suka memendam adalah hal yang paling sering saya dengar dan saya pertimbangkan. Kenapa saya melakukannya? Saya selalu berpikir apakah penting saya membagikan kisah saya? Untuk apa orang mengetahuinya? Apakah ia dapat saya percaya? Saya rasa semua orang memiliki masalah, tak perlulah saya tambah pula dengan masalah saya, amat tidak penting. Lalu mengapa saya dengan lantangnya menuliskannya di sini? Beberapa kalimat di buku Baek Se Hee menampar saya, saya menyiksa diri saya karena saya tidak membagikan apapun kepada siapapun. Saya menanggung semuanya sendiri dan tulisan ini tidak akan ada di sini jika Baek Se Hee tidak memutuskan membagikan kisahnya. Saya tidak akan tahu bahwa saya tidak sendiri di dunia ini, saya tidak akan tahu bahwa banyak hal yang ia alami yang ternyata sangat berguna bagi saya. Kembali lagi, saya amat sangat tidak ingin mengakui hal ini tapi yah sepertinya saya mengalami trauma dan menyebabkan krisis kepercayaan. Saya sangat tidak suka menyebutnya trauma, saya pernah mempercayai manusia lain dan semua yang saya percayai meruntuhkan segalanya. Semenjak itu semakin sulit bagi saya berbagi kisah dengan orang lain. Oh saya sangat benci mengakui ini.
Saya mungkin salah mengartikan kalimat “hanya bergantung pada Allah, jangan pada makhluk-Nya. Ceritakan semua pada Allah saja”. Saya mungkin sangat durhaka, ya saya bercerita pada Sang Pencipta namun tetap merasa membutuhkan manusia lain untuk mendengarkan saya, tapi saya tidak melakukannya karena terlalu takut dicap sebagai tidak religious. Oh baiklah pemikiran yang sungguh bodoh. Kalian akan membaca lebih banyak pemikiran bodoh nantinya. Sejujurnya saya tidak tahu ingin memulai bercerita darimana. Semua yang saya kubur dalam-dalam hanya untuk diri saya sendiri akan saya utarakan sehingga saya benar-benar tidak tahu harus menceritakan apa saja dan mulai darimana saja. Alasan selanjutnya ialah ketika saya merasa sedih dan sangat membutuhkan seseorang saya selalu bingung ingin bercerita pada siapa saja, saya selalu membuka kontak di hp saya dan menemukan ratusan nomor yang saya simpan namun tetap tidak tahu ingin menghubungi siapa. Apakah saya dapat mempercayainya? Merupakan pertanyaan yang selalu menggantung di kepala saya. Sekali lagi krisis kepercayaan. Sampai akhirnya, beberapa hari terakhir ini saya berpikir apakah sudah saatnya saya mempercayai orang lain? Saya sudah memaafkan semua yang membuat saya mengalami krisis kepercayaan berat, jadi apakah sekarang sudah saatnya saya juga membuka diri kembali? Kemudian saya akhirnya memulainya walau dari hal yang sederhana sekali dan ternyata ketika melakukannya sangat melegakan. Intinya jangan suka memendam gaes! Kalian boleh memiliki satu orang kepercayaan untuk berbagi kisah kalian. Itu akan sangat berarti, sungguh.
Ada yang membuat saya tersadar pada dua buku yang saya baca belakangan. 25 JAM dan I WANT TO DIE BUT I WANT TO EAT TEOKPOKKI,
“hei, hidup kamu baik-baik saja. Orang-orang di sekitarmu baik-baik saja, yang ada di kepalamu yang sedang tidak baik. Kamu yang tidak baik-baik saja”
-Arrayan to Azalea
“sebenarnya kondisiku tidak sesulit itu tapi aku hanya melebih-lebihkannya. Namun saya merasa sangat tidak adil dan rasanya saya ingin membuktikan bahwa kondisi saya sangat parah”
-Baek Se Hee
Saya terdiam lama.
Benar hidup saya baik-baik saja bahkan sangat baik, tetapi saya yang tidak baik-baik saja.
Hidup saya sempurna adanya dengan keluarga yang begitu menyayangi saya, saya masih hidup berkecukupan, memiliki pakaian untuk dikenakan, memiliki atap dan alas untuk berlindung dari panas dan hujan, memiliki anggota tubuh yang sempurna, memiliki orang-orang baik di sekitar saya, memiliki Tuhan yang selalu menyayangi dan menjaga saya. Benar, hidup saya baik-baik saja. Lantas apa yang terjadi pada saya?
Well saya selalu kagum pada orang-orang yang bisa berkata jujur ketika ditanya apakah kamu baik-baik saja? Dan ia akan menjawab tidak, aku tidak sedang baik-baik saja. Hal sederhana yang tidak bisa saya lakukan. Jujur pada diri saya sendiri. Saya tidak ingin mengakui bahwa saya tidak baik-baik saja. Orang yang menjawabnya jujur memiliki keberanian yang saya impikan. Mengapa saya tidak bisa jujur? Karena saya tidak siap dengan pertanyaan selanjutnya, mengapa? Mengapa kamu tidak baik-baik saja? Dan kemudian itu berarti saya harus menceritakan yang saya alami tetapi kembali lagi pada pertanyaan sebelumnya apakah saya dapat mempercayainya?
Oh yah saya ingin sedikit bercerita mengenai tokoh dari dua buku yang terakhir saya baca. 25 Jam yang memiliki empat tokoh utama Abimana, Rosie, Azalea dan Arrayan. Saya sangat menyukai tokoh Azalea, saya merasa memiliki kemiripan, ia orang yang terlihat bahagia tanpa masalah namun nyatanya ia hanya suka memendam, tapi saya sangat iri ketika dia benar-benar memperjuangkan cita-cita yang ia inginkan, meski menentang orang tua sebegitu hebatnya adalah salah, tetapi saya sangat salut pada kokohnya pendiriannya, hal yang tidak bisa saya lakukan. Dia Jurusan Psikologi, jurusan yang ditentang orang tuanya karena ia diharapkan masuk Kedokteran. Akhirnya ia harus berjuang membiayai hidupnya sendiri demi kuliah Psikologi. Ia berprofesi sebagai HRD di sebuah perusahaan. Sungguh cita-cita nomor satu saya. Kemudian Baek Se Hee, ia lulusan sastra dan bekerja di sebuah penerbit. Cita-cita nomor dua saya. Jika saya bisa memilih dengan segala kelapangan hati dan tanpa memikirkan kecewa bahagia orang tua saya, pilihan pertama yang ingin sekali saya jalani ialah kuliah Psikologi atau jika tidak Sastra Inggris, jika tidak mampu maka sastra Indonesia. Sayang sekali, saya memilih jalur realistis dan mengubur dalam-dalam mimpi saya. Saya tidak pernah dipaksa seperti Azalea tetapi saya selalu memikirkan pendapat orang tua saya. Mereka tetap membebaskan saya memilih apapun keinginan saya, tapi saya tetap bisa membaca restu 50%, restu 25% dan restu 100%. Mereka sudah membiarkan saya memutuskan sendiri lalu mengapa saya harus mengedepankan semua itu? Entahlah. Saya juga tidak ingin merusak hidup lurus keluarga saya. Tidak ada yang menunda setahun hanya untuk berkuliah. Bahkan teman saya yang pindah jurusan ke jurusan impiannya setelah berkuliah setahun pun sangat mereka sayangkan, padahal saya sangat bangga pada teman saya yang bisa mengejar mimpinya. Tanpa kata pun, tak ada harapan bagi saya untuk melakukan hal yang sama dengannya. Jalani yang kamu miliki sekarang. Sejujurnya saya terlalu memikirkan pendapat orang lain. Dian yang kalian kenal tidak secuek itu. Sudahlah, semuanya adalah salah saya sendiri. Kejar mimpi-mimpi kalian, jangan menyerah padanya. Saya bangga pada kalian yang sudah berjuang mati-matian akan mimpi kalian.
Poin selanjutnya yang membuat saya semakin aneh, saya suka memasang standar saya sendiri. Hal ini yang membuat saya tersiksa sendiri. Segala hal yang terjadi pada saya adalah murni dari diri saya sendiri, kesalahan saya sendiri, bukan kehidupan saya, saya sungguh benci diri saya sendiri. Mungkin karena kebiasaan dari kecil. Ketika saya sudah berbangga diri mendapat nilai 90 lalu orang tua saya akan berkata hanya 90? Tidak bisakah kamu mendapat 100?. Saya yang semula senang langsung jatuh seketika, padahal 90 adalah nilai langka di dalam kelas meski bukan yang tertinggi. Sepele memang, sangat sepele malah. Ini adalah bukti kata-kata bisa berbuat sangat banyak pada hidup seseorang. Karena terlalu sering menemui hal seperti itu, saya mulai tidak berbangga diri lagi. Saya tahu tentu saja tujuannya baik, agar saya lebih semangat belajar dan bisa lebih meningkatkan prestasi. Sayang sekali, saya yang kanak-kanak menerima semuanya mentah-mentah dan akhirnya selalu memasang standar saya sendiri dan semuanya berlanjut hingga sekarang. Sewaktu SMA ketika semester baru telah tiba dan tiba saatnya perollingan kelas, saya akan sangat ketakutan jika harus turun kelas padahal saya tidak pernah menganggap orang yang bukan di kelas Excellent adalah orang yang bodoh, saya akan tetap senang berteman dengan mereka walaupun saya juga sedih harus meninggalkan teman-teman saya, hal tersebut bukanlah masalah besar namun saya akan sangat takut ketika pulang dan saya akan ditanyai mengapa hal tersebut bisa terjadi? Saya takut mendapatkan tatapan kecewa dari orang tua saya. Terlepas dari kemiripan dengan Azalea, saya juga merasa mirip dengan Kak Lily yang selalu mendengarkan dan mengikuti seluruh keinginan orang tuanya, takut untuk menentang, takut mengecewakan hingga akhirnya dibangga-banggakan. Tapi apakah ia merasa senang dibanggakan? Kalau saya, tidak. Apalagi saya harus dibandingkan dengan orang lain. Saya sangat tidak suka itu, dimana pun posisi saya. Hingga kini saat kuliah, saya sangat takut mendapat nilai C karena takut orang tua saya akan kecewa. Saya memasang standar tinggi, saya harus di kelas excellent, nilai saya tidak boleh mendapat C, IP saya harus cumlaude. Saya tertekan? Tentu saja, tapi saya sadar saya yang menekan diri saya sendiri. Orang tua saya tidak pernah memaksakan, tapi saya tidak suka ada nada kecewa. Saya tetap mendengar gaung dari ‘hanya 90? Tidak bisakah kamu mendapat 100?’ yang saya dapat sewaktu kecil. Saya tidak mengatakan orang tua saya buruk, mereka sudah melakukan yang terbaik sebisa mereka. Mereka sangat menyayangi saya sampai terkadang saya merasa sangat tidak pantas untuk disayangi. Ya mereka menyayangi saya sehingga saya tidak ingin menjadi anak yang mengecewakan. Terlepas dari semua ini, saya selalu menekankan tak usah terburu-buru menikah jika memang belum siap. Memang kita akan menjadi orang tua yang lebih baik seiring berjalannya waktu namun masa kanak-kanak seseorang sangat berperan besar bagi hidupnya. Pendidikan dasar anak-anak sangat menentukan kehidupannya kelak.
Bersambung di part 2
Aku suka tulisan kamu. Salam kenal ya
BalasHapusTerima kasih banyak mba. Salam kenal jugakk
HapusSuka sama tulisan kaka��
BalasHapusHuhu makasihh makasihh udah baca 💛
HapusPlaing gabisa kalo ada masalah cerita ke ortu takut mereka khawatir, selalu nekanin kalo gw baik2 aja, cerita ke temen takut bocor dan dikira lebay, ada temen deket tp dianya nggak enak diajak curhat, dan cuma bisa mendem sampai hampir 4 thn, terus mulai kenal BTS dan akhirnya bisa sedikit belajar mencintai diri sendiri, mulai bisa curhat sama ortu sampai nangis2, cerita ke tmen jg walau kadang suka diungkit dbikin becandaan(dan kubilang jgn ungkit2 lagi untungnya dia ngerti dan gaenak🤣) sampai skrg masih berusaha mencintai diri sendiri sih
BalasHapusHai Sakura, it's okay to be not okay. Senang mendengarnya kalau kamu sudah mulai merasa bisa berbagi kisahmu. Tetap berbagi ya, kamu gak sendiri kok. Love your self step by step, you are precious and deserve to be loved 💛
HapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Hapushellooo! i really love ur writing, dan aku ngerasain bgt apa yg kamu tulis, rasanya kaya tulisan itu menyimpulkan apa yang aku rasain bertahun2... anyway if i may, can i have ur contact so we can discuss a few things i feel like i have a lot to share with people who feel the same toward me cause thats so rare, im looking forward :)
BalasHapusHai vidra, thank you for reading my nano nano thougths. You can contact me on ig:depestt or my twitter:dnpsptsr9. I really fast respon on twt wkwk. I will give you my contact there. See you sissy, and so sorry for the late respon.
HapusHidup kamu baik-baik saja,orang-orang di sekitarmu baik-baik saja,tp kamu yang tidak baik-baik saja,ya benar banget aku hidup dengan keluarga yang menyayangiku,aku bisa sekolah dan bermain seperti anak yang lain,aku juga punya banyak teman.Tapi,knp seolah ad yang janggal kadang aku merasa diri ku belum cukup bisa,blm cukup pandai dan aku harus lebih dari ini,dan semua it ak merasa it salah diriku,aku yg gak bisa,aku yang terkadang merasa lebih rendah dari teman-teman ku walaupun aku gak pingin berpikiran seperti itu tp aku gk bisa menyangkal fakta memang aku belum cukup dr pd teman ku yg lain.Dan ak jug berpikir "kondisiku tdk sesulit it msh bnyk org yg lbh sulit dr pd ak" yang membuat ku gk pernah cerita maslah diriku ke org lain ditambah ak gk pernah percaya kpd org lain.Saat ad mslh keluarga ku, tanpa keluarga ku sadar ak trus memikirkan ap hrs ku lakukan untuk keluarga ku?,ap yg akn terjadi?,guruku blg saat ad mslh dgn keluarga tgs kita adalah belajar, masalah keluarga it urusan ortu kita,tp aku ak gk bisa ak gk merasa tenang,sampai ak menemukan solusi ny dan saat ak menemukan solusinya ak takut untuk melakukan nya,ya ak takut karena aku sendiri,aku merasa sendiri yg melakukan ny.Dan setelah semuanya ak sadar,aku takut,dan merasa sendiri karena ak tidak membagikan ny ke org lain,ak yg trus berpikir sendiri,pdln ak punya teman,sahabat,bahkan Keluarga.Benar saya menyiksa diri saya karena saya tidak membagikan apapun kpd siapapun.
BalasHapusTulisan mu indah,makasih karena kamu sudah menyampaikan ini,karena kamu sudah mau menceritakan kisah mu,aku jadi sadar akan banyak hal.
Halo terima kasih sudah membaca dan sudah membagikan kisahmu juga.
HapusKamu berharga lebih daripada yang kamu tahu. You are good enough the way you are. Jangan terlalu keras pada dirimu sendiri yah. Kamu juga manusia. Kamu sudah melakukan yang terbaik.
Coba kamu mencoba untuk sedikit terbuka. Beranikan diri. Pilih orang yang sekiranya tepat. Setelahnya pasti terasa lebih baik. Jangan lupa ceritakan juga pada Tuhan. Tuhan akan selalu membantumu. Have a nice day ❤
paragraf terakhir mengingatkan saya pada kakak saya...
BalasHapusSemoga kakak kamu baik-baik sekarang dan tidak terlalu hard on themself, for you as well. Hal-hal yang baik menyertai kalian 💛
Hapushai kak terimakasih banyak sudah mau bercerita!!❤️🔥 semoga kedepannya kita semua bisa lebih baik untuk menerima diri kita sendiri ya,aku suka tulisan kakak,semangat kak
BalasHapusHaii Sunny, terima kasih sudah membacaa. Aamiin ya rabbal Al-Aamiin. You are precious ❤
HapusHallo. Terimakasih sudah menulis tulisan sebagus ini di blog kamu. Terimakasih kamu sudah memberi saya pandangan baru terhadap kehidupan yang sedang kita jalani. Jika boleh jujur, kisah ku hampir sama dengan kisah mu, aku tak bisa menahan airmata ketika aku tau ternyata aku tidak sendirian mengalami hal serupa. Aku selalu berdoa untuk orang orang baik disekitar ku karna mereka selalu menolong ku, termasuk kamu juga. Semoga kamu lebih dimudahkan urusannya kedepannya yaa... terimakasih atas goresan karya mu di blog ini, karna ini sangat membantu.
BalasHapus